Paseban Majapahit Bukan Karya Manusia


“Agar Dia menegakkan yang benar dan menghancurkan yang batil, meskipun orang-orang berdosa membencinya.” (QS Al-Anfal: 8)
Surat Al-Anfal ayat 8 menegaskan bahwa kebenaran bukan milik satu pihak yang digunakan untuk menafikan pihak lain. Al-haqq bukan trofi kemenangan yang diangkat tinggi-tinggi, melainkan spirit yang menggerakkan langkah kaki perjuangan. Maka kita perlu bertanya: apa makna al-haqq dalam ruang kebersamaan Paseban Majapahit—terutama pada zaman talbis: ketika al-batil (kebatilan) menyamar dan disamarkan sebagai al-haqq (kebenaran)?
Kita merindukan ruang pertemuan yang lapang—tempat manusia bertemu, mendengar, dan berbagi. Dirawat sedemikian rupa untuk menjaga benih kebenaran tumbuh dan berbuah. Diberi galengan cinta agar tata kelola ‘ilmul yaqin, ‘ainul yaqin dan haqqul yaqin tidak saling bertabrakan.
Semesta perjumpaan itu lantas diberi nama Paseban Majapahit, karena kesadaran sebagai raja sekaligus kawula bertemu dalam satu ruang yang manunggal. Para salik Paseban Majapahit adalah manusia yang berhati jujur, andhap asor, dan tidak merasa paling tahu—meski melewati jalan itu rasanya pahit dan tidak populer.
Jika Milad ke-8 Paseban Majapahit dilihat dari surat ke-8 (Al-Anfal) ayat 8 kita akan memperoleh gambaran utuh tentang al-haqq dan al-batil. Al-Anfal ayat 8 mengajak kita memaknai ulang relasi antara al-haqq dan al-bāṭil. Bukan untuk mempertajam konflik identitas, melainkan untuk menakar nafas panjang perjuangan kita.
Tasyakur ini merupakan afirmasi keyakinan sekaligus penyucian komitmen. Apakah nafas panjang dan atmosfer tata kelola perjuangan kita compatible dengan taburan hikmah dari Allah Swt yang menetapkan kebenaran dan membatalkan kebatilan?
Kita hidup pada masa ketika identitas sering dijadikan senjata. Kata “kafir” dilontarkan seringan menyebut merek rokok. Paseban Majapahit mewaspadai bahaya ini karena labeling semacam itu adalah praktik dominasi yang mengatasnamakan agama untuk tameng kekuasaan.
Selama delapan tahun Paseban Majapahit menjadi saksi bahwa kebenaran tidak selalu harus diteriakkan. Kadang, kebenaran hadir dalam keresahan yang diam, air mata yang basah, atau canda tawa yang jujur. Setiap saat kebenaran dan kebatilan berperang brubuh dalam ruang batin kita. Sehingga kita tidak perlu besar kepala karena merasa berhasil menegakkan kebenaran di luar diri kita.
Ketika kita sibuk saling menyerang atas nama al-haqq dan al-bāṭil, yang sesungguhnya terjadi adalah adegan kemusyrikan. Kebenaran yang aslinya datang dari Allah diputus jalurnya lalu diakui milik kita. Memutus jalur kebenaran dari Allah lalu menjadikannya sebagai benere dhewe atau benere wong akeh merupakan perilaku syirik. Sesungguhnya syirik kepada Allah merupakan kezaliman yang besar (Q.S. Luqman: 13). Ini kesalahan teologis (inna al-syirka) berakibat sangat fatal karena menyumbang kegelapan sosial (ladhulmun ‘adhim).
Resistensi terhadap kebenaran tidak selalu datang dari luar. Ia bisa lahir dari dalam diri kita yang merasa telah memperoleh kebenaran. Saat kita sibuk mempertahankan posisi kebenaran versi sendiri atau versi kelompok ketimbang menghidupi kebenaran yang Pemiliknya adalah Allah Swt (al-haqqu min rabbika), maka al-haqq akan beringsut pergi. Justru karena itu jangan sampai kita kepaten obor Maiyah.
Alhamdulillah, Paseban Majapahit menjaga nyala itu—nyala kejujuran, nyala kebersamaan, nyala kasih sayang paseduluran. Selamat mensyukuri Milad ke-8 Paseban Majapahit.
Jombang, 20 Juni 2025