Asmaul Husna di Balik Sepakbola
Sepakbola. Bicara tentang sepakbola memang tak pernah ada habisnya. Dari sisi manapun olahraga satu ini selalu menarik untuk dikupas dan dibahas. Sepakbola kini bukan lagi sekedar olahraga atau hobi. Ia telah menjamah ke ranah industri, politik, eksistensi, prestis, hingga pernak-pernik lain yang menyertainya. Bahkan sebagian bangsa barat menjadikan sepakbola sebagai “agama”. Football is My Religion. Artinya, sepakbola adalah primadona. Dan umat sejagad menikmatinya — merayakannya.
Tak terkecuali saya, di mana sejak kecil sudah gila bahkan gandrung dengan sepakbola. Mungkin salah satunya lantaran hadiah nama yang diberikan oleh bapak saya. Terlahir satu tahun pasca timnas Argentina menjuarai Piala Dunia 1986, menginspirasi bapak saya untuk menamai anaknya dengan menyuplik nama dari sang pahlawan cum legenda tim Tango sepanjang masa, yakni Diego Armando Maradona. Nama yang akan selalu harum dan dikenang dalam sejarah sepakbola dunia.
Bagi saya, definisi gandrung sepakbola itu macam-macam. Mulai dari bermain sepakbola (futsal/ lapangan besar). Menonton pertandingan sepakbola (langsung di stadion atau di layar kaca). Main game (Play Station) sepakbola. Mendukung klub sepakbola (lokal maupun manca). Hingga punya tim sepakbola (amatir/ komunitas). Dari yang tersebut di atas, semua telah saya alami dan jalani hingga saat ini. Lha mau gimana, wong sudah kadung cinta.
Emang kalau cinta sepakbola dapat apa? Paling tidak dua, kegembiraan dan paseduluran. Bahkan jika digali lebih dalam lagi, ada yang lebih inti yang bisa kita hikmahi dari sepakbola. Perihal ini saya amat tertarik dan klik dengan apa yang dipaparkan oleh Bang Dik Doank saat beliau hadir di acara Pitulasan Mocopat Syafaat, 17 Juni lalu.
Bang Dik seorang pelaku dan pecinta sepakbola. Beliau dulu dikenal sebagai host, reporter, dan komentator, di berbagai program acara bola di stasiun TV swasta. Bang Dik pun mengaku sebagai artis pertama yang memiliki lapangan sepakbola pribadi. Hal tersebut menjadi salah satu bukti bahwa Dik Doank sangat mencintai dan menggilai sepakbola.
Cerita sedikit ya, agaknya lebih dari sekali saya berkesempatan bertemu langsung dengan Bang Dik Doank. Pertama, saat mengantar siswa outing class ke sekolah alam Kandank Jurank Doank (penulisan-nya seperti ini) pada 2013 silam. Selain ketemu dan bercengkerama dengan Bang Dik, saya juga sempat masuk ke rumah beliau yang dikonsep layaknya museum. Di sana saya mendapati jersey timnas Bambang Pamungkas dan legenda hidup Juventus, Allesandro Del Piero. Kedua jersey tersebut dibubuhi tanda tangan oleh pemain aslinya. Itu menjadi bukti lain kalau Bang Dik memang penggemar bola sejati.
Perjumpaan berikutnya dengan Bang Dik yakni saat beliau datang melingkar di Kenduri Cinta (2014 – 2015), dan beberapa acara launching buku yang dihadiri beliau, yang semuanya berlangsung di Jakarta. Momen yang cukup berkesan buat saya yakni saat membeli kaos merchandise Kandank Jurank Doank, dan beliau berkenan menandatanganinya.
Di Mocopat Syafaat, Bang Dik menceritakan, rasa cintanya kepada sepakbola kemudian mengantarkannya menemukan dan menguak “rahasia” dalam sepakbola. Rahasia-rahasia tersebut terikat dan terkait dengan nama-nama baik Allah, Asmaul Husna.
Di antaranya, satu tim sepakbola terdiri 11 pemain. Asmaul Husna yang ke-11 yakni Al Khaliq, Maha Pencipta. Bahwa pemain dan permainan sepakbola itu sendiri sejatinya ciptaan Allah. Allahlah yang menciptakan. Ketika bermain bola niatkanlah karena Allah Ta’ala. Maka berkemungkinan Allah akan menciptakan peluang demi peluang untuk (tim) kita, yang akhirnya bisa menciptakan kemenangan.
