CakNun.com

Litaskunu Fii Maiyah

Mukadimah Kenduri Cinta edisi Mei 2024
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 5 menit
Tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan perjalanan Maiyah ini. Atas keyakinan kita terhadap nilai yang baik yang sudah ditabur bersama di Maiyah, perjalanan ini tetap kita teruskan. Cak Nun selalu mengatakan bahwa Maiyah adalah ciptaan Allah. Meskipun, masih banyak orang yang salah paham mengenai pesan Cak Nun tersebut, padahal semudah kita memahami bahwa Maiyah adalah satu upaya kita untuk berbuat baik, maka kita meyakini bahwa kebaikan itu datang dari Allah.

Dan bukankah di Kenduri Cinta ini Cak Nun juga sudah lama menegaskan bahwa tidak ada kultus individu. Maka, Kenduri Cinta dan juga forum Maiyah lainnya pun tidak bergantung pada sosok personal. Karena yang kita pegang teguh bersama adalah kebaikan atas nilai-nilai yang dibawa dan disampaikan oleh Cak Nun.

Bulan Mei selalu menjadi bulan spesial bagi jama’ah Maiyah.Di bulan ini, Sang Guru utama di Maiyah, yakni Muhammad Ainun Nadjib atau Cak Nun, akan merayakan milad ke-71 tahun. Suatu momen yang tidak pernah dilewatkan oleh anak cucu Maiyah dimanapun berada. Pada momen 71 tahun Cak Nun kali ini, Cak Nun memiliki cara yang unik untuk meng-upgrade dan menguji tata nilai Maiyah, apakah dapat berjalan dan diterapkan, seminimal mungkin pada jamaah Maiyah.

Bulan Mei, selalu menjadi tonggak bagaimana kita sebagai Jamaah Maiyah untuk kembali melakukan kalibrasi atas keteguhan hati kita di Maiyah. Atas kesepakatan nilai-nilai kebaikan yang ada di Maiyah. Kalibrasi itu diperlukan agar kita tidak bergeser dari titik keseimbangan kita sebagai manusia. Tahun lalu, momen 70 tahun Cak Nun kita rayakan bersama di Kenduri Cinta. Kita syukuri bersama saat itu di gelaran Kenduri Cinta pada 26 Mei 2023, pun dalam rangka memproses kalibrasi itu.

Bertepatan dengan momen bahagia ini, Kenduri Cinta edisi bulan Mei 2024 mengangkat tema ‘Litaskunu Fii Maiyah’. Tema yang diharapkan bisa mengajak teman-teman jama’ah untuk sejenak mengendapkan pikiran dan khusyu’ ke dalam.

Penggunaan diksi ‘Litaskunu’, berangkatnya adalah dari kata dasar dalam Bahasa Arab; sakana-yaskunu-sakinah yang bermakna ketentraman atau ketenangan. Bisa juga dimaknai dengan keteduhan. Pertanyaannya, mengapa pada diksi berikutnya menggunakan ‘Fii’, kenapa tidak menggunakan ‘Ilaa’? Mengapa pula tidak ditambahkan ‘Al’ di depan kata ‘Maiyah’, sehingga dibaca ‘Litaskunu Fi-l-Maiyah’? Pedomannya sederhana, penggunaan kata ‘Al’ di dalam bahasa Arab itu akan memiliki makna yang bersifat spesifik dan khusus. Sementara diksi ‘Fii Maiyah’ dalam tema tersebut mengandung makna yang lebih luas. Menemukan ketenangan, keteduhan, kedamaian, yang bersumber pada nilai-nilai di ruang besar yang bernama Maiyah, tapi tidak lantas berhenti atau stagnan pada satu titik nilai, harus terus-menerus mencari dan mengembangkan atas kemungkinan penemuan baru yang ada di dalamnya.

