Tuyul-tuyul Milenial, Illa Minannas
Di masa kanak-kanak saya dulu yang sering bisa melihat ada Tuyul adalah adik saya Nasrul Ilahi.
Di masa kanak-kanak saya dulu yang sering bisa melihat ada Tuyul adalah adik saya Nasrul Ilahi.
Andaikan ada 1000 orang yang berjasa kepada saya dalam perjalanan hidup menjelang 68 tahun ini, paling banyak yang saya ingat mungkin hanya 100.
Setiap manusia punya sahabat-sahabat sejati, juga teman-teman palsu. Setiap orang mendapatkan aroma sorga dari sahabat-sahabatnya, tapi juga belepotan kebusukan neraka dari bebrayan di sekitarnya.
Tatkala kanak-kanak saya hidup di keluarga, komunitas langgar, kelompok sepakbola, rombongan penggembala kerbau sapi kambing, serta berbagai lingkaran pergaulan dan budaya yang sangat mengasyikkan.
Kalau ada yang ingin tahu atau ada petugas sensus yang ingin mendata di mana alamat Tuhan, asal-usul kampung halamannya dll, KiaiKanjeng bisa mengupayakan.
Hukum itu jarum yang sangat tajam kepada suatu hal, tapi amat sangat tumpul kepada hal-hal yang lain.
Kalau kita menatap diri kita masing-masing. Kalau kita menatap diri kita bersama-sama.
Kalau ada yang ingin tahu siapa itu warganegara yang paling dungu, paling hina dan paling tak berdaya, ketahuilah bahwa akulah itu orangnya.
Setelah Bu Mega memimpin PDI, kelak terjadi Kuda Tuli. Kerusuhan dua puluh tujuh Juli.
Pada hakiki faktanya hidupnya manusia memang hanya Lak-lak Undi.
Beberapa lama kemudian saya keserimpet di Institute of Social Studies (ISS) di Den Haag.
Setelah sekin putaran gaple “Dzikrul Ghofilin” model “gentho” dan tidak tidur semalaman saya tidak memerlukan tidur sampai siang atau apalagi sore.
1984. Seusai memenuhi undangan mengikuti Poetry International di Rotterdam, tidak bisa pulang ke Indonesia, sementara di Netherland belum jelas posisinya, statusnya, dan semua keadaannya.
Saya alumnus begadang di Malioboro lima tahun. Berangkat dari Kadipaten bakda maghrib mengikuti kelas Malioboro, pulang sebelum Subuh.
Kalau ditarik garis dari “Dzikrul Ghofilin” anak-anak muda gaple dengan dasar dan puncak pendidikan adalah shalat dan sujud, maka bisa dipakai sebagai cara pandang bahwa salah satu blunder utama manusia dalam membangun peradabannya adalah salah fokus.
Dari tulisan tentang Gaple kemarin tidak ada pretensi saya untuk menceminkan apapun tentang nilai kependidikan sosial dan budaya pada level bebrayan dan tidak institusional.
Yang saya tempuh selama sekian puluh tahun bersama bermacam-macam komunitas dan kelompok masyarakat di berbagai tempat dari Jombang keliling dunia hingga ke Yogya, ternyata sama sekali tidak ada alurnya menuju kehebatan sebagai manusia, keunggulan sebagai tokoh, bahkan tidak pula ada langkah yang memuarakan dirinya menuju bangunan apapun yang ada dalam masyarakat.
Mungkin saja setiap manusia di dunia dan sepanjang sejarah pernah didhalimi, atau sekurang-kurangnya merasa pernah didhalimi, dalam kadar besar atau kecil.
Sebagaimana interaksi saya dengan para remaja dan kaum muda di Mandar Sulawesi Barat yang saya didatangkan oleh sahabat saya Muhammad Alisyahbana, pertemuan dan pergaulan saya dengan para anak-anak muda Dipowinatan yang bermula di tahun 1976, lazimnya bekal utama saya adalah norma-norma sosial budaya dan syariat serta nilai-nilai Islam.
Mungkin semua, atau kebanyakan masyarakat aslinya tidak paham kepada “manajemen Kadipiro”.
Ibarat Isra` Mi’raj, dimensi Gus Ud Sidoarjo seakan-akan memperlihatkan sorga, sementara dimensi lumpur seolah-olah menampakkan neraka.
Ketika KiaiKanjeng membuat album musik pertama yang maskotnya adalah “Tombo Ati” di Studio Misty Jalan Kaliurang Yogya, tidak pernah saya bayangkan bahwa akan ada momentum di mana satu kali melantunkan lagu kuno dari entah abad keberapa itu saya memperoleh honorarium hampir 11 triliun rupiah.
Allah mentanazzulkan dua pelajaran hidup kepada saya melalui Sidoarjo. Yang pertama adalah Gus Ud atau di sana dikenal dengan panggilan Mbah Ud yang makamnya di Pagerwojo.
Apakah keluarga Menturo itu dilimpahi karomah atau fadhilah khusus sehingga istiqamah menyelenggarakan dan mengistiqamahi Forum massal Padhangmbulan sampai 30 tahun, dan itu tidak pernah terjadi di manapun dan di zaman atau era siapapun?