Mas Tedjo. Mas Anies. Mas Prabowo.
Jumat-Sabtu saya agak padat ini. Tamu-tamu berdatangan menjenguk Mbah Nun. Mas Tedjo cerita, ia dipaksa istrinya segera menengok Mbah Nun.
“Aku ora ngerti berita blass Zak. Dadi ora ngerti Cacak sakit,” kata Mas Tedjo. “Iki arep ke Surabaya, wajib mampir Jogja gawe laporan bojo.”
Bersamaan dengan Mas Tedjo ada Mbak Clara Sinta, putri WS Rendra juga datang menjenguk. Agak enteng tugas saya. Mereka berdua ngobrol akrab. Mas Tedjo datang bersama Mas Nasirun — membawa bingkisan lukisan dan kopyah hitam yang dilukis dengan indah.
“Ini gawe Cacak. Mugo-mugo cocok dan segera sehat yo.” kata Mas Nasirun.
“Sebentar lagi Prabowo datang Mas. Ojo mulih sik,” kata saya.
“Waduh. Piye yo…” sahut Mas Tedjo.
“Rasah piye-piye. Enteni ae. Melu ketemu makili Cacak…”
Tidak lama kemudian Prabowo datang. Agak riuh para satpam Rumah Sakit. Maklum, pejabat. Ibu Novia Kolopaking menemui para tamu dan mengobrol pelan tentang kondisi Mbah Nun.
Sabtu pagi, saya standby karena ada teman-teman KAI ingin hadir dan menjenguk. Sebelum nya ada Cak Imin juga datang dengan tim nya. Di tengah saya menunggu teman-teman KAI — muncul dari lift Mas Anies Baswedan. Tidak ada keriuhan. Hanya dikawal satu temannya.
“Kok ora kabar-kabar Mas.”
“Iki mau bar acara di Palagan. Langsung ke Sardjito,” kata Mas Anies.
Kembali ditemui Ibu Novia Kolopaking. Teman-teman KAI juga datang. Akhirnya kami berdoa bersama. Dipimpin teman dari KAI.
Dalam perjalanan pulang ada yang WA saya, “Mas, aku Gatot, 10 menit lagi izin sowan Cak Nun saget?”
“Monggo di sana ada ibu Novia,” jawab saya.
Sesaat kemudian Ale mengabarkan ke saya ternyata itu tadi Pak Gatot Nurmantyo.
Para sahabat berdatangan, termasuk Muhaimin Iskandar beberapa hari sebelumnya.
Ahmad Syakurun Muzakki
Yogyakarta, Sabtu, 15 Juli 2023