Maiyah lahir melalui tangan dingin seorang Muhammad Ainun Nadjib. Kata ‘Maiyah’ sendiri bermakna dasar kebersamaan. Di dalamnya diajarkan berbagai macam nilai kehidupan. Salah satu contoh nilai yang cukup elementer di Maiyah; bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan, setidaknya harus berpijak kepada 3 kaidah dasar. Kaidah tersebut ialah; kebenaran, kebaikan dan keindahan. Dalam penjelasan yang sederhana, kebenaran itu harus berdampak sebagai suatu kebaikan, akan tetapi belum menjadi utuh dan sempurna jika tidak menyertakan unsur keindahan. Dalam arti yang lain, keindahan diterjemahkan dengan kepantasan atau kepatutan.

Secara garis besar, seseorang yang menggunakan cara berpikir Maiyah, di dalam kesehariannya harus menemukan dan memiliki kelengkapan prinsip hidup tadi; kebenaran, kebaikan dan keindahan.

Maiyah tidak dimaknai sebagai perabot, melainkan ruang dimana di dalamnya harus mampu menampung banyak jenis perabot. Sedangkan fenomena yang terjadi saat ini, banyak orang berebut untuk menjadi perabot, tidak pernah menemukan, bahkan mencari esensi dari apa yang disebut ruang. Entah itu di sebuah Negara, Ormas, Partai Politik, maupun di lingkup lingkungan terkecil di sekitar kita. Manusia sering bertikai dan meributkan hal-hal yang bersifat sempit dan sesaat.

Sebagai contoh, di Indonesia, kehadiran pemerintah seharusnya mampu menjadi pengayom dari seluruh rakyat yang ada di dalamnya. Baik mereka yang tinggal di kota, maupun mereka yang tinggal di pelosok pedalaman terpencil. Dari segala jenis suku, agama, ras serta golongan manapun. Kedamaian akan bisa terwujud, selama prinsip keadilan dan kesetaraan dalam berbagai hal mendasar di kehidupan rakyat bisa terpenuhi. Mengapa hal tersebut sulit terwujud hingga saat sekarang ini? Karena pemerintah yang memegang mandat mewujudkan keadilan dan keseteraan tersebut, tidak pernah menjadi manusia ruang. Mereka tidak sungguh-sungguh menjadi pelaksana amanah mulia itu. Mereka sibuk dan fokus berebut menjadi manusia perabot. Mementingkan keberlangsungan hidup mereka dan kelompoknya masing-masing.

Di dalam kondisi tertentu, justru seringkali terjadi tindakan pemerintah yang malah mengancam keberlangsungan hajat hidup orang banyak. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya kebijakan-kebijakan yang tak bermuara kepada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dampaknya, rakyat tidak lagi percaya kepada pemerintah. Kesenjangan sosial terjadi dimana-mana. Akhirnya, perpecahan antar anak bangsa tidak bisa dihindari.

Pada contoh yang lebih luas, perang antar negara di berbagai belahan dunia juga tak kunjung usai. Perang Rusia vs Ukraina misalnya, lalu perang Israel vs Palestina dan yang terbaru yaitu perang antara Iran vs Israel. Perang seringkali terjadi karena alasan politik dan perbedaan ideologi, perluasan wilayah kekuasaan, perampasan sumber daya alam, juga karena alasan ekonomi. Berbagai macam kekuatan digerakkan untuk menunjang kemenangan atas perang yang sedang berlangsung.

Selama lebih dari dua tahun, para sekutu Ukraina mengirim bantuan dalam jumlah besar dari segi militer, finansial dan kemanusiaan. Menurut Institut Kiel untuk Ekonomi Dunia, berbagai institusi Uni Eropa mengirim bantuan senilai US$92 miliar (Rp 1.438,42 triliun) sementara AS mengirim US$73 miliar (Rp 1.141,35 triliun). Negara-negara Barat menyuplai peralatan tempur seperti tank militer, sistem pertahanan udara, dan artileri jarak jauh – semuanya dilakukan untuk membantu Ukraina. Akan tetapi, aliran bantuan menyusut dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini terjadi di tengah perdebatan yang muncul tentang berapa lama lagi negara-negara sekutu dapat mendukung Ukraina secara realistis.

