CakNun.com
1988

Ia Bermain Cinta

Cahaya Maha Cahaya: Kumpulan Sajak, 1991

ia bermain cinta
bermain cinta, lewat kau ke ia
ia mengalir, berjalan-jalan di kau
ia bertualang, bernyanyi, menangis
di kau
ke ia
siapa kau? dulu satu
kelak satu
namamu dulu ia
kelak ia

bermain cinta, menggenggam gelas raksasa
berisi air api
kasih panas mendidih
bergolak
tumpah
jadi alam semesta
wajahnya ganteng bersih
ia tiup
jadi gelembung-gelembung
ia kirim sejuta malaikat ke setiap gumpalan
malaikat lembut bagai kapas, keras melebihi baja
membawa rahasia
menjaganya sepanjang masa

ia bergerak, geraknya menjadi ruang
ia menari-nari, tariannya menjadi gelombang
ia bernapas
satu satu
jadi waktu
dan waktu dan gelombang dan ruang saling tegur sapa
waktu bertanya: siapa kau?
ruang menjawab: aku ini kamu!
gerak minta kepada tari: boleh aku ikut menari?
gila! itu pertanyaan mengherankan
hai! — tarian melonjak — aku ini kau!
kaulah aku
kau tarian ini! kau sendiri!

semua bertanya kepada para malaikat yang berdiri bisu kenapa kalian berjaga-jaga saja di situ?
jangan tolol! — jawab malaikat — kami menari
menari rahasia, berpasangan dengan rahasia
maka semua menari-nari
menari-nari menjadi-jadi
rindu dendam tak terperi
lihat! ia membagi-bagi diri
ia bikin diri dua
tiga, sejuta, selaksa
memergok di tak terhingga!

begitu rupanya cara ia bermain cinta mengada di batu
di ujud, di darah-darah
matahari minum arak
alam bersolek
bintang berputar-putar
warna dan cahaya berkisar-kisar
suara dan sunyi
menyusun orkestrasi
hai jin dan bidadari! mari tenggelam!
lihat ia melesat
di panggung temaram
ia melompat
dari bayangan ke bayangan
ia duduk di mana-mana
berdiri sambil berbaring
bersandar di debu
bertolak pinggang di cakrawala bayangannya duduk di singgasana berlagak
ia berlagak jadi arca!
ia bermain cinta
dibikinnya aku ada
aku bertanya: hai diri, kau menolak ikut bermain?
sinting!, teriakku, ini tuak cinta
betapa mungkin aku tak turut menenggaknya!
ia bermain cinta tertawa berlagak-lagak
tertawa berlagak-laga
menghembuskan pusaran badai dan pertunjukan
warna
aku diseret ikut menari
mabuk menggelegak
sandiwara agung merentang alam
aku dicampakkan haihata! kemana-manapunlah!
terserah ia

karena pasti di kandungan cinta
di belantara? aku minum bersama pohon aku minum dengan lebah, burung cicit sunyi
ditabuhnya musik
kutenggak di tenggorokan
menghangat
malah ia yang batuk-batuk!
kuusap peluhnya
lantas ia hilang
akupun berlagak hilang
kami masing-masing bersembunyi
dalam butiran darah
kami saling memergoki
kami kejar-kejaran!

tiba-tiba datang si tolol
bertanya siapa aku
kubilang pertanyaanmu dungu
aku bukan siapa
bukan diri
melainkan diselenggarakan saja
oleh permainan ini
si tolol mengajak bertengkar
tentang siapa pemilik belantara misteri ini ia hendak menebang-nebangnya
kubilang: apa itu milik?
ia marah, ditamparnya mukaku
tubuhku dibanting, minumanku ditumpahkan
aku tertawa
sebab marah

orang tolol bikin permainan membosankan!
kamu yang tolol! tuduhnya
ya. memang aku yang tolol
aku tersuruk ke lumpur, ia memenggal gunung
aku berkubang, ia menambang
aku mengais sampah, ia menggosok mutiara
aku cuci luka, ia mandi di kilatan pasir
aku minum selokan, ia terbang ke cakrawala
ah! macam-macam cara ia bermain cinta
bermain jadi ia
jadi kau
jadi aku
jadi tiada, ada, tiada
kami tertawa-tawa
pura-pura saling tanya siapa
berpuisi-puisi
wahai kegaiban, siapa engkau gerangan? aneh benar perangaimu
kau jawab: aku ini pemain sandiwara dahsyat!
kau tulis puisi, itu caraku berpuisi kau sembahyang, itu caraku sembahyang
kerja sampai muntah
demikian si maha sutradara
menjelma jadi pemain-pemain
pemain luar biasa
pemain tak terhingga
menerima puisi
dari diri sendiri
bergerak-gerak sujud
kepada dirinya sendiri
menyatakan lagu cinta
kepada kangennya sendiri
sambil nangis
maha gerimis!

cacing-cacing penyubur tanah
ular yang mempersembahkan bisa
para penjaga hakekat
pemburu kekekalan
kidung cinta
dari mulut rahasia para gung seniman menemu diri
menemu dirinya sendiri di kesunyian
diri yang semula nun di kejauhan

tapi apa jauh dekat bagi rahasia lakon ini? di sekolah kanak-kanak — begitu kusebut dunia
kutanyai diri: hai, siapa aku? pemeran hamba

aku aktor luar biasa
aku juga sutradaranya
menulis sajak, berjuang, mengaduh berdendang kekal abadi
melodiku darah dan api
syairku anyaman hidup dan mati

sayang begini singkat waktunya
mabuk belum sepenuhnya
sembahyang baru sujud pertama
politik dan ideologi hanya setegukan bir puisi cuma segores luka
peradaban asap-asap
tuak sejarak belum kental benar
air, susu, madu, cairan api
baru setangisan bayi
hai sang birahi! campakkan aku lagi!

nanti kuancam kau lagi dengan dendam cinta
tahu kau sudah rasa hidup sendiri
hidupmu yang dulu sendiri
belum mau aku jadi kesendirian itu lagi
masih ingin kureguk rasa berburu sunyi mari! usir aku ke keasingan ini
nanti kubuatkan sajak beribu-ribu
kasih lagi peran jadi hambamu
nanti kuperintahkan ruang dan kutaklukkan waktu
untuk hanya memujamu!

1988.

Lainnya

Sajak Orang Tua Seribu

Sajak Orang Tua Seribu

Yang satu ngajari sembahyang
Lainnya nyuruh edan
Yang satu ngasih kitab Qur’an
Lainnya menyodorkan minuman

64

64

83

83
Malioboro

Malioboro

Tubuhku yang lunglai pada suatu siang
Terdampar duduk di trotoar Malioboro
Aku tidak punya semangat sedikit pun