CakNun.com

Garis-garis Besar Haluan Nagari

Mukadimah Mocopat Syafaat Selasa 23 April 2024
Redaksi LKMS
Waktu baca ± 2 menit

Gelaran Mocopat Syafaat pada bulan Syawal tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal 23 April 2024. Berbeda dari biasanya yang senantiasa berlangsung pada tanggal 17. Pergeseran tanggal ini tidak lain agar para Jannatul Maiyah Mocopat Syafaat yang sedang berkumpul dengan sanak keluarga dan handai taulan di kampung halaman lebih leluasa dalam mengatur jadwal menghadiri Mocopat Syafaat. Pada edisi Syawal 2024, Mocopat Syafaat akan membahas topik baru yakni mengenai “nagari” dengan judul Garis Besar Haluan Nagari.

Garis-garis besar halauan Negara atau Disingkat GBHN. Teman-teman yang lahir di tahun 2000-an atau akhir 90-an mungkin kurang familiar dengan istilah tersebut. Walaupun GBHN ini dikenal dan melekat pada rezim orde baru, tetapi GBHN (Garis-garis Besar Halauan Negara) merupakan wujud dari Manifesto Politik Republik Indonesia pasca proklamasi yang digagas oleh Presiden Soekarno pada saat itu dan dibentuk pada tahun 19 Januari 1947.

Berawal dari kegelisahan yang terjadi pada dinamika kita bernegara beberapa waktu ini, sehingga memunculkan banyak permasalahan yang terjadi. Mas Sabrang menyampaikan ada beberapa poin yang menjadi keresahan beliau yaitu peran partisipasi aktif dan keterlibatan masyarakat terhadap penentuan arah dan tujuan negara. Semua rakyat Indonesia ikut serta dalam rombongan kapal yang dikemudikan oleh pemerintah Indonesia. Dalam sebuah kapal ada bagian yang bernama Haluan, yaitu bagian yang menentukan arah ke mana kapal itu akan diarahkan. Maka muncul ide judul GBHN ini. Karena rakyat Indonesia merupakan bagian penumpang dari kapal tersebut seharusnya mengetahui ke mana arah kapal itu dilajukan, oleh karena itu rakyat harusnya dilibatkan secara aktif. Sehingga ketika arah tujuan kapal menyimpang dan tidak sesuai kesepakatan, rakyat memiliki akses untuk mengoreksi kebijakan.

Berbeda dengan Mas Sabrang, Pak Toto Rahardjo atau akrab disapa Kyai Tohar melihat ada beberapa fenomena yang menarik untuk dikaji. Beliau melihat banyak kebijakan pemerintah yang memang perlu dilakukan tetapi pada prakteknya berjalan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Misal undang-undang Omnibuslaw sebenarnya perlu ada karena memang banyak payung hukum yang saling tumpang-tindih tidak karuan. Namun tatkala dicermati Omnibuslaw ternyata hanya menguntungkan beberapa pihak saja karena dalam pembentukannya partisipasi publik sangat kurang. Pembahasan hanya terjadi di antara para elite saja. Seperti kebijakan hilirisasi pertambangan, apakah benar memang dibutuhkan oleh negara ini? Ataukah hanya dalih untuk menentukan siapa yang bisa pegang kendali atas perusahaan tambang dan siapa yang sebenarnya diuntungkan?

Pak Toto memilih terminologi “nagari” daripada “negara” karena dari carut-marut keadaan ini dapat dikatakan bahwa negara sudah tak berdaya. Sebagai masyarakat Maiyah kita tidak harus menunggu serta bergantung pada negara. Ada hal-hal yang dapat kita rumuskan dan lakukan sendiri secara mandiri untuk menjalani kehidupan. Bersama-sama kita bisa membangun “nagari”.

Dalam kesempatan Mocopat Syafaat kali ini juga akan hadir Pak Tanto Mendut dan komunitas Studio Mendut (Shuko Sastra Gending dan Irta Amalia) yang akan berkolaborasi dengan KiaiKanjeng. Pak Tanto Mendut selain akan turut sebagai narasumber juga akan membawakan lagu The Long and Wedding Road (Beatles) sambil bermain piano berkolaborasi dengan KiaiKanjeng.

Sementara itu Shuko Sastro Gending akan menampilkan Tari dengan iringan musik KiaiKanjeng membawakan nomornDunya La Tarham, sebuah musik dengan beat Japin Arabic dengan sentuhan genre Fusion. Sedangkan Irta Amalia akan unjuk kebolehan Lantunan suara merdunya dan petikan gitar elektriknya berkolaborasi dengan KiaiKanjeng membawakan 2 buah lagu: Perjalanan (dari Mini Album Perjalanan) dan Shalawat Asyghil.

Selain itu, KiaiKanjeng akan membawakan puji-pujian yang akhir ini tenggelam kurang populer di dalam blantika musik shalawat.

Lainnya

Exit mobile version