Belajar Menjadi Manusia Sorogan dari Gamelan KiaiKanjeng


Apa nilai yang bisa kita ambil dari konsep sorogan ini? Cak Nun tadi malam menyampaikan bahwa orang Maiyah adalah Man of the all season. Artinya, orang Maiyah adalah manusia yang paling mudah beradptasi dengan segala kondisi. Seperti halnya Gamelan KiaiKanjeng yang mampu menyesuaikan genre musik yang dimainkan, orang Maiyah adalah manusia yang memiliki kepekaan untuk secara cepat beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya.
Bahkan, jika orang Maiyah lahir di era Fir’aun sekalipun, orang Maiyah tidak akan kaget dengan kondisi yang ada. Mengapa demikian? Karena pijakan tauhid di Maiyah sangat jelas. Bahwa syahadat yang wajib adalah syahadat kepada Allah dan Rasulullah Saw. Konsep segitiga cinta di Maiyah adalah konsep revolusioner yang membongkar paradigma pemahaman agama masyarakat mainstream, bahwa beragama itu tidak berpatokan pada ulama atau kyai, melainkan menurut Allah dan Rasulullah Saw.
Kenapa Padhangmbulan dan forum Maiyahan pada umumnya berhasil menjadi forum yang egaliter yang membahas khasanah ilmu dari berbagai dimensi. Disebut pengajian juga bisa, karena selalu berangkat dari pembahasan yang bermula dari tadabbur dan tafsir Al Qur`an. Tetapi juga aneh, karena pengajian pada umumnya tidak mungkin ada grup musik yang memainkan lagu-lagu dengan genre yang beragam seperti KiaiKanjeng.
Jamaah sebagai audien pun tidak serta-merta akan berjoget ketika lagu dangdut dimainkan, atau berjingkrak-jingkrak ketika lagu rock dibawakan. Mereka akan tetap duduk menikmati musik yang dibawakan, paling poll mungkin hanya menyalakan lampu blitz dari handphone mereka untuk menambah kemeriahan dari sebuah lagu yang dibawakan.

Dari konsep sorogan Gamelan KiaiKanjeng saja, tanpa kita sadari ternyata sudah mampu kita kuasai dan kita aplikasikan dalam diri kita. Kita tidak mudah kaget, tidak mudah gumun, tidak mudah sombong terhadap segala kemungkinan. Sinau bareng di Maiyahan secara perlahan memproses kedewasaan berpikir dan kematangan sikap mental kita. Meskipun prosesnya bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang lambat, ada yang biasa-biasa saja.
Setiap kita, datang ke Maiyahan atas dasar keinginan kita sendiri, tidak ada paksaan dari siapa-siapa. Kemudian datang, duduk, sinau bareng, khusyuk dan taat. Mendengarkan siapapun saja yang berbicara. Karena secara alami kita juga membangun filter informasi dalam diri kita, sehingga kita berdaulat untuk memilah, informasi mana yang akan kita bawa pulang dan mana yang harus kita tinggalkan.
Pada akhirnya, ini semua adalah manifestasi kegembiraan yang kita rasakan bersama di Maiyahan. Tidak ada gunanya Maiyahan yang kita alami selama ini jika kita tidak merasakan kegembiraan di dalamnya. Ya kalau tidak bisa menemukan kegembiraan di Maiyah, tidak usah Maiyahan.