Dua tim sepakbola berjumlah 22. Asmaul Husna yang ke-22 adalah Al Khafidz (Yang Maha Merendahkan/rendah hati). Baiknya semua pemain bola selalu berendah hati ketika memainkan si kulit bundar. Bahwa manusia (pemain) aslinya tak berdaya. Yang mereka bisa lakukan hanya berencana, berjuang, dan berusaha. Siapa yang bakal mencetak gol, dan siapa yang akan menang atau kalah tidak ada satu pun yang tahu. Maka bersikap rendah hati di dalam dan di luar lapangan itu sangat penting. Juga senantiasa berdoa sebelum bertanding.
Satu babak pertandingan sepakbola yaitu 45 menit. Asmaul Husna yang ke-45 adalah Al Wasi’u (Yang Maha Luas). Sepakbola amat luas mencakup segmen. Satu contoh sederhana, ketika menonton pertandingan sepakbola di stadion. Di sana terdapat banyak sekali individu/elemen yang terlibat. Mulai dari pemain, pelatih, official, tim medis, sponsor, perangkat wasit, petugas keamanan (polisi), wartawan, anak gawang, supporter, panpel, penjaga loket, tukang parkir, penjual asongan, dll. Hal demikian menandakan bahwa sepakbola ora mung urusan nggajul bal tok. Sepakbola amat luas menjangkau ragam segmen dan elemen untuk terlibat didalamnya. Siapa yang mampu mengatur itu semua? Allah.
Dua babak pertandingan sepakbola 90 menit. Urutan Asmaul Husna ke-90 yakni Al Mani’ (Yang Maha Menyudahkan). Sudahi sebelum waktu Ashar. Atau sudahi sebelum waktu Maghrib. Situasi ini sangat cocok dipraktikkan di Indonesia. Waktu paling tepat bermain sepakbola ya sore hari. Bakda Ashar dimulai, sebelum Maghrib disudahi.
Bang Dik juga menambahkan, biasanya pemakai nomor punggung 10 itu pemain hebat. Seperti Maradona, Johan Cruyff, Platini, Zidane, Totti, Ronaldinho, hingga Messi. Dan Asmaul Husna ke-10 yaitu Al Mutakabbir (Yang Maha Megah). Artinya jangan berani-berani meminta atau memakai nomor punggung 10, kalau skill dan permainan biasa-biasa saja. Nomor 10 hanya pantas dan layak dikenakan oleh pemain yang mumpuni, yang paling menonjol (leader/captain) di antara yang lain dalam satu tim.
Dan pada akhirnya, tujuan bermain/ bertanding sepakbola adalah mencetak gol demi merengkuh kemenangan. Tujuannya satu (gol), tetapi caranya banyak. Mencetak gol bisa melalui sundulan, sontekan, tendangan bebas, tendangan penalti, tendangan sudut, dll. Wajarnya nomor punggung seorang kiper/ penjaga gawang yang ingin kita bobol adalah nomor 1. Ketahuilah Allah itu satu. Ahad. Esa. Dan semua para makhluk di muka bumi ini tujuan sejatinya adalah menuju (manunggal) ke Yang Maha Satu. Allah Azza wa jala.
Ya Allah, begitu indahnya Engkau menyiratkan asma-asma-Mu dalam olahraga sepakbola. Ternyata, sepakbola tidak hanya mengajari kita untuk mengolah raga saja. Tetapi juga mengolah rasa, mengolah hati, mengolah logika, mengolah kepekaan, kelantipan, sampai menemukan ketersambungan bahwa semua yang tersaji dan terjadi di panggung semesta ini, sutradaranya (penciptanya) adalah Allah Swt. Puncaknya, akan membuat kita semakin, semakin, dan semakin meng-agungkan-Nya. Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Sekali lagi, jika kita cinta sepakbola, maka cinta pula yang semestinya kita dapatkan. Cinta yang mewujud kegembiraan, paseduluran, respect, satu jiwa, rasa syukur, dan takjub atas segala kebesaran-Nya. Bukan kebencian, amarah, dan balas dendam.
Panjang umur Mbah Nun, Bang Dik, dan semua yang setia dalam kesabaran. Yang ikhtiar terus menerus, zikir tak putus-putus, pikir yang terus dikikir, sampai membelah isi, isinya bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Semoga. Aamiiin.
Haturnuhun.
Gemolong, 17-20 Juni 2022