CakNun.com

Angon Laa Roiba: Cinta Menemani, Keyakinan Melayani

Kenduri Cinta edisi Mei 2025
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 27 menit
Dok. Kenduri Cinta

Dalam refleksinya, Ansa juga mengutip salah satu tulisan penting Cak Nun berjudul “Kita ini Penggembala atau Gembalaan”, yang terbit di Republika pada tahun 2001. Tulisan itu menggarisbawahi filosofi “bocah angon” atau anak gembala, yang dalam pandangan para Wali di Jawa, justru menjadi lambang kepemimpinan sejati. Penggembala sejati memilih berada di belakang, bahwa kepemimpinan tidak selalu harus di garis depan. Seorang pemimpin justru adalah sosok yang membimbing dari belakang, menjaga agar yang digembala tetap berada di jalur yang benar, tanpa kehilangan arah.

Ansa menekankan bahwa pemimpin seperti itu adalah mereka yang tidak rakus kuasa, bersahaja dalam laku hidup, egaliter, siap menghadapi kenyataan paling keras dalam kehidupan rakyatnya. Kita membutuhkan manusia yang bersedia menjadi biasa, yang justru karena itulah paling layak untuk memimpin. Dalam konteks ini, “Angon Laa Roiba” bukan sekadar tema, melainkan tawaran cara hidup dan kepemimpinan: menggembala tanpa ragu, membimbing tanpa memaksa, memimpin tanpa haus kuasa. Sebuah laku yang lahir dari cinta dan keyakinan, bukan ambisi dan kekuasaan. Ansa menutup pendapatnya dengan memberikan pelantang dan meminta moderator untuk melanjutkan.

Setelah Ansa menyampaikan pemantik awal, Mizani kemudian mempersilakan Karim untuk melanjutkan pembahasan sekaligus mempertebal landasan diskusi. Selain itu, Karim juga diberi ruang untuk memperkenalkan sosok Bang Lims kepada Jamaah sebelum nantinya berbagi perspektif. Dengan hangat dan santai, Karim menyapa Jamaah diselingi canda khasnya yang akrab dan mencairkan suasana. Ia mengajak Jamaah untuk kembali merenung dan memaknai nilai-nilai Maiyah yang selama ini telah diwariskan melalui keteladanan hidup Cak Nun sebagai role model utama.

Karim juga mengajak jamaah untuk bersama mendoakan kesembuhan Cak Nun dengan bacaan Al-Fatihah, mengawali forum dengan penuh khidmat. Ia kemudian membahas konsep kepemimpinan dalam konteks Islam, khususnya istilah abdan nabiyah yang membedakan Nabi Muhammad dari nabi-nabi lain.

Berbeda dengan mulkan nabiyah yang merujuk pada nabi sebagai raja atau penguasa, abdan nabiyah menggarisbawahi sosok nabi sebagai hamba yang melayani. Karim menegaskan bahwa parameter tertinggi kemanusiaan adalah siapa yang paling bermanfaat bagi sesama, bukan yang paling berkuasa. Konsep ini mengajak kita untuk merefleksikan kembali makna kepemimpinan yang berlandaskan pelayanan dan pengabdian, bukan dominasi.

Karim tak lupa mengajak seluruh Jamaah untuk berganti posisi duduk menghadap ke kanan, lalu memijat bahu orang di sebelahnya — dan sebaliknya. Suasana pun berubah cair seketika. Tindakan sederhana ini membuat para Jamaah, yang sebagian besar belum saling mengenal, seolah menjadi keluarga yang telah lama berbagi ruang dan waktu. Sebuah jalinan keakraban pun terbangun, sejalan dengan semangat kebersamaan yang selalu menjadi ruh utama Kenduri Cinta.

