Majelis Ngilmu Maiyah
Tiga kata dalam judul di atas sebenarnya sudah komplet meski tanpa dijabarkan. Bahwa imajinasi ruang yang muncul pastilah sama. Yakni sebuah majelis “sekolah” ilmu yang di dalamnya hadir murid dengan berbagai karakter, gaya, jenis, model ketertarikan, kebiasaan, dan warna. Masing-masing membaur dalam suatu kesepakatan mempelajari majelis sekolah ilmu bernama Maiyah dengan kurikulum ala Maiyahan.
Meskipun pada akhirnya si murid tidak pernah menerima rapor, tetapi justru sebaliknya, ada sedikit tanggung jawab kesadaran bukti implementasi ilmu kurikulum Maiyahan di lingkup terdekat, bisa diri sendiri, keluarga, atau masyarakat.
Kontestasi yang saya maksud di sini adalah semangat dan gerak berbondongnya para murid mendedikasikan waktu, alam pikir, dan dirinya untuk hadir baik lahir maupun batin ke Majelis Ngilmu Maiyah. Maka di ruang kehadiran, Jamaah Maiyah dapat terkategori sebagai berikut:
Pra Hadir
Kontestasi pra hadir lebih diwarnai unsur individual, meskipun tidak menutup kemungkinan berkembang berkelompok. Persiapan-persiapan dilakukan meliputi mengatur jadwal, menyiapkan bekal, sarana, sesaji pribadi, perangkat lunak dan keras, termasuk di dalamnya kontestasi batin tentang ilmu apalagi yang bisa didapat di Majelis Ngilmu Maiyah nanti. Bahkan faktor jarak dan biaya sudah tidak dihitung ulang lagi, karena pada akhirnya kebulatan niat menjadi titik tolak keberangkatan sang murid.
On Hadir
Sesaat ketika sampai di “sekolah”, dua hal pertama yang muncul adalah ayem/lega dan tak seragam. Ayem dalam arti kata sudah terlewatinya proses Pra tadi, lalu menemukan kesamaan maksud dalam “habitat” yang betul-betul tidak seragam, justru keanekaragaman.
Sejurus kemudian kontestasi dimulai dengan “perangkat lunak” masing-masing murid, mengikuti alur lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan shalawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw. disambung pemaparan ilmu, cerita, metodologi, kisah hidup/lelakon para Guru di mana terjadi evaluasi perbandingan antara pemahaman baru vs software lama yang sudah mendiami alam berpikir masing-masing murid.
Proses itu terus tergali tanpa jeda sambil menikmati bekal sesaji, yaitu kerendahan hati yang melawan kesombongan, kemampuan diri vs rasa sosial, kelebihan vs berbagi, kejujuran vs rasa pahit, bahkan pahitnya kopi vs manis paras murid perempuan di kanan kiri kita. Termasuk di dalamnya keindahan ramuan notasi lagu-lagu Sang Maestro-Maestro musik “kelompok jembatan”. Demikian istilah yang muncul ketika Bapak-bapak KiaiKanjeng merumuskan apa itu kelompok musik yang beliau-beliau mainkan selama ini.
Kontestasi keberagaman benar-benar tergiring secara bulat di fase ini, unsur manusia sebagai “makhluk Allah” diuji konsistensinya, sebagai proses alami guliran alur Ngilmu Maiyah, bersama Allah dan Rasulullah, dan bersama sama orang-orang yang bersama Allah Swt. dan Rasulullah Muhammad Saw.
Pasca Hadir
Guliran kurikulum Ngilmu Maiyah terus berlanjut meski bel dibunyikan, ditandai dengan doa bersama sebagai wujud kepasrahan diri secara total kepada Yang Maha Benar dan Akbar. Sejalan dengan ngendikan Mbah Nun, “Jangan kalian memandangku, tetapi ingatlah Allah dan Kanjeng Nabi. Di sini yang ada hanya hatimu untuk Allah, yang menjaga tanah-tanahmu”.
Kemudian masing-masing diri Jamaah Maiyah berangsur melangkah dan kembali ke ruang hidup berbekal ilmu baru yang terus menggeliat di kepala, memunculkan pertanyaan sebagai bagian tidak terpisahkan dari kontestasi konsistensi itu sendiri.
Kembali ke judul tulisan di awal, yang ingin saya garisbawahi adalah di dalam kontestasi konsistensi Jamaah Maiyah mengandung 3 fase tadi, yang masing-masing fase saling mengikat, berkait, dan melengkapi. Tetapi jangan lupa fase turunannya, yaitu fase implementasi Ilmu Maiyah di lingkup terdekat, bisa diri sendiri, keluarga, atau masyarakat, meski tentu dengan keragaman kemauan kemampuan serta kebulatan niat masing-masing Jamaah Maiyah.
Catatan:
Tulisan ini adalah proses saya memaknai kembali doa Mbah Nun di Milad Beliau Mei 2015, yaitu: “Semoga Allah Swt. berkenan memberikan kita umur panjang, agar Anda seluruh Maiyah Nusantara dapat terus bekerja keras, atau bahkan pada saatnya nanti menemukan bahwa kerja keras kita ternyata tidak membuahkan apa-apa”.
Semoga kita, Jamaah Maiyah, mampu membuah, aamiin. Wassalam.
Yogyakarta, 18-24 Mei 2022