Estafet Amanat Juang Simbah
Di Mocopat Syafaat Mei 2022, ada dua kata dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat ke-13 yang diwedar Simbah dengan konstruksi pemahaman baru, penghayatan baru.
“Syu’uba” yang biasanya diartikan oleh tafsir sekarang adalah berbangsa-bangsa, ditadabburi menjadi suatu ikatan antar manusia berdasar genetik, perhubungan darah. Trah, marga, ber-trah-trah, ber-marga-marga dan seterusnya.
Sedangkan kata “qabaa’il” yang biasanya diartikan bersuku-suku, ditadabburi menjadi sebuah ikatan antar manusia berdasar ketertarikan yang sama, tujuan yang sama. Grup mancing, NU, Muhammadiyah, kelompok ronda, dan seterusnya.
Bagi saya, dua pentadabburan itu membuka batas teritori bangsa yang definisi versi manusia, mempertegas “kemakhlukan” seluruh manusia di dunia, dan melahirkan kemungkinan-kemungkinan tatanan dunia yang saling menyelamatkan. Apalagi pada ujung ayat, Tuhan memfirmankan kata “lita’arafu”, saling mengenal.
Entah kenapa sesudah Mocopat Syafaat, saya tergerak berusaha mencari persambungan antara “syu’uba” dengan jati diri saya secara genetik. Berhari-hari saya coba mencari tahu trah saya. Baik itu jalur ibu atau jalur ayah saya. Meski agak kesulitan oleh sebab para sepuh di trah saya sudah benar-benar lanjut usia dan mengalami putus sejarah, tetapi alhamdulillah ada titik terang.
Simbah/Kakek saya dari jalur Ibu, ternyata “mirip” saya. Demikian kata Paman yang paling banyak mengingat kiprah Kakek. Dari cara berjalan, wajah, tingkah laku, gaya bicara, hingga sejumlah kegiatan juang sosial yang Kakek lakukan semasa hidup.
Duh, saya kok jadi kepikiran. Apa ini sebuah pola? Apa ini sebuah metode paling dekat untuk mengenali “amanat juang” leluhur kita? Dua orang teman saya juga menemukan hal ini. Identifikasi amanat juang, mereka temukan pada Kakek masing-masing, Simbah masing-masing. Bahkan lebih dulu teman-teman saya ini menemukannya ketimbang saya, sehingga saya banyak belajar kepada mereka.
Kenapa kok ada pada Kakek, Mbah Kakung, Simbah? Apa ini maksud Mbah Nun mempertegas bahwa Beliau adalah “Simbah kita” kepada Jamaah Maiyah (Mocopat Syafaat bulan Februari) di Rumah Maiyah Kadipiro. Apa amanat juang Beliau, kiprah Beliau, laku Beliau, kesejarahan Beliau, keteguhan Beliau, keulamaan Beliau, sedang dicicil dilimpahkan dan kita (Jamaah Maiyah) “gelem ora gelem kudu gelem”, wajib menyongsongnya?
Duh, betapa tugas yang sedemikian besar dan mendasar di tengah gelombang kebusukan manusia abad ini. Apa iya ini hanya kesimpulan saya? Apa iya ini hanya “pola amanat juang” otak-atik gathuk saya? Atau memang saya saja yang terlambat menyimpulkan ini? Duh.
Kuatkan kami ya Allah, panjangkan umur Simbah kami ya Allah, rahmati dan lindungi Beliau dari segala marabahaya ya Allah. Aamiin, aamiin, aamiin.
Yogyakarta, 26 Mei 2022.