CakNun.com
#72TahunCakNun

Menulis Rajutan Harapan

Catatan Zoom Series Bersama Mas Helmi Mustofa
Rizky D. Rahmawan
Waktu baca ± 4 menit

Zoom Series Pegiat Simpul-Simpul Maiyah sudah bergulir pada edisi ke-4. Tiba giliran kali ini adalah Sharing Time Bersama Mas Helmi Mustofa. Forum kali ini mendiskusikan tentang reportase serta catatan atau liputan kegiatan.

Pada virtual forum yang dilangsungkan di hari Kamis, 8 Mei 2025 ini. Hadir sebagai audiens adalah pegiat simpul dari berbagai daerah. Sebagian adalah mereka yang berperan sebagai penulis mukadimah dan reportase di simpul masing-masing. Ditradisikan untuk mulai ontime pukul 19.00, berapapun jumlah yang hadir moderator akan memulainya tepat waktu.

Salah seorang audiens mengaku ter-challenge dengan pentradisian ini. Seolah-olah jadi punya penggawean baru, menyengaja menyiapkan diri setiap malamnya sebab tidak ingin tertinggal setiap edisinya, begitu katanya.

Mengatasi Kekurangan dan Kelebihan Gagasan

Pada bagian pengantar awal, Mas Helmi berbagi tentang pengalamannya menulis di rubrik Asepi. Yakni salah satu rubrik di CakNun.com yang didedikasikan kepada para sesepuh, termasuk pakde-pakde KiaiKanjeng, agar supaya pengalaman mereka ter-capture sehingga masih bisa dinikmati oleh anak cucu di masa mendatang.

Bahwa, penting bagi kita untuk memahami segala sesuatu sebagai fenomena. Kita enggan menulis sesuatu apabila kita menganggap hal tersebut bukan fenomena, sehingga tidak penting dituliskan.

Menukil kiat dari Pak Mustofa W. Hasyim, setidaknya ada tiga pendekatan menulis, pertama yakni menulis apa yang diketahui, hasilnya adalah tulisan deskripsi. Kedua, menulis apa pendapat kita, hasilnya tulisan analisis dan opini. Dan ketiga, menulis apa yang kita bayangkan, hasilnya tulisan imajinasi dan kreatif.

Masalah orang dalam menulis kalau bukan kekurangan gagasan, juga ada yang kelebihan gagasan. Merasa begitu banyak hal yang ingin disampaikan di dalam kepala. Nasihat dari Mbah Nun berikut ini cukup relate untuk menjawab masalah tersebut. Kata Mbah Nun, kalau berlimpah gagasan, maka tulislah dengan “diicrit-icrit” idenya. Jangan ditumpahkan langsung semua ide itu dalam satu tulisan.

Maka, dengan demikian, eksekusi menulis akan menjadi sederhana. Pun, dari sisi pembaca akan menangkap gagasan dengan lebih mudah.

Mengembangkan Cara Berpikir Asosiatif

Mas Helmi juga menyampaikan betapa pentingnya penulis memiliki kemampuan berpikir asosiatif. Sebagaimana nasihat Mbah Nun, “Nek ndelok bal-balan, awakmu kudu iso nemokke bal-balan di Politik”. Maka, kita bisa jumpai tulisan Beliau yang berjudul “Bola-bola Kultural”.

Menurut Mas Helmi, pantikan berpikir asosiatif ini sangat jarang. Di sekolah kita juga tidak terlatih untuk itu. Di sekolah lebih banyak kita belajar tentang pengayaan pengetahuan, ketimbang melatih metode-metode berpikir.

Meng-capture, Meng-compare & Merelasikan

Ada begitu banyak fenomena yang bisa kita potret. Fenomena itu tidak melulu sesuatu hal yang besar. Suasana angkringan di area Maiyahan, atau ekspresi wajah gembira rombongan keluarga yang datang, itu pun bila kita dapat meng-capture, bisa menjadikan itu obyek tulisan.

Hingga fenomena yang sebetulnya besar tetapi diremehkan. Diantaranya, bahwasanya Sumbangsih Mbah Nun dalam keliling ke ribuan titik pelosok Nusantara adalah menyajikan kenyataan bahwasanya aspirasi umat Islam di Indonesia dan dunia itu demikian beragam. Islam yang lemah lembut, yang akomodatif pada tradisi lokalitas, dan sebagainya.

Kalau hal itu bisa di-capture, maka kemudian bisa dilakukan analisis perbandingan, juga menarik hubungan relasi antar fenomena. Tetapi seminimal-minimalnya, kita ambil peran untuk mendokumentasikan, itu sudah sangat baik.

Kenapa Penting Mencatat di Tempat?

Ujung atau “tendangan” tulisan esai biasanya berupa pemaknaan atau imajinasi, jadi bukan sekadar deskripsi. Sebab, tulisan deskripsi tanpa makna tambahan sering kali akan terasa datar.

Maka, penangkapan personal penulis amat penting. Tanpa penangkapan personal ini, forum rutinan akan ditulis sebagai sesuatu yang berulang. Ini berpotensi jadi membosankan dan tidak menyajikan kebaruan.

Kiatnya adalah dengan tetap membawa buku catatan walau hanya sebuah blocknote kecil. Dengan mencatat di tempat, fenomena kecil tapi itu relate dan penting jadi bisa tertangkap dan tidak terlewat. Dari penangkapan personal tersebut, hal itu akan jadi amunisi untuk membuat sebuah catatan hasil kegiatan yang lebih dinamis.

