CakNun.com

Ngalap Berkah dari Cak Nun

Fahmi Agustian
Waktu baca ± 4 menit
Bantul, 24 Mei 2017. Foto: Adin (Dok. Progress).

Saya cukup beruntung menjadi salah satu orang yang dipercaya untuk menjadi media penyambung jika ada Jamaah Maiyah yang meminta nama bayi kepada Cak Nun. Tentu saja melalui “pintu utama“ komunikasi dengan Cak Nun, yaitu almarhum Gandhie. Allahu yarhamhu.

Tentu ada banyak alasan bagi mereka, para Jamaah Maiyah yang meminta nama bayi dari Cak Nun. Saya yakin bukan sekadar ikut-ikutan saja. Tapi memang ada sesuatu yang melandasi keinginan mereka untuk ingin ngalap berkah dari Cak Nun melalui nama bayi. Cak Nun memang memiliki ciri khas tersendiri saat menyusun nama bayi. Mungkin hal ini juga yang menjadi alasan banyak orang meminta nama bayi kepada Cak Nun.

Dulu, saat saya dan Gandhie masih sama-sama jomblo, selalu ada gojekan kere antara kami berdua jika ada Jamaah Maiyah yang menghubungi kami untuk meminta nama bayi dari Cak Nun. “Arek-arek iki kok bral-brul, monak-manak ae…. Awak dhewe jeh pancet njomblo…”. Masa-masa perjuangan dimana kami cangkrukan di Sevel Mampang Prapatan, setelah bubaran pabrik, hingga tengah malam. Masa-masa dimana kami berdua menertawakan apa saja persoalan yang datang dan harus kami hadapi.

Sebuah ironi. Saya dan Gandhie yang saat itu masih jomblo, menjadi wasilah nama bayi yang dimintakan kepada Cak Nun. Bahkan Gandhie, hingga akhir hayatnya, tidak sempat memintakan nama untuk anaknya sendiri kepada Cak Nun. Al-Fatihah untukmu, Gandh.

Jika direkap, mungkin sudah lebih dari seribu jumlah nama bayi yang dimintakan melalui Gandhie dan saya. Dan memang Cak Nun sendiri yang memberi aturan, bahwa jika ada yang meminta nama bayi, hanya melalui Gandhie. Meskipun ada yang meminta nama bayi melalui Cak Zakki sekalipun, tetap saja disetorkan ke Gandhie terlebih dahulu permintaannya, baru kemudian Gandhie meminta kepada Cak Nun. Karena memang Gandhie adalah yang paling faham, kapan harus meminta nama bayi kepada Cak Nun. Selain karena Gandhie juga adalah yang sangat rajin mencatat nama-nama bayi itu, yang kemudian saya dokumentasikan, dan beberapa diantaranya sudah dipublikasikan di website caknun.com pada rubrik Nama Hari Ini.

Ada masanya, nama bayi sudah dimintakan kepada Cak Nun, membutuhkan waktu cukup lama, bisa 2-3 hari. Tapi sering juga hanya dalam waktu beberapa menit saja setelah permintaan nama bayi itu disampaikan, Cak Nun sudah memberikan nama.

Tadi malam, di forum Kenduri Cinta, setelah saya mempersilakan Mas Anies Baswedan untuk duduk di panggung, saya duduk di belakang Mas Anies. Tiba-tiba ada seorang Ayah muda, menggandeng putrinya yang sangat cantik. Ayah muda itu menyampaikan kepada saya: ”Namanya; Menur”. Kemudian Ayah muda itu memperkenalkan saya kepada putrinya itu; ”Ini Om Fahmi, yang membantu memintakan nama kamu kepada Cak Nun”. Peristiwa kecil yang membuat saya trenyuh dan terharu.

Sesaat kemudian, Ayah muda itu meminta putrinya yang cantik itu mencium tangan saya, dan meminta berfoto dengan saya. Kemudian, saya pangku dia, dan Ayahnya mengabadikan momen sesaat malam tadi. Sayangnya, saya tidak sempat meminta hasil jepretan foto itu tadi malam.

Saat mereka berpamitan, saya usap kepala putrinya, saya doakan semoga dia sehat selalu dan menjadi putri yang membahagikan kedua orang tuanya. Saya kemudian tertegun, ternyata, peristiwa yang sederhana, hanya menjadi penyambung komunikasi memintakan nama bayi, cukup berkesan bagi mereka yang memintakan nama bayi kepada Cak Nun melalui saya.