Belum lagi jika kita menilik penjajahanterhadap Palestina yang dilakukan oleh Israel. Akan banyak episode yang diperlukan untuk menceritakan peritiwa invasi tersebut, baik dari sisi luar dan dalam.

Kejadian-kejadian tersebut amatlah miris. Berbagai macam dukungan, utamanya finansial yang muncul dari negara lain, tidak sejalan seiring bahwa atas kejadian perang tersebut, jutaan nyawa tak berdosa, terutama perempuan dan anak kecil meninggal sia-sia. Suatu anomali yang tak pernah tuntas.

Di dalam esainya yang berjudul ‘Surat Kepada Kanjeng Nabi: Sebuah Ancangan’, yang diterbitkan oleh media koran Surabaya Post pada 8 September 1992, ada penggalan tulisan Cak Nun yang berbunyi:

“Kami semakin pandai, namun kami tidak semakin bersujud. Kami semakin pintar, namun kami tidak semakin berislam. Kami semakin maju, namun kami tidak semakin beriman. Kami semakin berkembang, namun kami tidak semakin berihsan. Sel-sel memuai. Dedaunan memuai. Pohon-pohon memuai. Namun kesadaran kami tidak. Keinsafan kami tidak. Cinta dan internalisasi ketuhanan kami tidak.

Kami masih primitif dalam hal akhlak—subtansi utama ajaranmu. Padahal kami tak usah belajar soal akhlak, karena tidak menjadi naluri manusia; berbeda dengan saudara kami kaum jin yang ilmu tak usah belajar namun akhlak harus belajar. Akhlak kaum jin banyak yang lebih bagus dari kami.

Sebab kami masih bisa menjual iman dengan harga beberapa ribu rupiah. Kami bisa menggadaikan Islam seharga emblem nama dan segumpal kekuasaan. Kami bisa memperdagangkan nilai Tuhan seharga jabatan kecil yang masa berlakunya sangat sementara. Kami bisa memukul saudara kami sendiri, bisa menipu, meliciki, mencurangi, menindas, dan menghisap, hanya untuk beberapa lembar uang.”

Cak Nun menggambarkan dalam tulisan tersebut, ada sosok manusia yang disebut sebagai Negarawan Agung, yaitu Nabi Muhammad Saw. Bahwa seharusnya manusia harus mulai merefleksi diri mereka. Harusnya kita malu dan belajar kepada Muhammad. Tentu Muhammad disini adalah Manusia Muhammad dengan pemikirannya yang begitu agung. Tidak semata merefleksi seorang Muhammad sebagai manifestasi Islam yang kaffah, tapi Muhammad yang membawa pesan Rahmatan lil ‘Alamin.

Di dalam Al Qur’an, Allah Swt. berfirman di Surat Ali ‘Imran ayat 103:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُون

Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali ‘Imran [3]: 103)

Merujuk pada ayat tersebut, secara tegas Allah Swt. mengingatkan bahwa salah satu pesan yang sangat mendasar ialah jangan bercerai-berai. Dan apa yang dilakukan oleh Cak Nun melalui Maiyah selama ini ialah mempersatukan yang tercerai-berai. Merawat keteduhan di tengah-tengah masyarakat. Menemani masyarakat di berbagai lapisan, khususnya mereka yang ada di level bawah. Di tengah kejumudan dunia, Maiyah hadir layaknya oase di tengah padang gurun.

Semoga Maiyah tetap bertumbuh secara nilai, di dalam hati, pikiran dan perilaku kita sehari-hari.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.

Lainnya

Arep Golek Opo?

Arep Golek Opo?

Kita sedang di era post – ”Gundhul Pacul”, karena tak hanya gembelengan, yang terhormat para penyunggi wakul bahkan berkolaborasi rayahan isi wakul.

Redaksi LKMS
LKMS
Maiyah Penangkal Petir

Maiyah Penangkal Petir

Memasuki tahun 2022, Kenduri Cinta kembali diselenggarakan secara offline.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta
Damar Kedhaton
Damar Kedhaton

Peteng

Peteng
Exit mobile version