CakNun.com
Mukadimah Bangbang Wetan April 2020

Corona Cave

Bangbang Wetan April 2020

Inilah kali pertama forum BangbangWetankita selenggarakan dengan menggunakan sarana yang merupakan salah satu buah dari teknologi informasi. Satu rutinan yang tidak mempertemukaan kita secara wadak meski dari sisi audio visual kebersamaan dan hangatnya pertemuan bisa kita nikmati secara real time.

Nampaknya atau bahkan seharusnya, ada sebuah ruang syukur di benak dan hati kita karena seperti apapun hantaman duka derita akibat Covid-19 sebagai manifestasi kehidupan Corona, kita adalah saksi sejarah yang layaknya pertemuan April ini bisa kita saksikan secara real time dan online.

“Sensasi” akibat langsung maupun tak langsung dari hadirnya VirusCorona tak pernah ada di tataran praduga kita semua. Persebaran makhluk supernano yang oleh International CommitteeonTaxonomyofVirusesdisebut sebagai SARS-CoV-2 ini bisa dibilang “sejagat raya”. Hampir tak ada satu pun negara yang tidak terusik dengan kehadirannya. Bersama akibat berupa sakit yang oleh WHO secara resmi diberi nama COVID-19, ia menjelma menjadi hujan teror yang mengguyur segenap dataran bumi.

Kalau objektivitas hendak kita kedepankan, dampak dari pandemi yang ditimbulkan oleh virus ini sebenarnya masih berada di level “tak seberapa”. Beberapa bisa kita sebutkan antara lain: dampak dari virus Dengue BloodFever (demam berdarah), virus Hepatitis (B&C), hingga HIV (menyebabkan AIDS), Ketiga nama ini bila kuantitas korban menjadi parameternya tentulah masih berada di atas virus Covid-19. Di klasemen yang sama, dengan rentang waktu yang kita tarik agak jauh ke belakang, terdapat nama-nama lain seperti Spanish Flu (1918-1919, korban meninggal ± 40-50 juta jiwa), SmallPox (1520, korban meninggal ± 56 juta jiwa), dan Black Death (1347-1351, korban meninggal ± 200 juta jiwa).

Namun hidup bukan melulu tentang angka. Bukan hanya penyakit akibat virus itu yang sebenarnya paling membuat resah. Tetapi kesimpangsiuran informasi, hoaks yang terus bermunculan, regulasi dan kebiijakan pemerintah Indonesia yang serba rancu dan tidak tepat sasaran, munculnya para “penunggang” Corona yang menggunakannya sebagai media pengeruk keuntungan pribadi hingga senjata personal bagi orang yang tak disukainya, juga keluh kesah banyak saudara kita yang menggantungkan hidup pada perolehan mereka dari kerja yang bersifat ”oraobahora mamah”.

Sekira setahun lalu, di beberapa kesempatan Maiyahan, Mbah Nun pernah menyebutkan bahwa salah satu dari empat hal yang bisa mengubah atau menyadarkan manusia adalah endemi atau wabah penyakit yang bersifat masif. Lalu harus bagaimanakah kita bersikap? Melalui rubrik Khasanah di www.caknun.com, beliau memberi kita banyak bekal dan arahan. Salah satunya ada pada “Corona, 1” yakni, “Yang mencelakakan hidup Jamaah Maiyah bukanlah Corona, melainkan takabur dan kesombongan dalam mentalnya, kebodohan dalam pikirannya, dan tiadanya ilmu tawadlu’ dalam hatinya.” Sebagai JamaahMaiyah seperti juga selalu disampaikan oleh Mbah Nun, kita memiliki kemerdekaan untuk menelaah maksud tulisan itu dan tulisan lain yang terus mengalir deras di situs yang sama.

Tetapi terdapat satu hal yang menjadi poin utama dalam setiap pemikiran, niat dan perilaku yaitu bahwa kita harus tetap dan terus menjaga koordinat dengan Allah dan Rasullulah. Karena sungguh tak berdayanya kita termasuk dalam menghadapi dinamika makhluk superkecil yang — oleh Mbah Nun disebut sebagai–nyaris bersifat rohani itu.

Bertolak dari kisah yang terjadi ratusan tahun lalu dimana sekelompok orang terpaksa bersembunyi di dalam gua, maka sebagai bahan diskusi virtual perdana kita ini, kami usulkan agar masing-masing kita menciptakan satu arsenal bagi masing-masing dari kita dan keluarga. Tempat persembunyian berupa gua-gua modern itu adalahbunkeryang akan melindungi keluarga besar Jamaah Maiyah baik secara orang per orang maupun sebagai kesatuan komunal dari marabahaya — apa dan bagaimanapun bentuk dan skalanya.

CoronaCave, gua yang kita bangun dari bangkitnya kesadaran akibat gelombang pandemi Covid-19 di paruh pertama abad 21 ini kita tegakkan dari dimensi vertikal berupa ketersambungan dengan Tuhan dan Rasul terkasihnya serta dimensi horizontal dalam bentuk pembelajaran yang tiada henti atas segala aspek kehidupan. Sebentuk gua yang rancang bangunnya adalah satu wisdom dari Mbah Nun bertajuk segitiga cinta.

Lainnya