Jumlah nama bayi yang terpublikasi di website caknun.com tentu tidak mencatat semua nama bayi yang pernah diberi oleh Cak Nun. Karena nama-nama itu mayoritas adalah nama-nama yang tercatat saja di data Gandhie dan saya. Ada ribuan nama yang mungkin tidak sempat terlacak oleh kami. Tapi, apapun itu, berapapun jumlah nama bayi yang sudah dibuat oleh Cak Nun, semoga bayi-bayi itu, yang mungkin sekarang usianya sudah remaja, bahkan mungkin sudah banyak yang sekarang berkeluarga dan memiliki anak, kemudian juga anaknya dimintakan juga kepada Cak Nun, semoga nama-nama itu memberkahi hidup mereka.

Dan kemudian, saya kembali merenungkan peristiwa malam tadi. Ini baru nama bayi saja. Sementara, Cak Nun seringkali didatangi oleh orang untuk mengeluhkan persoalan hidupnya. Ada yang terlilit utang, ada yang punya masalah dengan istrinya, ada yang kehilangan pekerjaan dan banyak lagi persoalan yang mereka keluhkan kepada Cak Nun.

Kenduri Cinta edisi Mei 2025 bulan ini mengangkat sebuah tema yang spiritnya diambil dari Album ”Menyorong Rembulan”, yaitu bagaimana Cak Nun menafsirkan Cah Angon yang disebut dalam lirik syair Lir-Ilir. Cah Angon itu adalah sosok penggembala, yang memiliki daya menggembala. Cak Nun sering menyebut di Maiyahan bahwa seluruh Nabi itu pernah menggembala Kambing. Tentu ada makna tersendiri yang tersirat maupun tersurat dari fenomena itu. Kenapa Nabi-Nabi itu mengalami proses menggembala binatang terlebih dahulu sebelum mereka menggembala manusia.

Hari ini, saya melihat fenomena bahwa Bangsa Indonesia ini sedang kehilangan orang tua. Tidak ada yang mengasuh, tidak ada yang ngangon. Rakyat berlarian kesana-kemari, menghadapi persoalan hidupnya sendiri-sendiri, dan Negara tidak bisa diharapkan kehadirannya, jangankan untuk menyelesaikan persoalan sehari-hari rakyatnya, sekadar untuk hadir dan menemani rakyat saja, Negara abstain.

Sejarah perjalanan Cak Nun sendiri, sejak masih usia muda, selalu menemani rakyat. Dalam skala nasional, kita bisa menyebutkan satu per satu; Lautan Jilbab, Kedung Ombo, hingga Reformasi 1998 hanyalah sedikit dari sekian banyak peristiwa bagaimana Cak Nun ngangon Bangsa Indonesia. Maka, saat Cak Nun menulis sebuah tulisan berjudul ”Anak Asuh Bernama Indonesia” di tahun 2016 adalah sebuah tulisan yang tidak berlebihan. Karena memang Cak Nun mengasuh Indonesia sepanjang hidupnya.

Tahun ini, Cak Nun berusia 72 tahun. Sudah bukan saatnya lagi kita sebagai Jamaah Maiyah, anak ideologis Cak Nun menuntut untuk disuapi lagi oleh beliau. Sudah saatnya kita disapih, sudah saatnya kita yang meneruskan nilai-nilai perjuangan Cak Nun. Nilai-nilai yang kita yakini di Maiyah ini. Seperti halnya Cak Nun tidak pernah mencita-citakan kapan benih yang sudah ditanam itu akan tumbuh dan berbuah, apakah akan menikmati panennya atau tidak, justru menikmati proses menanamnya itulah yang dinikmati oleh Cak Nun.

Absurd memang. Tapi saya sendiri meyakini bahwa akan selalu ada keberkahan dari perjuangan yang kita yakini dan kita jalani ini di Maiyah. Dan tentu tidak akan saya pungkiri, bahwa ada banyak hal dalam hidup saya yang dipengaruhi oleh Cak Nun dan Maiyah. Ada banyak saudara baru bagi saya yang tersambung silaturahminya di Maiyah. Ada banyak ilmu yang saya dapatkan oleh Cak Nun di Maiyah. Dan Maiyah adalah sebuah arena dan laboratorium tersendiri bagi saya untuk mengeksplorasi banyak hal, terutama di Kenduri Cinta, karena memang saya terlibat di dalamnya.

Cak Nun, selamat ulang tahun. Kami semua kangen, Cak!

Lainnya

Topik