CakNun.com

Degradasi Takbiran

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
Waktu baca ± 2 menit
Foto: Penyo (Dok. Pribadi)

Plenthi bersama anak wedok-nya sedang menuju rumah Lik Sri untuk mengambil opor ayam pesanannya. Ketika itu ia melihat gerobak yang melintas di jalan besar dan menimbulkan kemacetan.

Kegiatan memesan masakan opor ini adalah semacam kegiatan rutin di akhir Ramadhan sekaligus untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri. Maklum, masakan Lik Sri memang terlalu enak untuk tidak disantap.

Di jalan itu Plenthi dan anak wedok-nya mendapati gerobak yang dihias menjadi semacam bangunan masjid yang kerangkanya terbuat dari bambu dan ditutup dengan kertas dan dicat dengan warna terang.

Gerobak itu digeret oleh serombongan anak muda melalui jalan Ringroad Selatan. Di belakangnya ada satu gerobak yang berisi peralatan tatasuara lengkap dengan loud speaker-nya yang buesar-buesar.

“Pak, sepertinya akan ada festival malam ini,” komentar anak wedok-nya.

“Hmmmm…,” Plenthi bergumam pendek.

“Festival apa sih, Pak? Kok sepertinya meriah,” tanya si anak.

“Mungkin arak-arakan untuk takbiran nanti malam,” balas Plenthi.

Anak wedok-nya memang baru pulang mudik, dan lama tidak melihat kegiatan semacam ini.

Anak wedok Plenthi tampak mengernyitkan dahi seperti akan mengejar bapaknya dengan pertanyaan lanjutan.

“Kok takbiran pakai arak-arakan gitu, seperti festival bunga atau festival 17-an sih Pak?” ujar si anak wedok penasaran.

“Bapak juga enggak paham, Nak!

“Dan itu nanti dinilai, dan nilai tertinggi akan mendapat penghargaan lho, Nak,” lanjut Plenthi.

“Lha ini mau festival atau mau takbiran sih Pak?” tanya si anak wedok.

“Bukannya takbiran itu mengagungkan asma Allah? Harusnya dilakukan dengan khidmat dan khusyu’! Lha ini kok dicampur-campur dengan festivity semacam ini?” protes si anak wedok.

“Pak Zein, Guru agamaku, mengajarkan kalau takbiran itu dilakukan dengan khusyu’ mengagungkan asma Allah,” lanjutnya.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. mengumandangkan takbir pada malam terakhir Ramadhan hingga pagi hari satu Syawal. Hal ini sesuai dengan apa yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 185:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ

Artinya, “Dan sempurnakanlah bilangan Ramadhan, dan bertakbirlah kalian kepada Allah”. (QS. Al-Baqarah: 185).

“Jadi enggak ada tuntunannya kalau Takbiran itu diwijudkan dalam bentuk festivity, semacam party atau celebration. Jangan-jangan tujuan takbiran itu tidak dapat, dan malah akan dapat ‘mudharatnya’ saja,” kata si anak wedok sambil sedikit bersungut-sungut.

“Ahh sudahlah, Nak, bapak sendiri tidak tahu mulai kapan esensi takbiran dan takbir keliling ini bergeser nilainya,” kata Plenthi.

“Waktu bapak masih kecil, takbir itu dilaksanakan di musholla-musholla, di langgar-langgar, di masjid-masjid. Kalaupun ada takbir keliling, dilakukan pawai kecil dengan oncor yang dibuat dari bambu, mulai ba’da Maghrib sampai selesai biasanya tak lebih dari jam 21:00. Arak-arakan dimulai dari pengajian RT 1 kemudaian ngampiri kelompok Langgar Al Amin. Rombongan dua kelompok pengajian ini kemudian ngampiri rombongan Musholla Taqorrub dan berkeliling mutar kampung,” cerita Plenthi lebih lanjut.

Plenthi menerawang jauh, pikirannya terbang flashback ke masa 40-50 tahun ke belakang.

”Khusyuk, damai, tenteram, dan indah,” Tanpa sadar Plenthi bergumam.

“Apanya, Pak?” tanya anak wedok.

“Takbiran waktu bapak masih kecil, ” jawab Plenthi pendek.

“Yang mana rumah Lik Sri?” tetiba anak wedok bertanya.

“Itu sebelah masjid…!”

Sambil ngangetin masakan yang diambil dari Lik Sri, anak wedok Plenthi memanggil bapaknya sambil menunjukkan unggahan dari ‘Merapi Uncover’, dua buah unggahan video keributan di jalan disertai narasi pendek:

21:32 Terjadi crash depan pom bensin menukan, takbir keliling musper

dan

22:05 Takbiran di Mergangsan Yogyakarta, diwarnai keributan

Keduanya melihat unggahan tersebut dan saling berpandangan, sambil bergumam.

“Naahhh….!”

Allahu Akbar Walillahil Khamd!

2 Syawal 1445 H/11 April 2024

Lainnya

Memperkaya Pemahaman Mengenai Khusyuk

Memperkaya Pemahaman Mengenai Khusyuk

Menurut sebagian ahli antropologi Islam kontemporer, apa yang mencuat saat ini di ruang-ruang publik berkaitan dengan ekspresi-ekspresi Islam adalah semua ekspresi itu mengandung satu hal di dalamnya: dorongan untuk menjadi muslim yang saleh.

Helmi Mustofa
Helmi Mustofa
Exit mobile version