CakNun.com

Renungan Cah Angon, Sinau Bareng, dan Respon Kita terhadap Teknologi Baru

Kenduri Cinta Mei 2025
Ian L. Betts
Waktu baca ± 6 menit

Lir-Ilir

Judul Kenduri Cinta edisi Mei 2025 ini merujuk pada Lir Ilir, tembang Jawa yang dituturkan oleh Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo, yang menggunakan seni dan musik untuk menyebarkan ajaran Islam di Jawa di abad 16. Lir-Ilir memiliki makna yang dalam dan penting secara budaya. Liriknya mengandung pesan simbolis yang mendorong kebangkitan spiritual dan tanggung jawab moral yang dieksplorasi dan disebarkan oleh Cak Nun saat ia merilis versinya sendiri dari lagu tersebut pada akhir tahun 90-an bersama KiaiKanjeng. Konon, lagu tersebut diciptakan selama masa transisi dari kerajaan Hindu-Budha di Jawa ke pemerintahan Islam, khususnya di Kesultanan Demak.

Lir-Ilir berfungsi sebagai “jembatan budaya, yang membuat ajaran Islam lebih mudah diakses oleh masyarakat Jawa.” Referensi-referensinya terhadap alam, kehijauan, dan desa pertanian menekankan pertumbuhan spiritual, mendorong individu untuk bangkit dari rasa puas diri dan merangkul iman dan kepemimpinan. Para siswa karya Cak Nun mengatakan bahwa relevansi Lir-Ilir terletak khususnya dalam konteks pendidikan karakter, bagaimana lagu tersebut menyampaikan nilai-nilai moral, termasuk etika, kebijaksanaan, persatuan, dan cinta, yang penting untuk membentuk individu dalam masyarakat modern; bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai ini ke dalam pendidikan dapat membantu mengatasi kemerosotan moral di era “Masyarakat 5.0”, di mana teknologi digital dan kecerdasan buatan secara signifikan memengaruhi interaksi manusia. Bagi Cak Nun, mereka mengatakan, menerapkan prinsip-prinsip Lir-Ilir dalam pendidikan moral dapat menumbuhkan pengembangan karakter yang lebih kuat, kesadaran etika, dan tanggung jawab sosial.

Tata musik KiaiKanjeng mencerminkan kearifan lokal, mengadaptasi berbagai gaya musik sambil mempertahankan identitas budaya Jawa yang khas. Pertunjukan mereka, termasuk di pertemuan Maiyah dan Sinau Bareng, menekankan tema-tema spiritual dan filosofis, yang selaras dengan pesan-pesan yang ditemukan dalam Lir-Ilir. Penggunaan lagu ini oleh Cak Nun menekankan kedalaman spiritual dan filosofisnya, khususnya dalam konteks ajaran Jawa-Islam. Ia menyajikan Lir-Ilir sebagai panggilan untuk bangun — tidak hanya secara fisik, tetapi juga spiritual. Liriknya mendorong individu untuk bangkit dari rasa puas diri dan secara aktif terlibat dalam perbaikan diri dan keimanan.

Gambaran tanaman hijau melambangkan kedewasaan spiritual dan kesiapan untuk merangkul kesadaran yang lebih tinggi – sebuah metafora untuk pembaruan pribadi dan masyarakat. Lagu ini mendesak pendengar untuk memperbaiki pakaian mereka yang robek, melambangkan perlunya memperbaiki kesalahan dan mempersiapkan diri menghadapi tantangan hidup. Cak Nun menghubungkan hal ini dengan pentingnya kehidupan yang etis dan keharmonisan sosial. Melalui penampilannya bersama KiaiKanjeng, Cak Nun memadukan musik tradisional Jawa dengan elemen-elemen kontemporer, membuat Lir-Ilir dapat diakses oleh khalayak modern sambil melestarikan esensi budayanya.

Islam dan Nabi Saw.

