
Serasa Allah
terima sajalah, junjunganku
hamba yang bodoh dan dungu
sebab jika pintu tak kau buka
hendak cari tuhan ke mana
terima sajalah, junjunganku
hamba yang bodoh dan dungu
sebab jika pintu tak kau buka
hendak cari tuhan ke mana
Tetapi “hudan linnas” mencerminkan rasio bahwa sesungguhnya setiap manusia oleh Allah diciptakan memiliki peralatan akal dan kelengkapan kejiwaan untuk bersentuhan dengan Al-Qur`an.
Mereka akhirnya bisa menjadi penghalang iman dan ilmu kita. Mereka melakukan atau berposisi memonopoli Allah dari alam kejiwaan kita. Mereka menjadi makelar-makelar atau pengecer-pengecer yang memotong hubungan otentik kita dengan Allah.
Makin memuncak tumpeng, makin tergambar proses sublimasi kesadaran dan perilaku manusia menuju puncak, yang inti, yang tersaing, yang kristal.
Dalam masyarakat, keberadaan ghibah dan ngrasani tentang orang lain telah menjadi fenomena umum.
Kadang-kadang, tindakan bijaksana adalah dengan mengambil langkah-langkah untuk melindungi diri kita sendiri dari kemungkinan bahaya lebih lanjut. Pengampunan bukan berarti memberikan izin kepada orang lain untuk terus merugikan kita.
Gareng mencuri ayam dikurung tiga bulan, sang senopati makan tiga samudera minyak malah tidur ongkang-ongkang di permadani yang bersambung dari satu bukit ke bukit lain.
tuhan sayang ajari aku tidur
seperti dulu menemuimu di rahim ibu sesudah lahir menjadi anak kehidupan sesudah didera tatakrama, pendidikan, politik
kau pandang aku batu
kau gempur dengan peluru
padahal aku angin
dengan seribu kali mati
akan terus kukejar namamu yang sejati
kau bilang kau tuhan kau allah
tapi aku tak sekhilaf anak-anak sekolah
Bila pada tahun 1930-an para cendekiawan mengupayakan dekolonialisasi substantif dan akad politiknya berwujud kemerdekaan 1945, maka tahun 1970-an Cak Nun memulai esai-esai lepasnya dan akad bukunya kemudian terbit pertama kali 1983.
Kuat dalam berprinsip, tahan menghadapi cobaan hidup sepahit-pahitnya. Takut hanya kepada Allah dan hanya mengharap Ridha Allah, luas pergaulan tanpa pilih-pilih, khususnya para duafa.
Banyak sekali ekspresi masyarakat, terutama tokoh-tokoh kelas menengahnya, yang kemlinthi, gembagus, seneng pamer; “Saya merakyat! Kami peduli! Kami mengabdi rakyat!” dan banyak sekali umuk-umuk pekok seperti itu.