Karim lalu memperkenalkan Susanto Salim — yang lebih dikenal dengan panggilan akrab Bang Lims — sebagai sosok yang akan banyak berbagi dalam forum malam itu, khususnya tentang makna “angon” yang begitu erat dengan nilai melayani. Ia menekankan bahwa kehadiran Bang Lims merupakan bentuk nyata dari laku kepemimpinan yang melayani dengan tulus dari bawah. Sejak tahun 2005, Bang Lims telah menempuh perjalanan panjang lebih dari dua dekade dalam dunia cleaning services. Ia memulai karier sebagai Office Boy (OB) dan petugas kebersihan, kemudian tumbuh melalui pengalaman dan integritas hingga menjadi General Manager, dan akhirnya mendirikan perusahaannya sendiri. Kisah hidupnya bukan hanya inspiratif, tetapi juga mencerminkan secara nyata semangat “angon” dalam konteks kehidupan modern — memimpin tanpa harus berada di depan, melayani dengan penuh dedikasi, dan tetap rendah hati dalam keberhasilan. Setelah pengenalan itu, Karim memberikan kesempatan kepada Bang Lims untuk menyampaikan pandangannya kepada Jamaah.

Bang Lims membuka pembicaraan dengan penuh semangat dan rasa syukur. Ia menyampaikan betapa beruntungnya dirinya telah diperjalankan untuk bisa hadir di Kenduri Cinta malam itu. Dengan penuh rasa hormat, ia mengenang bahwa dirinya telah mengenal sosok Cak Nun sejak lama melalui pementasan teater — sebuah perkenalan awal yang kelak membawanya pada pemahaman dan kedekatan spiritual yang mendalam. Dalam forum ini, Bang Lims juga membagikan kisah pencarian jati diri dan keyakinan yang ia tempuh hingga akhirnya memeluk Islam. Baginya, agama dan kepercayaan adalah perkara personal — hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan yang penuh kebebasan, ketulusan, dan keheningan.

Dok. Kenduri Cinta

Lebih dari sekadar kesaksian spiritual, Bang Lims menghamparkan spektrum luas pengalaman hidupnya. Ia membagikan bagaimana ia membaca celah kebutuhan pasar dan membangun bisnis cleaning service dengan fondasi melayani secara total. Dari titik nadir sebagai petugas kebersihan toilet di gedung-gedung pencakar langit, ia bertumbuh dalam kerasnya realitas — bergelut dengan kotoran, menyapa urinoir lebih sering daripada manusia. Namun dari situ pula ia memupuk ketekunan, keuletan, dan disiplin yang akhirnya membentuk integritas kepemimpinan. Semua itu ia sampaikan kepada Jamaah dengan energi yang menyala dan keyakinan yang membumi. Jamaah pun menyimak dengan penuh perhatian; wajah-wajah yang semula tenggelam dalam keheningan berubah menjadi cahaya antusiasme yang menyala dalam kehangatan kebersamaan.

Dalam kelanjutan kisahnya, Bang Lims bercerita bahwa kini ia mengelola usaha pelatihan khusus di bidang cleaning services, sebuah bidang yang jarang dilihat orang sebagai peluang serius, namun justru di sanalah ia menemukan jalan pengabdian. Dengan gaya bercerita yang ringan dan penuh humor, ia berseloroh bahwa saking akrabnya dengan dunia kebersihan, ia bahkan bisa mengklasifikasikan jenis-jenis kotoran manusia, lengkap dengan alat pembersih yang tepat dan teknik penanganannya. Tawa Jamaah pun pecah, tapi tak menutupi nilai mendalam dari kesaksiannya. Bang Lims adalah contoh nyata bahwa tak ada profesi yang rendah, yang ada hanyalah persepsi sosial yang keliru. Melalui pengalamannya, ia menegaskan bahwa setiap pekerjaan adalah mulia, selama dijalani dengan cinta, kejujuran, dan ketulusan. Baginya, inti hidup adalah melayani: bukan soal posisi, tapi tentang bagaimana hati kita hadir untuk sesama. Sebuah pesan yang menohok sekaligus memerdekakan: “Cintailah pekerjaanmu, karena di situlah Tuhan hadir dan menyertai.”

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

Exit mobile version