CakNun.com

Belajar Kepada Monyet, Refleksi Diri, Hingga Tadabbur Al-Kafirun

Catatan Majelis Maiyah Kenduri Cinta ke-198, 15 Februari 2019
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 10 menit

Cak Nun menyampaikan bahwa di Maiyahan ini kita membangun jalinan silaturahmi melalui komunikasi. Sehingga sering kali di Maiyahan kita membicarakan apa saja, tetapi memiliki benang merah satu dengan yang lainnya. Cak Nun menceritakan ketika Maiyahan di Ngluwar bulan Januari lalu, ketika Nuriadi naik ke panggung, banyak orang salah sangka, dikira hendak membuat onar. Namun justru kemudian yang terjadi adalah apa yang disampaikan oleh Nuriadi adalah ilmu yang begitu besar nilainya, yang sebelumnya tidak diduga oleh banyak orang akan disampaikan oleh Nuriadi. Dari penampilan saja, orang tidak akan menyangka bahwa Nuriadi memahami nilai-nilai dasar Islam, namun sangat tegas disampaikan oleh Nuriadi di panggung Maiyahan saat itu. Videonya bisa disimak di channel Youtube CakNun.com.

Cak Nun kemudian meminta kepada Mas Sabrang untuk menjelaskan tentang monyet. Dari beberapa penelitian tentang monyet ada banyak ilmu yang bisa dipetik hikmahnya. Selanjutnya, diskusi interaktif antara Cak Nun dengan Mas Sabrang berlangsung sangat menarik. Pantikan-pantikan yang disampaikan oleh Cak Nun direspons oleh Mas Sabrang dengan penjelasan yang lugas.

Mas Sabrang menjelaskan, ada sebuah penelitian tentang monyet. Dalam sebuah kandang monyet terdapat 5 ekor monyet, kemudian ada sebuah tangga yang di puncak tangga tersebut terdapat pisang. Setiap ada satu ekor monyet yang menaiki tangga untuk mengambil pisang, monyet yang lain akan disemprot air yang dingin. Setiap ada satu ekor monyet yang menaiki tangga, monyet-monyet lain di dalam kandang akan disemprot air dingin. Semakin hari, berdasarkan pengalaman itu, yang terjadi kemudian adalah setiap ada satu monyet yang mencoba menaiki tangga, ia akan ditarik oleh monyet lainnya, kemudian dipukuli. Monyet-monyet itu sadar bahwa jika ada yang menaiki tangga, maka akibatnya adalah monyet yang lainnya yang menerima hukuman disemprot air.

Kemudian, secara bergiliran, satu persatu monyet di dalam kandang dikeluarkan dan digantikan oleh monyet yang baru. Monyet yang baru masuk tidak mengetahui aturan main di dalam kandang, dia bingung ketika dia menaiki tangga kenapa ditarik oleh monyet lainnya kemudian dipukuli. Hingga akhirnya tertanam dalam alam bawah sadarnya bahwa menaiki tangga itu adalah sebuah pelanggaran. Hukum rimba sudah berlaku, tanpa ada hukuman disemprot dengan air dingin, monyet-monyet itu sudah menyadari bahwa menaiki tangga untuk mengambil pisang adalah sebuah pelanggaran. Hingga akhirnya 5 monyet generasi awal yang merasakan hukuman semprot air dingin sudah tergantikan dengan monyet-monyet yang baru. Tetapi, karena hukum sudah berjalan dengan baik, monyet-monyet yang baru itu sudah memiliki kesadaran untuk tidak berani menaiki tangga untuk mengambil pisang. Mereka tidak mengetahui ada sejarah hukuman semprot air dingin, yang mereka ketahui adalah mereka tidak boleh menaiki tangga apalagi sampai mengambil pisang di puncak tangga itu.

Cak Nun kemudian merespons paparan Mas Sabrang itu dengan menyampaikan bahwa kita hari ini seperti monyet-monyet itu. Ada banyak hal yang kita lakukan tanpa kita mau mencari apa asal-usulnya kita melakuan hal tersebut. Kita melakukan sesuatu hanya karena kita mengikuti apa yang dilakukan oleh generasi sebelum kita.

“Ada kenyataan yang bersifat fakta, ada kenyataan yang bersifat makna”, Sabrang melanjutkan. Sebelumnya, Cak Nun menacing Mas Sabrang untuk menjelaskan bahwa orang Barat melakukan perjalanan yang sifatnya keluar dari dirinya, sementara orang Timur melakukan perjalanan yang sifatnya ke dalam dirinya. Ada dua hal yang selalu berinteraksi dalam kehidupan manusia adalah bahwa setiap ada fakta maka ada pemaknaan di dalamnya. Antara fakta dan makna selalu berkesinambungan, selalu berulang, selalu lopping dalam hidup manusia. Setiap fakta memiliki makna, bahkan setiap fakta memiliki banyak makna yang berbeda.

“Saya sendiri melihat bahwa Al-Qur`an bukan mempresentasikan fakta, tetapi Al-Qur`an mempresentasikan makna”, lanjut Mas Sabrang. Fenomena yang terjadi di Barat, mengapa sains berkembang begitu pesat, karena yang dicari adalah fakta. Fakta-fakta ilmiah bagi orang Barat adalah sebuah pencapaian yang sangat membanggakan, tetapi bagi orang Timur tidak berlaku demikian. Tidak peduli berapa tinggi suhu matahari, berapa jarak antar galaksi, karena yang paling penting bagi orang Timur adalah bagaimana manfaat seluruh elemen ciptaan Tuhan memberikan manfaat bagi dirinya dan juga bagi orang-orang di sekitarnya. Naluri dasar peradaban orang Timur adalah harus menemukan makna terlebih dahulu dari setiap fakta.

Tentang Muslim dan Kafir

Menjelang pukul 2 dinihari, hujan turun secara perlahan, hingga akhirnya cukup deras. Jamaah pun merapat ke panggung, untuk berteduh di bawah tenda. Sebagian yang lain bertahan dengan guyuran hujan, sementara yang sebelumnya duduk di atas terpal, mengubah fungsi terpal dari alas duduk menjadi payung untuk berteduh bersama. Keindahan harmoni suasana Kenduri Cinta seperti ini bukan terjadi satu-dua kali, pada setiap hujan turun, maka masing-masing mengupayakan keamanan dan kenyamanan bersama. Tidak ada niatan untuk kemudian segera beranjak meninggalkan forum, karena eman untuk melewatkan kegembiraan dan kemesraan seperti ini.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

Topik