CakNun.com

Pengajian Padhangmbulan: Dihidupkan dan Dijaga Allah al-Ḥayy al-Qayyūm

Achmad Saifullah Syahid
Waktu baca ± 3 menit

Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimah ṭayyibah? (Perumpamaannya) seperti pohon yang baik, akarnya kuat, dan cabangnya menjulang ke langit.

(Q.S. Ibrahim [14]: 24)

Milad ke-32 PadhangmBulan, Jombang.

Milad ke-32 Pengajian Padhangmbulan mengajak kita merenungi perjalanan panjang forum kebersamaan yang sejak awal berdiri selalu berpijak pada tradisi tadabbur Al-Qur’an. Milad ke-32 Padhangmbulan tidak sekadar merayakan angka usia, tetapi menghidupkan kembali makna. Kali ini, kita melihatnya sebagai struktur “Pohon Kebaikan” yang digambarkan dalam Surah Ibrahim ayat 24, serta merenungi sifat Allah sebagai al-Ḥayy dan al-Qayyūm dalam Surah Ali Imran ayat 2. Dua ayat ini menjadi pintu masuk untuk sinau bareng dan membuka ruang belajar yang lebih luas dan mendalam.

Seperti pohon yang tegak karena akarnya, Padhangmbulan bertahan selama 32 tahun berkat fondasi spiritual yang kokoh. Dari awal ia tidak dimaksudkan sebagai “ceramah umum” seperti pengajian pada umumnya. Ia tumbuh dari niat: menghadirkan ruang belajar bersama yang ramah, egaliter, dan terbuka untuk siapa saja, dari kalangan mana saja. Akar itu — meski tak selalu tampak di permukaan — menjadi penopang seluruh gerak dan perkembangan dari tahun ke tahun.

Fondasi ini teruji ketika Padhangmbulan menghadapi berbagai tantangan. Pada masa Orde Baru, saat ekspresi keagamaan kritis banyak dibatasi, Padhangmbulan tetap teguh dengan caranya sendiri: mengemas pengajian dengan pendekatan yang tidak lazim, namun tetap mengandung pesan spiritual, intelektual, dan sosial-budaya yang kuat.

Dari akar yang kokoh, tumbuh batang yang tegap. Batang ini melambangkan konsistensi — energi yang terus mengalir dari akar ke seluruh bagian pohon. Selama lebih dari tiga dekade, Padhangmbulan tidak pernah absen menggelar pertemuan rutin setiap bulan. Bahkan di masa penuh tekanan menjelang Reformasi 1998, ketika ketidakpastian melanda hampir semua lini kehidupan, forum ini menjadi ruang refleksi bagi banyak orang. Begitu pula saat pandemi COVID-19, Padhangmbulan tidak berhenti, melainkan beradaptasi dengan menggelar pertemuan terbatas.

Ketekunan inilah yang membuat Padhangmbulan bukan sekadar agenda bulanan, melainkan tradisi hidup yang tumbuh bersama para jamaah. Ia menjadi bukti bahwa kesetiaan terhadap hal-hal sederhana bisa melahirkan daya tahan luar biasa dan dampak transformatif jangka panjang.

Dari batang yang kukuh, menjulur cabang-cabang yang merambah ke berbagai penjuru. Itulah jejaring sosial dan ekspresi budaya yang lahir dari Padhangmbulan. Dari sinilah tumbuh berbagai simpul Maiyah di banyak daerah, hingga Padhangmbulan dijuluki sebagai “Ibu Maiyah.”

Keunikan Padhangmbulan terletak pada kemampuannya menciptakan ruang yang utuh dan padu. Doa dan musik shalawat berdampingan dengan tilawah, teater, dan diskusi sosial-politik — semuanya disajikan dalam suasana paseduluran yang hangat. Cabang-cabang ini menghadirkan keteduhan spiritual, keseimbangan berpikir, dan keberanian bersikap di tengah tantangan zaman.

Lalu, tibalah pada buah — hasil paling nyata dari kesuburan sebuah pohon. Selama 32 tahun, Padhangmbulan berbuah dalam bentuk kontribusi sosial dan kultural yang bisa dirasakan oleh jamaah. Sebagai ruang belajar alternatif, ia membersamai jamaah untuk berpikir kritis tanpa meninggalkan pijakan spiritual. Wacana-wacana kontemporer dibicarakan lintas perspektif dan memberi sudut pandang baru.

Namun, semua perjalanan ini bukanlah hasil kerja manusia semata. Surah Ali Imran ayat 2 menegaskan bahwa Allah adalah al-Ḥayy, Yang Mahahidup, dan al-Qayyūm, yang senantiasa menjaga ciptaan-Nya. Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahahidup lagi Maha Mengurus (makhluk-Nya) secara terus-menerus. Kedua sifat inilah yang menjadi kunci keberlangsungan Padhangmbulan.

Allah sebagai al-Ḥayy adalah sumber kehidupan—termasuk denyut kehidupan spiritual-intelektual yang mengalir dalam setiap malam bulan purnama. Setiap inspirasi, gagasan, dan momen transformasi adalah pancaran dari Kehidupan itu sendiri. Sedangkan al-Qayyūm mengingatkan kita bahwa keberlangsungan Padhangmbulan sepenuhnya dalam penjagaan Allah. Akar, batang, cabang, dan buah semua terjaga bukan karena kehebatan manusia, melainkan karena dipelihara oleh Allah Swt yang tak pernah lalai.

Karena itu milad ke-32 bukanlah perayaan keberhasilan manusia, melainkan ungkapan syukur mendalam atas penjagaan Allah. Ia juga menjadi pengingat bagi kita untuk terus rendah hati, terbuka, dan setia pada nilai-nilai yang sejak awal menjadi fondasi Padhangmbulan.

Selama akar spiritual tetap tertancap kuat, pohon Padhangmbulan akan terus tumbuh, berdaun, berbunga, dan berbuah. Seperti janji Allah dalam Surah Ibrahim, setiap kalimah ṭayyibah yang ditanam dengan ikhlas dan dirawat dengan istikamah akan terus bersemi, memberi keteduhan, dan menyebarkan manfaat bagi siapa saja yang singgah di bawah rindangnya.

Jombang, 29 September 2025

Lainnya

Exit mobile version