Papat-Papating Atunggil


Ini mesu diri
Bukan mengurusi kursi
Ini lelaku sejati
Menyelam hingga ke lubuk Sang Diri.
Ini perjalanan nyawiji
Memerdekakan diri
Dari dunia dan ambisi
Kumasuki gerbang telinga Dewa Ruciku sendiri
Pancer dumunung ana aku
Gatiku pikir gatiku raga gatiku rasa
Sadulurku papat kalima pancer
Kang lungguh ana tengahing jagat
Aku pancer dadi ratuning jagat
Papat-papating atunggil
Tunggalku mapat
Papatku manunggal
Jagatku njalma kiblat
Kiblatku njalma jagat
Wahai kalian yang berhamburan di sana
Yang berputar-putar kebingungan
Yang terjebak oleh angin seribu penjuru
Yang tengah buta terhadap kasunyatan
Karena terbentur dinding fatamorgana
Wahai kalian yang terjerembab di lembah-lembah
Yang mempertengkarkan kerendahan
Yang melompati waktu
Karena tidak sabar terhadap ketinggian
Dan tidak bertapa di gua kemuliaan
Tutuplah mulut kalian
Gembok rapat-rapat kedua bibir kalian
Bukalah gerbang jiwa
Bertapalah di sukma
Sumèlèh rebah di telapak tangan Sang Maha Titah
Kalian adalah Bima
Yang disorong merenangi samudera
Belajarlah tetap bernapas
Di sela-sela lalulintas antara air dengan udara
Mulutmu jangan ternganga karena alpa
Hingga dimasuki oleh buih-buih tipudaya dunia
Bertapalah dalam gerak
Bergeraklah dalam tapa
Matahari di depanmu hanya sedepa
Tempuhlah dengan kesabaran dan puasa
Takkan tersentuh oleh tanganmu yang fana
Karena ia akan datang menyapa
Ketika jiwamu baka
Madhep mantep sumeleh teteg
Sidik amanah tabligh fathonah
Berhentilah gugup oleh bayangan-bayangan fana
Merdekakan diri dari kerumunan prasangka
Menep bersila di gua baka
Yogya, 17 Maret 2018