Jannatul Maiyah: Penangkaran Rasa Kemanusiaan

Perempuan memandang hidup sebagai taman bunga, perlu dipupuk, ditata, disiram, dipagari, dan disayangi agar kian hari semakin berseri. Hadiah terbesarnya adalah keindahan, harmoni, keselarasan, dan ketenteraman bathin, namun untuk mendapat itu harus pula menjinakkan laki-laki yang sering merusak impiannya, perempuan perlu mendapat lelaki yang pilih tanding yang kuat secara fisik dan teruji. Maka perempuan bersaing dengan perempuan lainnya untuk menjadi yang terindah dan termekar guna menarik sang laki-laki terbaik yang bisa memberinya perlindungan dan ketenteraman.
Laki-laki menjadi semakin merasa benar menjalani hidup sebagai pemenang, semakin merasa benar menggunakan segala macam cara untuk menjadi juara. Namun tak setiap lelaki kuat bertanding secara fisik, sedangkan ia tak juga ingin kalah. Ia punya kekuatan akal dan tentu saja ingin tampil sebagai juara, maka ia mengedepankan strategi.
Karena kalah secara fisik, maka ia akan menggunakan kekuatan pikiran, kekuatan akal dan keuletan. Sehingga kelicikan dan strategi menjadi rancu dan manipulasi semakin menjadi gejala.
Kelicikan demi kelicikan sesungguhnya menjauhkan dari kodrat kekuatan laki-laki. Karena kelicikan awal mulanya lahir dari laki-laki lemah yang tak sanggup bertanding secara fisik. Mereka mencari jalan keluar untuk membangun kekuatan dengan melibatkan kepandaian membaca peluang dan memanfaatkan situasi.
Kemudian dunia diisi dengan banyak kerusakan daripada pembangunan, semakin banyak diisi kisah pertumpahan darah dan perselisihan daripada persatuan dan kesatuan, semakin hari kedamaian semakin terdesak sehingga peperangan tak terelakkan, brubuh yang merubuhkan kedamaian.
Perempuan yang dikodratkan lebih lemah di wilayah fisik menjadi terombang-ambing dalam permainan laki-laki, banyak dari perempuan menjadi sengsara karena peperangan. Mereka berurai air mata karena taman bunga yang didamba malah menjadi ajang petaka.
Segala kepandaian, kekuatan, kelihaian, diarahkan untuk membuat senjata, untuk menumbangkan lawan. Makanan menjadi langka, karena beras tak bisa tumbuh dari mesiu. pakaian compang-camping sebab penenun terbunuh di medan laga. Rumah dan hunian menjadi tempat berbahaya, banyak yang tumbang dan serba kurang hanya karena berlomba menjadi yang lebih.
Perang usai, laki-laki dan perempuan membangun lagi kehidupan dari bawah. Peperangan telah usai, banyak yang tak lagi mau berperang, banyak yang trauma pada peperangan, banyak yang mengambil keuntungan paska perang, banyak yang merasa saatnya menyambut ketenteraman dan menghindari pertikaian. Banyak yang diam-diam menyadari bahwa peperangan belum usai, sebab ada yang diam-diam tetap terus berusaha menyulut peperangan.
Ada yang mengisi kehidupan sesuai dengan kesenangan, selera, dan kemalasan, karena ia lahir dari semesta saling serang, sehingga kemalasan adalah bentuk lebih baik daripada agresivitas karena agresivitas biasanya berfungsi untuk menghancurkan orang lain dalam peperangan.
Kemudian ada pula yang hidupnya terpaksa berisi derita, tersingkir, terlupa, dan terdera. Mereka menjalani hidup dengan tersiksa. Kemudian ada pula yang hidupnya berisi hingar bingar, kelimpahan kemudahan, berhambur kemenangan dan kesenangan. Mereka menjalani hidup dengan riang tanpa kenal waspada
Kemudian ada pula yang berusaha mengisi kehidupan dengan pijakan paling purwa, yakni mengisi hidup dengan kepandaian, kemampuan, tanggung jawab. Dengan mengharmonikan laki-laki dan perempuan dalam manunggal karsa; manusa, bukan dominasi lelaki bukan pula marjinalisasi perempuan, namun kombinasi lahir dan bathin yang tumbuh dari karsa yang sama sebagai manusia yang punya kebutuhan dan tugas bersama, dimana tugas mengandung unsur yang mengharuskan manusia bekerja sama. Mereka ini yang mewaspadai bahwa perang belum usai, yang berubah adalah medan perjuangannya, sedangkan musuhnya masih sama, yakni yang mau memusnahkan rasa kemanusiaan.
Peserta yang kuat dan bermental pejuang menjadi sedikit, sedangkan peserta terbanyak adalah orang yang mau mendapat banyak kemudahan dengan sedikit perjuangan atau kalau perlu tidak perlu berjuang sama sekali. Benar-benar ciri orang lemah.
Secara tanpa sadar orang-orang membangun kastanya sendiri di era post-modern ini. Ciri-ciri kasta tertinggi adalah yang paling susah ditempuh, paling sedikit pesertanya. Kasta terendah adalah yang paling banyak pesertanya karena mudah ditempuh.
Yang paling sedikit adalah yang menjaga tradisi pengabdian kepada Tuhan, menjaga rasa kemanusiaan yang sama dengan rasa kemanusiaan yang dijaga oleh para pejuang keluhuran sejak dahulu.
Laki-laki tetap menjadi laki-laki, dan perempuan tetap menjadi perempuan, dimana dari keduanya lahirlah peradaban manusa (manunggal karsa).
Tantangan ke depan adalah dunia didominasi oleh orang-orang dengan jiwa kemanusiaan yang rendah. Tidak produktif tapi merasa aktif, membuat onar namun merasa benar. Empati tumpul, perjuangan mandul, enggan bekerja keras, penyia-nyia waktu. Banyak hal tak terurus, karena urusan utama adalah dirinya sendiri. Orang-orang yang selalu teriak keras saat lapar, paling awal hadir saat pesta namun yang paling pertama pergi pada saat menanam. Orang yang paling merasa menderita dan meminta semua dunia membelanya, namun menjadi orang tuli dan buta pada saat ada penderitaan orang lain di depannya. Orang yang merasa patut meremehkan agama, yang merasa pantas melecehkan Tuhan, yang merasa boleh mencibir peribadatan, namun tetap merasa sebagai puncak kebaikan dan kebenaran dari seluruh pelaku kehidupan.
Mereka akan punah, karena itu jaman juga akan segera berubah. Ibarat tanaman, mereka tercerabut dari akar lantas digantikan dengan tumbuhan baru yang masih punya akar yang sehat. Generasi baru pengawal peradaban, yang amanah, yang benar, yang mampu mengabarkan peran, dan mau terus mengasah kepandaian secara harmoni. Yang mau belajar dari kesalahan masa silam, yang berhati-hati pada hari ini, yang waspada menyambut masa depan. Yang mengukir sejarah peradaban akhir, yakni peradaban Balad Al Amiin. Peradaban yang dibangun dengan sistem penuh amanah dalam setiap lini.
Ini adalah sejarah, sejarah tentang manusia. Manusia yang hanya terdiri laki-laki dan perempuan. Kemudian berkembang biak dan melahirkan lebih banyak laki-laki dan perempuan. Kemudian laki-laki dan perempuan ini mengisi kehidupan sesuai kepandaian, kemampuan, tanggung jawab. Mereka melakukannya dengan sukacita.