Dalam kehidupan pribadi kita dan saat menghadiri pertemuan Maiyah dan Sinau Bareng, kita mengingat kehidupan Nabi Muhammad Saw. dan kita fokus pada “jalan” Nabi, belajar dari kehidupannya, bagaimana ia menjalaninya, dan peristiwa serta perkembangan yang terjadi di dalamnya. Saya suka membaca biografi Nabi agar saya dapat mengikuti jejak hidupnya, memahami lebih dalam peristiwa yang melibatkannya dan yang ia bawa, sehingga saya dapat lebih menghargai zamannya dan budaya tempat ia berada. Dalam upaya mengikuti teladannya, apa yang dapat kita pelajari? Kita dapat belajar banyak tentang moralitas dan ajaran moral, bagaimana berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain. Al-Qur’an memiliki banyak ayat yang memerintahkan umat Islam tentang bagaimana mereka harus berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain serta dengan alam dan lingkungan. Kita dapat belajar tentang kepemimpinan dan bagaimana memerintah orang lain secara adil dan jujur. Ada pelajaran yang dapat dipelajari dari sejarah awal Islam, dengan perang dan konfliknya, sama seperti di masa damai dan kehidupan sipil. Kita belajar tentang keadilan itu sendiri, bersama dengan nilai-nilai belas kasih dan kasih sayang. Dan kita belajar tentang iman dan keraguan, tentang menjunjung tinggi keluarga di atas segalanya. Semua ini dapat kita peroleh dari mempelajari Al-Qur’an. Dan di atas segalanya, kita belajar tentang cinta. Apakah Anda mengenali sesuatu di sini? Ini juga merupakan nilai-nilai yang kita junjung tinggi sebagai komunitas Maiyah.

Nabi Muhammad harus belajar beradaptasi dengan tantangan yang harus dihadapinya selama hidupnya dan banyaknya ancaman yang ditujukan kepadanya saat ia mencabut dan mengubah masyarakat. Al-Qur’an memiliki banyak contoh di mana Nabi Muhammad berada di bawah ancaman fisik dan politik selama hidupnya, dan ayat-ayat tersebut menunjukkan tanggapan dalam firman Tuhan. Hijrah adalah contoh terbesar. Pelarian dari Mekkah ke Madinah menyebabkan budaya yang sama sekali baru di mana Islam adalah sumber otoritas yang utama dan di mana Al-Qur’an adalah wahyu yang hidup, turun hari demi hari dalam kehidupan Nabi. Ayat-ayat ini membantu kita memahami cara menanggapi tantangan dan ancaman yang kita hadapi dalam hidup kita sendiri di masa-masa sulit atau kemerosotan ekonomi, konflik, dan perubahan teknologi yang hebat.

Mei adalah bulan kelahiran Cak Nun. Akademisi dan penulis Prancis terkemuka tentang Islam Eropa, Tariq Ramadan, menulis sebuah buku beberapa tahun yang lalu – “Menapaki Jejak Nabi”. Saya memberikan salinan buku itu kepada Cak Nun pada hari ulang tahunnya beberapa tahun yang lalu, dengan tulisan:

“Tidak seorang pun yang mengikuti jejak itu sedekat dan sedalam dirimu”.

Jika kita ingin memahami lebih dalam, kita dapat mempelajari Azbabun Nuzul untuk mendapatkan wawasan yang lebih dalam tentang konteks dan makna setiap ayat dan keadaan saat itu. Cak Nun memperkenalkan saya pada Azbabun Nuzul dan itu memberi saya perspektif yang sama sekali baru tentang membaca Al-Qur’an dan belajar dari kehidupan Nabi Saw. Sebagai anggota komunitas Maiyah, kita memiliki tanggung jawab untuk bersikap proaktif dalam mempelajari dan mempersiapkan diri menghadapi tantangan dan ancaman. Beberapa tantangan dan ancaman mungkin tidak tampak seperti tantangan dan ancaman. Media sosial memang hebat, tetapi bagaimana dengan waktu yang kita habiskan di sana dan kekecewaan yang ditimbulkannya serta komersialitas yang ditimbulkannya? Komunikasi instan memang hebat, tetapi bagaimana dengan kebebasan berbicara dan kebebasan mengkritik? Pembayaran daring dan QRIS memang hebat, tetapi bagaimana dengan pinjaman dan perjudian? AI memang hebat, tetapi bagaimana dengan risiko menjadi terlalu bergantung padanya dan kehilangan kemampuan menganalisis? Ini adalah pertanyaan yang harus kita bahas.

