Dakwah Maling
Dulu di era Dipowinatan ada seseorang pergi melacur. Ketika pelacurnya ke kamar mandi, ia mencuri uang di dompetnya. Kemudian ia memberikan upah kepada pelacur itu dengan uang yang ia curi dari pelacur itu sendiri. Saya tidak iri kepada pelacur itu karena diberi upah meskipun dari uang curian dari dompetnya sendiri, sementara “uang” saya dicuri dan tidak memberikan apa-apa kepada saya kecuali kedhaliman dan kekejaman. Andaikan dia datang ke saya dan ngasih “royalti”, saya sodorkan tangan saya untuk “napuk cangkeme”.
Sekarang ini banyak orang berbuat baik kepada saya dengan cara memberikan kepada saya sesuatu yang mereka curi dari saya. Saya mengalami itu tiap hari, terus-menerus, tak henti-henti. Saya merasa paham kenapa dulu Iblis kipo-kipo emo-emoh temen disuruh bersujud kepada manusia.
Andaikan ketika Allah menciptakan Adam saya termasuk di antara para Malaikat yang diperintahkan untuk sujud kepada Adam, mungkin saya juga menolak. Yang saya lakukan sujud juga, tapi kepada Allah. Kalau perlu saya pegang dan gandholi kakinya Allah sambil bersujud. Saya tidak mau bersujud kepada manusia bukan karena saya merasa lebih tinggi derajat saya dibanding manusia, tetapi karena manusia memang sama sekali tidak pantas disujudi, bahkan pun oleh kodok, percil, cebong, kadal, tekek ataupun toktokkerot.
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ
قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ
وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Dan dengan tidak mensujudi manusia, saya juga tidak merasa berbuat baik dan benar. Nggak-lah. Ya gak pethèken saja. Masi ambuo koyok telek lentung. Masi gèpèngo koyok ilir. Gak kiro sing dudu Gusti Allah tak sujudi.
قَالَ أَنَا۠ خَيۡرٞ مِّنۡهُ خَلَقۡتَنِي مِن نَّارٖ وَخَلَقۡتَهُۥ مِن طِينٖ
Iblis berkata: “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”.
Para Maling yang mendhalimi saya itu terbuat dari tanah. Saya juga terbuat dari tanah. Podo-podo mangan segone. Podo-podo butuh ngisinge. Maka saya tidak akan bersujud kepada makhluk yang sama-sama terbuat dari lempung.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ لَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ قَالُوٓاْ إِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُونَ
Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”.
Andaikan mereka memenuhi syariat “hak milik”, “hak cipta”, minta izin baik-baik kalau mau ikut menjual barang-barang saya, mereka masih mungkin dimasukkan dalam golongan “innama nahnu mushlihun”. Tapi mereka maling yang merasa berbuat baik, bahkan menganjing-anjingkan dan mengherder-herderkan anak-anak saya di Kadipiro.
Dulu satu makhluk dari golongan Jin melakukan syariat hakikat thariqat makrifat total beribadah kepada Allah, sehingga dilantik menjadi bagian dari Malaikat, bahkan diangkat menjadi Syekh Kanzul Jannah, bendaharawan Sorga. Sampai kemudian ia menolak bersujud kepada Adam, sehingga dijuluki Iblis dan dilaknat oleh Allah dengan durasi hingga Hari Kiamat.
Andaikan Maling konten saya yang dionlinekan ke seluruh dunia itu bukan manusia tapi Iblis, saya persilakan datang ke Kadipiro atau “send me a location”, seperti Khabib atau Khamzat kirim pesan ke McGregor. Ayo dhep-dhepan. Rai karo rai. Apé dulinan opo. Glathi? Pistol? Santet? Ayo bressss!
Di zaman Dinasti dulu ada teman tidak tega Ibunya kesakitan badannya karena suatu hal. Ia ke Parangtritis, menemukan suatu jenis jamur yang kabarnya bisa meredakan rasa sakit. Sesampai di rumah ia goreng jamur itu, Ibunya memakannya sehingga “fly” atau “tèlèr” tertidur keenakan. Ketika Ibunya tidur teman itu mengambil uang Ibunya di “kendhit”nya.
Cak Fuad, Marja’ Maiyah, pernah menerbitkan Buku Pelajaran Bahasa Arab. Seseorang di suatu kota membelinya, kemudian memperbanyaknya dengan mencetaknya sendiri ribuan eksemplar, lantas menjual atau memasarkannya. Kamudian ia melaporkan dengan polos kepada Cak Fuad bahwa alhamdulillah ia bisa ikut memperluas manfaat buku itu.
Teman yang lain tidak suka ada barang mubadzir. Ia sering ke kuburan dan menggalinya untuk mengambil barang-barang berharga yang dibawakan bersama jenazahnya. Ada cincin emas, kalung emas, alat2 kedokteran dan barang-barang berharga lainnya. Kemudian ia jual dan bagi-bagi uangnya kepada teman-temannya.
Seorang pejabat sangat ingin punya nama baik di masyarakatnya. Ia mencuri uang dari kas kantornya, ia pergunakan untuk membangun Masjid.
Kemudian banyak sekali contoh-contoh lainnya di mana orang berniat baik melakukan jasa kebaikan sosial, namun bahannya adalah hasil curian. Ada kaidah Ushulul Fiqh (filsafat hukum dalam Islam) yang berbunyi “Lil-wasail hukmul maqashid”. Maksud baik mempersyaratkan wasilah, tool atau media atau cara yang juga baik.
Kalau istri kita hendak melahirkan, lantas kita mencopet agar punya biaya untuk memanggil Bidan atau ke Rumah Sakit, memfasilitasi proses kelahiran itu adalah kebaikan dan kemuliaan. Tetapi mencopetnya tetap suatu kedhaliman. Dan terhadap yang saya alami, cetho welo-welo itu penganiayaan dan penindasan.
نُرِيۡدُ اَنۡ نَّمُنَّ عَلَى الَّذِيۡنَ اسۡتُضۡعِفُوۡا فِى الۡاَرۡضِ وَنَجۡعَلَهُمۡ اَٮِٕمَّةً وَّنَجۡعَلَهُمُ الۡوٰرِثِيۡنَۙ
“Dan Kami berkehendak untuk memberi karunia kepada orang-orang yang dianiaya di bumi, dan berkehendak untuk menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka para pewaris.”
Silakan meremehkan, mentertawakan dan tidak mempercayai janji Allah ini. Tapi saya tidak berada di situ bersama kalian.