CakNun.com

Simpul Maiyah: Majelis Ilmu dengan Senapan Tadabbur

Rizky D. Rahmawan
Waktu baca ± 3 menit

Pada Senin petang, 5 Mei 2025 lalu, dilangsungkan kick off program Zoom Series Simpul-Simpul Maiyah dalam rangka menyambut Milad ke-72 Tahun Mbah Nun. Zoom Series ini akan dilangsungkan selama sebulan penuh, dengan melibatkan sejumlah penggiat dan narasumber internal komunitas dalam wahana sharing time dengan berbagai tema dan diskursus.

Spesial edisi perdana sekaligus kick off program malam kemarin, acara yang dikhususkan bagi penggiat dari 65 Simpul Maiyah se-Indonesia dan luar negeri ini menanggap secara khusus Marja Maiyah yakni Pak Toto Rahardjo atau akrab disapa Yai Tohar.

Cekak aos di awal, Pak Toto memulai sharing dengan mengingatkan kembali fundamental dalam berkomunitas di simpul Maiyah yakni tidak lain dan tidak bukan untuk menjadi wahana ‘ majelis ilmu’.

Pemahaman fundamental ini penting, karena ini akan menentukan bagaimana kita dalam merancang target-target dalam sudut pandang sebuah gerakan. “Karena Simpul Maiyah adalah majelis ilmu, maka kita tidak mempunyai kewajiban untuk merespons setiap isu nasional atau global yang melintas. Justru, yang harus kita lakukan adalah mengelaborasi ada ilmu apa di balik itu”, ujar Pak Toto.

Ketika saya mencoba menggali, majelis ilmu yang seperti apa sebaiknya simpul Maiyah perankan? Pak Toto kemudian merespons bahwasannya Simpul Maiyah hendaknya mengelaborasi ilmu yang kontekstual. Mencari dan menggali isu yang memang bersentuhan dengan kehidupan sehari-hari kita. Lalu, karena Maiyah ini nilai utamanya adalah agama, maka bagaimana menarik konteks isu tersebut dengan nilai-nilai agama. Yakni melalui jalan tadabbur. Jadi, senjata utama yang harus kita rawat dan asah terus memang adalah kemampuan untuk observasi masalah, merumuskan hipotesis sosial, dan menerapkan tadabbur di situ.

“Menggali satu ayat, tetapi itu dapat mengubah kehidupan kita,” ujarnya lagi.

Pak Toto juga menandaskan bahwa karena forum di Simpul Maiyah bukanlah jenis pertunjukkan, maka jumlah jamaah yang hadir bukanlah parameter yang harus dipusingkan.

Dian, salah seorang penggiat Warok Kaprawiran merespons, bahwa ketika jamaah yang hadir sedikit, dirinya malah berucap Alhamdulillah. Kenapa? Karena itu tandanya dulur-dulur jamaah sekalian sudah memiliki kegiatan lain di luar sana yang lebih berfaidah. Sontak, respons ini membuat Gerr audiens yang hadir.

Akan tetapi, kemudian bisa ditarik ilmunya, bahwasannya memang hendaknya di dalam ber-Maiyah kita ini menitikberatkan pada kegiatan yang memberi dampak. Atau istilah yang sedang happening hari ini adalah ‘making impact’.

Pak Toto mengurai pemahaman memberi dampak ini dengan dua indikasi sederhana, satu: berangkat dari identifikasi masalah nyata di sekitar kita, entah itu lingkup kabupaten, desa, atau komunitas yang lebih kecil. Lalu kedua, inisiatif dari gerakan yang kita buat itu mampu menggerakkan orang lain.

Lalu, audiens merespons dengan sejumlah praktik nyata bagaimana making impact di tempat masing-masing, seperti Simpul Lumbung Bailorah yang ikut mewarnai Komunitas Ekonomi Kreatif (KEK) di level Kabupaten di sana. Lalu program charity yang dikembangkan oleh Simpul Damar Kedhaton dengan berbagai formulanya. Serta praktik kewirausahaan juga dengan adanya unit Dampro (Damar Production) juga di Semarang ada Warung Gambang. Di Purwokerto bagaimana penggiat menempa diri menjadi event management yang professional. Dan berbagai studi kasus di berbagai daerah lain.

Ketika hari ini program-progam memberi dampak di ranah gerakan sosial baru mulai hype di mana-mana, di Simpul Maiyah bahkan sudah diworkshopkan oleh Pak Toto Rahardjo sejak 11 tahun silam. Di antaranya dengan tajuk: Kepengasuhan Perkauman Maiyah.

Point penting terakhir yang dielaborasi pada kick off program kemarin malam adalah, Pak Toto memetakan ulang anatomi SImpul Maiyah. Bahwa menurutnya, ciri khas organisasi yang cair seperti simpul Maiyah yakni selalu ada sejumlah orang yang menjadi ‘penyangga’. Yakni orang yang mencurahkan waktu, tenaga, perhatian bahkan uang lebih dari yang lain untuk merawat keberadaan simpul.

Nah, tantangan dari Pak Toto adalah untuk bagaimana menggali ide dari semua yang hadir, bagaimana memanfaatkan momentum Milad 72 Tahun Mbah Nun ini untuk merancang acara untuk mendinamisasi lagi semangat para penyangga di tiap-tiap daerah agar jangan sampai kendur semangatnya.

Tidak harus membuat acara bersama serentak, tetapi dulur-dulur penggiat dapat mengkreatifi dengan membuat kegiatan yang menjawab tantangan ini baik berupa event maupun konten di level simpul masing-masing. Kemudian, tugas koordinator simpul adalah meng-capture, mentabulasi dan mengkoneksikan setiap event tersebut agar menjadi dampak komunal bersama.

Exit mobile version