Mbah Nun pernah berpesan, kalau sedang lelah atau malas menulis, paksakan menulis meski hanya dua paragraf. Singkat, tetapi mengandung informasi yang elementer. Sehingga ketika event sudah berlalu, informasi pokok sudah tercatat, tinggal mengembangkan informasi pendukung sehingga menjadi tulisan yang lengkap.

Kebosanan, Kebaruan & Feedback

Kemudian salah seorang audiens bertanya, bagaimana tips memulai menulis. Mas Helmi kemudian merespons, bahwa sepemahamannya, memulai menulis dengan ikut workshop itu sedikit sekali. Yang banyak adalah dengan memaksakan diri mulai saja dulu dalam menulis.

Menurut Mas Helmi, kita juga bisa mulai menulis dengan mengambil keteladanan. Ada banyak keteladanan dari Mbah Nun tentang penulisan. Salah satunya, ketika ada begitu banyak topik yang begitu penting maka yang ditulis adalah satu dua hal yang terpenting. Lalu, Mbah Nun tetap menyisipkan deretan topik lainnya di dalam tulisan tersebut, lalu menutupnya dengan menyampaikan bahwa topik-topik tersebut akan di ulas terpisah dalam tulisan mendatang.

Jadi semacam nyicil harapan bagi pembaca untuk menanti-nantikan tulisan berikutnya. Begitulah Mbah Nun amat pandai memberikan rajutan harapan kepada pembaca.

Mas Helmi lalu bercerita kebiasaan Mbah Nun sepulang Maiyahan. Beliau di mobil kerap melontarkan pertanyaan, misalnya “Piye Hel, acarane mau?”

Bagi sikap seorang penulis yang baik, pertanyaan berulang semacam tersebut tentu tidak boleh direspons dengan jawaban berulang juga. Disitulah tantangan bagi penulis untuk jeli menangkap fenomena penting, menangkap kebaruan dalam forum, meski itu hanya satu dua kalimat baru tetapi bisa saja memberi konteks kebaruan yang mendasar. Maka hendaknya memang ketika kita bertugas menulis, tidak dianjurkan untuk menyimak forum dengan sambil lalu, melainkan dengan khusyuk dan cermat.

Mas Helmi menuturkan bahwa ia amat senang ketika Mbah Nun memberi feedback atas tulisannya. Ya, feedback bagi penulis itu amat penting. Dari feedback yang diberikan Mbah Nun, jadi tahu ternyata yang ia ulas mendalam bagian tertentu, tapi sebetulnya yang ditonjolkan Mbah Nun adalah bagian lain. Ini akan jadi bahan perbaikan berkelanjutan berikutnya.

Sesi Diskusi Elaboratif

Zoom series yang berlangsung hanya dua jam ini terisi dengan padat dan optimal. Pada segmen akhir diisi dengan diskusi dan saling respons. Saya mencatat respons Rony dari Simpul Paseban Majapahit, Mojokerto.

Ia menuturkan kekhasan di simpul Paseban dimana forum diskusi rutinan disana ditujukan untuk melakukan pendalaman dalam kelas kecil sesudah jamaah Maiyah ikut kelas besar di Padang mBulan. Oleh karena itu pelaksanaan acara juga di set satu minggu sesudah Padang mBulan. Mukadimah pun diambil dari oleh-oleh jamaah yang memang hadir ke forum di Menturo, Sumobito, Jombang tersebut.

Yang masih jadi tantangan sekarang menurutnya adalah bagaimana menarik konteks ilmu ke situasi relevan dengan Mojokerto pada umumnya dan lingkaran Paseban pada khususnya.

Roni juga menuturkan pengasuhan dan keteladanan dari Almarhum Cak Huda, pegiat Simpul Paseban yang telah mendahului kita semua. Ia mempunyai catatan pribadi yang sangat lengkap tentang ilmu yang ia ikuti dengan begitu rajin di Padang mBulan. Ia telah men-scan lembaran-lembaran catatan tersebut. Semoga nantinya bisa dibukukan.

Lanjut repsons berikutnya yakni Febrian, dari Simpul Dhamar Kedhaton, Gresik. Ia mengaku sebagai penulis generasi kedua. Diasuh oleh Kang Fauzi. Dari tahun kedua dilatih menulis, kini sudah sampai tahun ke-8. Dan alhamdulillah-nya, ia mendapat rezeki profesi juga di dunia tulis menulis yakni sebagai wartawan. Jadi disanguni Maiyah.

Sebagai penutup, Mas Helmi menyampaikan pesan Mbah Nun ketika kita enggan atau blank menulis. “Tulis saja satu paragraph, nanti malaikat akan menjemput dan membawakan ilham di ujung paragraf”.

Lainnya

Paseban Majapahit Bukan Karya Manusia

Paseban Majapahit Bukan Karya Manusia

“Agar Dia menegakkan yang benar dan menghancurkan yang batil, meskipun orang-orang berdosa membencinya.” (QS Al-Anfal: 8)

Surat Al-Anfal ayat 8 menegaskan bahwa kebenaran bukan milik satu pihak yang digunakan untuk menafikan pihak lain.

Achmad Saifullah Syahid
A. Saifullah Syahid
Exit mobile version