CakNun.com

Lantunan Doa 27 Mei 2021

Rony K. Pratama
Waktu baca ± 3 menit

Kamis, 27 Mei 2021 keluarga besar Maiyah Nusantara mendapatkan dua kabar sekaligus. Kebahagiaan dan kesedihan berpaut. Tahun ini Mbah Nun genap berusia 68 tahun. Tiga jam setelah pergantian hari, Marja’ Maiyah, K.H. Ahmad Muzammil, dipanggil Allah kembali ke haribaan-Nya. Sontak di hari itu juga ucapan bela sungkawa sampai tanggap warsa deras mengalir.

Selain kabar tersiar di media sosial, malam Jumat kemarin Keluarga Rumah Maiyah Kadipiro menggelar Yasinan, Tahlilan, dan Shalawatan. Mas Helmi selaku pemandu acara menyampaikan pada mulanya pertemuan ini diniatkan untuk doa bersama menyambut Ultah ke-68 Mbah Nun. Namun karena pada hari yang sama, kita kehilangan Pak Kyai Muzammil, maka sekaligus kita berkumpul untuk membaca Yasin, Tahlil, dan doa untuk Pak Kiyai Muzammil.

Pembacaan Yasin, Tahlil, Shalawat, dan Doa dan shalawatan dipimpin langsung oleh Mas Islamiyanto KiaiKanjeng. Sementara itu, Bapak-bapak KiaiKanjeng mengiringi terbangan pada segmen shalawatan, sesudah Yasinan dan Tahlilan.

Kurang-lebih satu jam doa dan alunan shalawat terpanjat. “Mudah-mudahan Pak Muzammil mendengar dan menyambut antunan cinta ini,” harap Mas Helmi seusai Mas Islamiyanto mengakhiri rangkaian Yasinan hingga Shalawatan dan doa penutup.

Acara dilanjutkan dengan sesi lebih rileks sesudah sebelumnya semuanya berada dalam kekhusyukan berdoa. Pada kesempatan ini Mas Helmi meminta Ibu Novia Kolopaking untuk menyampaikan special speech pada momentum ulang tahun ke-68 Mbah Nun.

Bu Via mengemukakan kepada kita semua, “Hari ini kita mensyukuri segala sesuatu, baik yang membahagiakan maupun menyedihkan. Selain kelahiran Cak Nun, juga hari kepulangan Kiai Muzammil. Bahwa kelahiran dan kematian setiap hari ada dan kita harus siap. Mohon doa restu agar Cak Nun sehat, lapang dada, dan agar diberikan yang baik-baik. Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya.”

Selain menyampaikan doa untuk Mbah Nun, pada sesi di mana Ibu-Ibu diminta Mbah Nun untuk memberikan pesan-pesan kepada para suami, Bu Via mengawali giliran dengan mengungkapkan pentingnya menjaga protokol kesehatan. Walaupun selama ini kerap memperingatkan, sesungguhnya itu bukti kepedulian istri kepada suaminya. Demikian pula pemakaian masker serta segala bentuk teknis lainnya: Bu Novia berharap agar kebiasaan di era kenormalan baru tetap diindahkan.

“Saya yakin ibu-ibu di rumah itu mendoakan suami masing-masing dan tetap meminta supaya mematuhi protokol,” sambungnya. Senada dengan Bu Novia, para srikandi lain yang mendapatkan kesempatan berbicara juga menuturkan hal serupa.

Di samping itu, sesepuh KiaiKanjeng, Pak Nevi dan Pak Joko Kamto, tak ketinggalan unjuk doa kepada Mbah Nun. “Saya sering kali memakai kata ‘diperjalankan’. Dan ketika selama hidup saya diperjalankan untuk bersama dan bertemu kakak kita tercinta, Mas Emha Ainun Nadjib. Yang ditakdirkan untuk bergaul kepada saya selama setengah abad. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan kesehatan mental dan kesehatan fisik,” ucap Pak Nevi.

Bagi Pak Joko Kamto, selanjutnya, momentum milad Mbah Nun cenderung mengingatkannya terhadap konsep sehat dan afiat. “Dulu saya kira keduanya saya gabung. Jadi sehat wa afiat. Tapi belakangan keduanya dipisah sehingga jadi tahu sehat serta afiat. Ternyata afiat itu sehat tapi tetap taat di jalan Allah. Afiat ini khusus. Kesehatan itu memang berada di jalan Allah,” jelasnya.

Berpaut erat dengan virus Corona dan protokol kesehatan, Pak Joko Kamto berpendapat segala sesuatu niscaya bergantung pada Allah Swt. “Intinya, saya berpikir kalau dalam firman Allah itu sebenarnya kamu tidak memiliki apa-apa kecuali Allah memberikan kepemilikan kepadamu. Tapi sebenarnya kita tidak memiliki apa-apa.”

Menjelang penghujung acara Mbah Nun berpesan dua poin. Pertama, pentingnya memikirkan ulang ilmu hidup, ngelmu urip, ngelmu kauripan. “Terakhir-terakhir ini saya mengubah ilmu uripku. Kalau dikasih judul ‘Antara Harapan dan Keyakinan’. Berikhtiar itu karena berharap. Sama halnya dengan kita berdoa, kita berikhtiar, kita nyambut gawe,” kata Mbah Nun seraya memberikan ilustrasi perihal perbedaan harapan dan keyakinan.

Mbah Nun menegaskan, kalau seseorang berdoa supaya diberikan rezeki, berarti secara tak langsung ia masih meragukan Allah tak mengabulkan atau tak memberi rezeki. “Saya kira di sini yang penting adalah jangan berharap tapi meyakini. Al-Qur’an jelas mengatakan ‘… tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezeki.’ Jadi, saya mengubah: jangan berdoa dengan harapan, tetapi dengan keyakinan,” tandasnya.

Beliau menambahkan, “Mesti kuwi. Jaminannya seratus persen. Absolut. Dalam sebulan terakhir ini saya menyakini keyakinan. Kalau berdoa jangan berharap tapi yakin. Asalkan Anda bekerja, gelem obah, gelem ubyek, mesti dinei.” Namun demikian, Mbah Nun menggarisbawahi bahwa doa merupakan dimensi akhlak. Tuhan akan senang manakala hamba-Nya meminta. Doa, dengan kata lain, adalah persoalan sopan-santun.

“Yang namanya kabul, terjadi, dan lain sebagainya itu yang berkuasa Allah. Yang kita lakukan adalah laku sampai titik maksimal. Selain pertama, yang kedua berikutnya kita mesti memahami kalau manungsa itu tidak ada. Dia ada ketika diadakan oleh Allah. Kita itu hakikatnya saja tidak ada kok. Ada karena diadakan Allah,” pungkasnya.

Lainnya

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Setelah Wirid Wabal yang dipandu Hendra dan Ibrahim, Kenduri Cinta edisi Maret 2016 yang mengangkat “Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit” kemudian dimulai dengan sesi prolog.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta

Topik