Menggerakkan Gelombang Keempat
Ini adalah gelombang nilai utama kehidupan yang jika dalam keadaan biasa (tidak bergelombang dan tidak menggelombang) akan tampak lemah dan kalah. Akan tetapi kalau sudah bergelombang, menggelombangkan dan digelombangkan akan terasa energinya. Energi besar yang bisa mengubah keadaan.
Ini adalah gelombang positif yang jika kekuatannya membesar dan membesar serta makin terus membesar akan mampu menghadang dan menghadapi gelombang negatif yang berasal dari pihak yang berpikiran negatif, berperasaan negatif, dan berkehendak negatif. Bahkan seperti yang terjadi saat Fathu Makkah, gelombang positif ini mampu menaklukkan gelombang negatif dan menenggelamkannya dalam dasar sejarah, sementara gelombang positif yang menang justru dirayakan dengan membaca tasbih, tahmid, istighfar yang membahana.
Tasbih, tahmid, dan istighfar pun kemudian menjadi gelombang yang menggelombang, dan menjadi energi yang amat kuat yang bukan saja mengubah keadaan tetapi sampai ke tingkat membalikkan keadaan. Pada saat itu gelombang positif tetap menjadi gelombang positif karena ketika menang masih dikawal Tuhan agar tidak memunculkan satu zarrah pun kebencian dan dendam. Gelombang positif ini justru memunculkan dan meniupkan kasih sayang. Bukan malhamah, tetapi marhamah. Hadza yaumul marhamah. Ini hari bukan hari balas dendam, tetapi hari kasih sayang, maka kasih sayang dan cinta kehidupan bersama yang ditumpahkan di mana-mana.
Mirip dengan pasukan yang dipimpin oleh Shalahuddin Al-Ayyubi ketika membebaskan dan memasuki Yerussalem dengan damai. Pasukan yang kuat yang puncak kekuatannya justru terletak pada kemampuannya menyembuhkan luka-luka zaman karena perang. Shalahuddin Al-Ayyubi yang sangat mencintai Rasulullah yang ketika memompa semangat juang pasukannya dengan merayakan Maulid Nabi ini sungguh mirip pendekar dari timur yang ketika sudah sampai ke puncak ilmu beladiri atau ilmu perang akan bertemu dan mempraktikkan ilmu mengobati dan ilmu menyembuhkan dari luka.
Sang Pendekar Shalahuddin Al-Ayyubi betul-betul mempraktikkan ilmu puncak kependekarannya ketika dia tahu musuhnya, Raja Richard yang bergelar Sang Raja Berhati Singa, luka serius karena dipanah oleh pengkhianat dari bangsanya sendiri dari Eropa. Shalahuddin Al-Ayyubi menyamar menjadi tabib bisa masuk ke dalam tenda Raja Berhati Singa yang luka parah itu kemudian Shalahuddin memberikan obat yang mujarab sehingga raja itu tidak merasa sakit lagi, nyaman bisa tidur nyenyak dan ketika terbangun tubuhnya terasa segar.
Tabib itu telah kembali ke markasnya dan menjadi Shalahuddin Al-Ayyubi yang berwatak keras saat perang dan berwatak sangat lembut ketika damai. Demikian setidaknya kesan anak-anak Muslim Indonesia pasca tragedi politik 1965, yang waktu itu booming komik wayang dan komik bercerita tentang pahlawan dunia Islam, termasuk komik kepahlawanan Shalahuddin Al-Ayyubi yang dalam bahasa anak-anak dikenal sebagai Saladin dan ketika menyamar menjadi tabib disebut Saracen.
Lantas apakah ada hulu nilai kasih, nilai sayang, dan nilai kelembutan walau di tengah suasana yang menegangkan? Ada.
Hulu nilai kasih sayang dan kelembutan ini bernama nilai kesabaran. Dan sabar yang ketiga menjadi nilai dan bisa disebut kesabaran adalah sesuatu yang unik. Dia punya relasi yang khusus dengan shalat. Wasta’inu bishobri was sholah, maka hendaklah kalian minta pertolongan (kepada Allah) dengan (wasilah) kesabaran dan shalat. Permisi tolong kepada Allah dengan wasilah kesabaran dan shalat dijamin akan terkabul. Karena bersabar termasuk akhlaq terpuji dan utama, sedang shalat adalah ibadah yang pelaksanaannya penuh dengan doa. Diawali dengan doa iftitah dan diakhiri dengan salam, doa agar Tuhan senantiasa menebar keselamatan, rahmat dan barokahnya kepada siapapun, kepada alam semesta.
Juga ada relasi khusus dan fungsional antara nilai kebenaran (haq) dengan nilai kesabaran sebagaimana terfirmankan oleh Allah Swt dalam akhir surat Al-‘Ashr. Wa tawashou bil haqqi wa tawashou bish shobr. Ini dalam konteks untuk mentransformasi diri agar tidak termasuk golongan yang merugi karena menterlantarkan waktu. Di dalam surat itu disebut bahwa semua insan (punya potensi) berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang mampu mentransformasi diri menjadi manusia yang beriman dan produktif dengan amal shaleh, juga (produktif) dalam menyampaikan nasihatnya tentang kebenaran dan kesabaran. Jadi kalau menyampaikan kebenaran perlu dilengkapi dengan kesadaran akan kesabaran. Dan ketika menggenggam dan mengoperasikan kesabaran selalu dalam konteks memelihara dan memperjuangkan kebenaran.
Dalam kaitan inilah nilai kesabaran sebagai nilai utama keempat kehidupan (setelah nilai pertama: kejujuran, nilai kedua: keadilan, nilai ketiga: kebaikan) yang perlu senantiasa digelombangkan terus-menerus sehingga menjadi gelombang utama dan arus utama kehidupan ini sendiri. Dengan gelombang kesabaran yang terus-menerus menggelombang dan dihayati hakikatnya dan dipraktekkan sebagai instrumen komunikasi dan relasi sosial bersama maka yang muncul adalah kegembiraan hidup.
Bukankah dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa orang orang yang sabar akan mendapatkan kabar gembira dari langit. Wa basysyiris shobirin. Dan salah satu kabar gembira bagi orang yang bersabar dan senantiasa menggerakkan gelombang kesabaran dia (mereka) akan sampai pada kapasitas, sampai pada kualitas, dan punya kompatibilitas (punya daya kompatibel) bersama atau bermaiyah dengan Allah Swt. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Innalilaha ma’as shobiriin. Manusia penyabar punya kans untuk bertemu Allah dan bersama-sama dengan Allah Swt. Kalau sudah demikian segala kehendak, permintaan, dan doa-doanya akan didengarkan dan dikabulkan Allah Swt. Aamiin.
Gelombang nilai kesabaran adalah gelombang positif, kalau terus digelombangkan maka dapat membersihkan atmosfer kehidupan pribadi, membersihkan atmosfer keluarga, membersihkan atmosfer masyarakat dan bangsa dari segala macam gangguan gelombang nilai negatif yang mungkin mengganggu perjalanan hidup kita bersama.