Lima Sektor Penting di Masa Pandemi Corona
Rabu, 15 April 2020 lalu saya mengikuti Reboan on The Sky via Zoom. Tiga puluh lima orang hadir pada majelis daring ini. Dan, buat saya ini adalah pertemuan kedua dengan para Marja´ Maiyah dan Sedulur Maiyah lainnya melalui aplikasi Zoom ini. Kesempatan spesial buat saya untuk bisa ngangsu kawruh kepada beliau-beliau.
Pukul 14.30 waktu Jerman atau 19.30 Waktu Indonesia bagian Barat, Reboan on the Sky ini dilangsungkan. Tertera di screen dua tema utama. Pertama, “Post Covid-19: From the Fall of Capitalism to the Rise of Civil Solidarity” yang disampaikan oleh Mas Ian L. Betts, dan kedua, “Antara Awareness dan Consciousness: Maiyah Merespons Covid-19” yang disampaikan Mas Sabrang MDP.
Berikut beberapa hasil catatan saya. Dari media Guardian, Mas Fahmi menyitir sebuah berita bahwa bisa jadi butuh waktu hingga 5 tahun untuk kembali pada kondisi normal seperti sebelum virus Corona datang. Pertanyaannya, apa yang perlu dipersiapkan para Jamaah Maiyah?
Mas Sabrang mengajak teman-teman membayangkan jika kondisi seperti ini akan berlangsung selamanya. Pengandaian ini dirasa lebih baik agar kita bisa bersiap-siap, yakni melakukan sesuatu agar kita bisa bertahan hidup dalam kondisi yang terburuk.
Dalam pandangan Mas Sabrang, adanya goncangan dari koordinat lama ke koordinat baru inilah yang akan memunculkan kesempatan bagi manusia untuk mencari dan menata keseimbangan baru. Sebab, salah satunya, semua bakal back to zero, dan kembali pada diri masing-masing bagaimana bisa survive dalam ketidakpastian ini.
Dalam manajemen bencana, terutama seperti pandemi Covid-19 ini, ada lima sektor dasar yang harus dipersiapkan dengan baik dalam situasi pra krisis, krisis, maupun pasca krisis. Di antara sektor tersebut adalah bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan, keagamaan, dan yang tak kalah penting adalah psikologi. Dibutuhkan pemetaan dan skenario atas masalah-masalah mungkin muncul pada lima bidang tersebut berikut solusinya.
Dalam kesempatan ini saya bertanya kepada Mas Sabrang tentang bagaimana dampak psikologis atau keadaan psikologis masyarakat dalam menghadapi pandemi ini. Apalagi melihat perkembangan dalam masyarakat muncul stigmatisasi terhadap pasien terinfeksi virus Corona hingga muncul perilaku penolakan jenazah Covid-19. Padahal, seperti diketahui, ketika sudah dikebumikan sesuai protap yang berlaku, tiada lagi virus yang membahayakan pada jenazah tersebut. Virus akan mati jika inangnya sudah meninggal.
Mas Sabrang menggambarkan sisi psikologis masyarakat, terutama psikologi personal orang ketika dihadapkan pada suatu masalah. Reaksi yang muncul adalah antara flight or fight. Fight berarti manusia bersiap berjuang untuk segera menghadapi tantangannya, sedangkan flight adalah memilih lari dari permasalahan, bersikap acuh tak acuh. Reaksi flight terjadi ketika manusia merasa bahwa dirinya sebagai korban, sehingga menimbulkan stres dan kondisi memburuk dalam dirinya.
Sedangkan fight adalah bagaimana caranya manusia segera bangkit setelah melihat masalah di depan mata dan mencoba mengkreatifi hidup secara responsif. Semakin cepat manusia berada di jalur fight ini, maka semakin baik tingkat pemecahan masalah dan akan melahirkan banyak kemungkinan jawaban untuk menghadapinya.
Awareness dan consciousness memiliki arti sama secara bahasa, yakni kesadaran. Namun jika dibedah lebih lagi, awareness lebih pada kesadaran yang dimiliki oleh semua mahluk hidup.
Contohnya, monyet tidak memiliki representasi simbol. Kesadaran yang ada padanya hanya sebatas ketika ada makanan dan ada bahaya. Dalam consciousness, terdapat simbolik bahasa. Manusia punya bahasa untuk merepresentasi simbol yang diproses lewat panca inderanya.
Tantangannya kemudian, bagaimana kita bisa mentransfer dari awareness ke consciousness? Awareness itu seperti tahap mengenali diri beralih ke consciousness. Itu sudah ada di tahap mengenali Tuhan dan kemampuan mengambil hikmah dari setiap kejadian. Seperti ungkapan yang sudah akrab di telinga kita; Man ‘arofa nafsahu, faqad ‘arofa robbahu. Siapa mengenal dirinya, maka akan mengenal Rabb-nya.
Syeikh Nursamad Kamba juga mendorong agar para Jamaah Maiyah mengakselerasi diri dan menggapai level Mbah Nun, meskipun pada faktanya kita terseok-seok. Kanjeng Nabi pernah suatu ketika berpesan dalam sebuah hadist yang intinya, “Kalian itu harus memberikan prioritas kepada kebijakan pangan”.Sebab bagaimanapun juga, pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dalam bertahan hidup, apalagi dalam situasi krisis seperti sekarang ini.
Yai Toto Rahardjo kemudian mengemukakan dengan mengutip sebuah pesan yang berbunyi small is beautiful. Mungkin cita-cita besar manusia ialah bisa menyelamatkan dunia, berperan besar dalam perubahan-perubahan besar dalam kehidupan. Namun harus diakui dalam situasi krisis penuh ketidakpastian ini yang bisa kita usahakan atau bisa kita ikhitiarkan bersama adalah hal-hal kecil di sekitar kita dan terdekat dengan kita. Dimulai dari kembali ke diri. Bagaimana kita bisa menyelamatkan diri kita sendiri, seperti petuah yang jamak didengar kala kita duduk di dalam pesawat, agar memakai masker kita dulu baru membantu memakaikan masker orang lain. Begitu pun yang terjadi sekarang. Selamatkan diri kita, terlebih di lima sektor utama kehidupan dalam manajemen bencana seperti yang telah disinggung di atas.
Di antara pesan beliau ialah mulai menanam pangan dan kebun bersama. Mulai menanam sayur, minimal dalam pot atau kaleng-kaleng kecil. Mulai solidaritas dari lingkungan lokal, daerah kecil, dan kemudian bergabung atau berkolaborasi. Mulai mendata aset-aset lokal yang ada, apa yang bisa dipertukarkan. Menerapkan manajemen komunitas, metodologi memenuhi diri dahulu baru kemudian yang dikeluarkan hasil produksinya ialah barang-barang yang surplus. Kondisi ini pula mengingatkan beliau pada momen seperti ketika orang melakukan transmigrasi, memulai kehidupan semuanya dari awal.
Collaboration society atau momentum kolaborasi pada segala lini hari-hari ini menjadi sangat penting. Termasuk pula setiap keputusan yang tepat datang dari data-data yang akurat. Adanya database memudahkan siapa yang perlu dibantu. Hilwin, Jamaah Maiyah dari Malang juga mengusulkan kemungkinan adanya cluster yang dibedakan dalam lima bidang di atas untuk kemudian yang berada di satu lini atau satu profesi saling mencoba menganalisis kemungkinan masalah-masalah yang muncul, dan menggali kemungkinan tawaran solusinya.
17.04.2020
Albstadt, Jerman