Megatren

Berbicara tentang menghadapi tantangan dan ancaman, saya baru-baru ini melihat laporan tentang “megatren” dari Dubai Future Foundation. Laporan ini membahas tentang perkembangan baru dalam sains dan teknologi yang perlu kita pelajari dan pahami. Selama dua setengah tahun kita telah membahas tentang AI dan teknologi baru di Kenduri Cinta. Perkembangan ini memang menarik, tetapi untuk memahami dan tetap menjadi yang terdepan, serta mengendalikan penggunaannya, kita perlu bekerja keras. Berikut ringkasan poin-poin utamanya.

Revolusi Material:
Kemajuan dalam material biomimetik, superkonduktor, dan material kuantum membentuk kembali industri.

Data Multidimensi Tanpa Batas:
Ledakan data dan komunikasi kuantum mendorong kemungkinan-kemungkinan baru.

Kerentanan Teknologi:
Keamanan siber dan ketahanan digital menjadi semakin penting.

Batasan Energi:
Inovasi dalam energi bersih dan mineral penting menentukan masa depan keberlanjutan.

Ekosistem yang Berkembang:
Perubahan iklim dan keanekaragaman hayati memengaruhi strategi global.

Dunia Tanpa Batas – Ekonomi Cair:
Struktur ekonomi menjadi lebih fleksibel dan saling terhubung.

Realitas Digital:
Metaverse dan teknologi imersif mengubah interaksi manusia.

Hidup dengan Robot Otonom dan Otomatisasi:
AI dan robotika terintegrasi lebih dalam ke dalam kehidupan sehari-hari.

Manusia Masa Depan:
Kemajuan dalam kesehatan, nutrisi, dan bioteknologi membentuk umur panjang manusia.

Laporan tersebut menekankan pentingnya pandangan ke depan yang strategis dalam menavigasi megatren ini dan memanfaatkannya untuk peluang masa depan. Sebagai Jamaah Maiyah, kitalah yang harus menyediakan pandangan ke depan yang strategis itu. Kegagalan untuk melakukannya akan membuat kita hanya menjadi konsumen teknologi orang lain, bukan penguasa teknologi kita sendiri. Inilah tantangan dan ancaman zaman kita. Anda dapat berperan dalam hal ini jika Anda bekerja di bidang fisika dan ilmu material, manajemen data dan keamanan siber, energi dan mineral penting, lingkungan, perubahan iklim dan keanekaragaman hayati, ekonomi, teknologi digital dan realitas virtual, AI, robotika, kesehatan, nutrisi, dan bioteknologi. Kami membutuhkan Anda, sama seperti kami membutuhkan seniman dan ekonomi kreatif, pembuat film dan konten, pencinta lingkungan dan aktivis sosial, penulis dan musisi, dan semua orang lainnya.

Jadi, mengingat diskusi tentang Lir-Ilir, kehidupan Nabi, Islam, dan nilai-nilai Maiyah, bagaimana kita dapat mengintegrasikan apa yang kita pelajari dan menggunakannya untuk lebih memahami dan menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh tren yang akan datang? Itulah pertanyaan yang saya ajukan untuk Kenduri Cinta pada hari Jumat, 16 Mei. Mari kita bahas bersama.

***

Terima kasih kepada kontributor di bawah ini atas sumber-sumber tentang Lir Ilir:

  • The Relevance Of The Song Lir-Ilir According To Emha Ainun Najib (Cak Nun) For Character Education, by Muhammad Imamul Muttaqin, Amelia Khoirun Nisa’, Aisya Nazwalina Vidiani, Fia Aulia Infazhah, Fuad Muzaki Munawar and Mutiara Balgista Habibilah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.
  • Seni Musik KiaiKanjeng Dalam Perspektif Budaya Dan Perkembangan Seni Musik (1994-2022). Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam (SPI). Disusun Oleh: Mahfud Anan, Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2022
Ian L. Betts
Ian Leonard Betts, lahir di London April 1964. Lulusan Exeter University, Master International Studies, 2003. 1994 belajar Pokok-Pokok Al Qur’an dan Filsafat Islam di Institut Paramadina. Author of Jalan Sunyi Emha.
Bagikan:

Lainnya

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Rakyat kecil kebagian remah kemakmuran berupa upah buruh murah, dan negara kebagian remah kemakmuran berupa pajak.

Nahdlatul Muhammadiyyin
NM

Topik