Kenduri Cinta: 25 Tahun dan Terus Berjalan


Selanjutnya, giliran Tri dan Rony naik panggung, memberikan apresiasi kepada mitra-mitra pendukung seperti Neva Sound, Mas Benny, serta BSM yang telah setia membersamai gelaran Kenduri Cinta. Mereka juga menekankan bahwa tidak ada tema spesifik pada edisi ini karena 25 tahun perjalanan telah mencakup banyak topik: dari cinta, teknologi, hingga politik.
Kemudian, Tri mengajak jamaah untuk membagikan kesannya terhadap Kenduri Cinta. Dua orang jamaah, Sigit dari Bekasi dan Syihabudin dari Tangsel, turut berbagi. Bagi Sigit, Kenduri Cinta adalah tempat refreshing dari hiruk-pikuk Jakarta dan dunia luar. Sedangkan Syihabudin mengaku terkesan dengan ambience yang luar biasa, jauh lebih hidup dibandingkan saat ia menyaksikan Kenduri Cinta dari YouTube.
Untuk memulai sesi seremoni, Tri mengajak Hadi, Sabrang, Hendri Satrio, Abdur, Bagus Muljadi, dan Karim naik ke panggung. Hadi membuka dengan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung penyelenggaraan Kenduri Cinta, khususnya di edisi ulang tahun ke-25 ini, termasuk UPPKJ TIM, Jakpro, JFF, JxB, Bapeda, Disbudpar, Dishub, dan banyak lagi. Hadi membagikan pandangannya bahwa edisi Juni 2025 ini disebut sebagai edisi yang spesial, meskipun tidak bermaksud mengurangi keistimewaan edisi-edisi lainnya
Prosesi potong tumpeng pun dilakukan sebagai simbol syukur. Potongan tumpeng pertama dipotong oleh Fahmi dan diberikan kepada Sabrang, sementara Ansa memberikan potongan selanjutnya kepada Hendri Satrio, lengkap dengan kaos merchandise Karya Kenduri Cinta. Perwakilan jamaah juga memberikan tumpeng kepada Mas Adi Pudjo, sebagai salah satu penggiat yang telah setia mendampingi KC sejak tahun 2000. Sebagai penutup sesi seremoni, penggiat membagikan jajan pasar ke jamaah sebagai simbol keakraban dan tradisi lokal yang tetap lestari.

Tidak hanya sekadar ritual tahunan, Kenduri Cinta edisi ini membawa nuansa yang lebih intim. Seperti yang disebutkan sebelumnya, jamaah yang hadir mencari ruang untuk pulang—ruang di mana mereka bisa menjadi diri sendiri, tanpa tekanan, tanpa pretensi. Di tengah dinamika sosial dan politik Indonesia yang semakin kompleks, Kenduri Cinta tetap menjadi oasis spiritual dan intelektual yang langka.
Maiyah menolak dikapitalisasi, menjaga netralitas dan yang terpenting tetap setia membangun ruang kebersamaan.