
Cak Nun dan Mata Air Rimba
Bulan lalu, pada malam Mocopat Syafaat di awal musim kemarau yang terlambat, tidak seperti biasanya, Cak Nun duduk di kursi.

Bulan lalu, pada malam Mocopat Syafaat di awal musim kemarau yang terlambat, tidak seperti biasanya, Cak Nun duduk di kursi.
Tak salah kiranya jika “moco Qur’an lan maknane” menjadi satu dari lima perkara Tombo Ati (Obat Hati).
Khususon ila Mbah Nun Ya Allah:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
قُلۡ اَعُوۡذُ بِرَبِّ الۡفَلَقِۙ
مِنۡ شَرِّ مَا خَلَقَۙ
وَمِنۡ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَۙ
وَمِنۡ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الۡعُقَدِۙ
وَمِنۡ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ
Artinya: Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar), dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya), dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.” (QS: Al-Falaq)
Pertama saya ingin mengucapkan Sugeng Ambal Warso untuk Mbah Nun yang pada hari ini, 27 Mei 2022 genap berusia 69 tahun.
Sugeng ambal warsa 69 tahun, Mbah Nun.
Enam puluh sembilan yang penuh makna, sebuah pencapaian jasmani dan rohani.