CakNun.com

Aku Kepingin Awakmu Gembira, Sak Karepmu Njaluk Lagu Opo

Liputan Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng bersama warga Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Surabaya, Porong Sidoarjo Senin 22 Agustus 2022
Helmi Mustofa
Waktu baca ± 7 menit

Setelah Sinau Bareng di Tajinan Malang, malam berikutnya di Rumdis TNI AL Wonosari Surabaya, esok paginya (22/08/22), Mbah Nun dan KiaiKanjeng sudah ditunggu kehadirannya di Lapas Kelas 1 Surabaya yang berlokasi di Porong Sidoarjo untuk Sinau Bareng bersama kurang lebih 1976 orang warga Lapas Kelas 1 Surabaya ini.

Warga Lapas Porong, Sidoarjo, bergembira bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng.
Foto: Adin (Dok. Progress)

Ketika KiaiKanjeng datang terlebih dahulu, para petugas Lapas sedang apel. Tak lama kemudian usai apel, para petugas Lapas menyambut kedatangan KiaiKanjeng, lalu mengantarkan masuk ke lokasi acara di depan Masjid Nurul Fuad komplek Lapas ini. Suasana yang terjumpai adalah suasana tenang, damai, dan tidak ada suara berisik atau ramai. Beberapa warga yang berpapasan dengan KiaiKanjeng terlihat sedang sibuk dengan aktivitas bersih-bersih atau rapi-rapi di pagi hari, beberapa yang lain sedang jalan atau olahraga di lapangan. Lainnya lagi tampak sedang menuju Masjid dengan mengenakan sarung, baju takwa, dan peci. Ada di antara mereka yang sedang berjalan sembari berdzikir memutar tasbih. Suasana lebih mirip sebagai sebuah pesantren.

Acara Sinau Bareng ini memang oleh dimaksudkan sebagai bagian dari pembinaan keagamaan bagi para warga Lapas. Tema besarnya adalah tema nasional peringatan Kemerdekaan RI Ke-77 “Mewujudkan Indonesia Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat”, dengan subtema Membentuk Pribadi yang Sabar dan Ikhlas”. Tetapi, Mbah Nun nanti tidak akan memberikan wejangan kepada mereka. Mbah Nun tidak akan menceramahi mereka. Mbah Nun datang untuk membawa diri dan hatinya untuk mereka.

Sinau Bareng ini sudah ditunggu-tunggu dan direncanakan sejak dua tahun lalu sebelum pandemi Covid-19, maka ketika Mbah Nun sudah tiba dan berjumpa dengan Kalapas Jalu Yuswa Panjang bersama jajaran beliau, beliau langsung mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih atas kehadiran Mbah Nun di sini. Dari ruang ramah tamah, Pak Jalu, Mbah Nun, dan para petugas lapas lainnya berjalan menuju masjid. Begitu tampak oleh para warga Mbah Nun datang, mereka langsung berebut menyalami Mbah Nun. Layaknya para santri kepada Kiai.

Para warga memang sudah menunggu Mbah Nun. Mereka menempati area depan panggung yang tak lain adalah halaman depan masjid, lalu sebagian lebih besar lagi duduk di lorong selasar pinggir lapangan yang juga masih merupakan wilayah depan masjid. Saat Mbah Nun sudah berada di panggung, mereka semua memandang Mbah Nun dengan rasa senang. Pak Jalu memberikan kata sambutan singkat, menyampaikan kepada Mbah Nun tentang jumlah warga di sini yang berasal dari berbagai suku dan daerah serta dengan beragam latar belakang agama. Mereka masuk ke sini karena beberapa jenis kasus: narkoba, kriminal, tipikor, dan terorisme. Lama masa mereka berada di sini rata-rata adalah lima tahun ke atas. Saat ini mereka semua hidup rukun dan sehat di Lapas ini. Beliau menyampaikan terima kasih kepada Mbah Nun karena sudah berkenan hadir.

Setelah sambutan singkat Pak Jalu, Mbah Nun segera dipersilakan memulai Sinau Bareng. Mbah Nun menyapa mereka semua dengan sapaan “Para santri Nurul Fuad” dan mengatakan Aku Kepingin Awakmu Gembira, Sak Karepmu Njaluk Lagu Opo (Saya ingin kalian gembira, silakan nanti mau lagu apa), tetapi Mbah Nun kemudian minta izin bicara sedikit, “Kalau sampeyan salah, terus mlebu mrene, berarti sampeyan mbayar utang, berarti bar kui lunas… Nek ternyata misale awakmu gak salah, tetapi mlebu mrene, berarti awakmu nduwe piutang neng Allah…(Kalau kalian salah, lalu masuk ke Lapas ini, maka berarti kalian sedang membayar hutang, dan setelah itu lunas… Kalau ternyata kalian tidak salah, dan masuk ke sini, berarti kalian punya piutang kepada Allah).

Mbah Nun mengatakan, “Awakmu luwih terhormat dibanding yang di luar sana. Mereka seakan berjuang untuk negara, tapi ternyata tidak.” Lalu Mbah Nun mengomentari kalimat “Mewujudkan Indonesia Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat”, “Sing neng kene dikon segera pulih piye, wong sing neng njobo malah ngrusak kok (Bagaimana bisa yang ada di Lapas ini diminta segera pulih, sedang yang berada di luar malah melakukan tindakan merusak).” Mendengar komentar ini, para warga pun bertepuk tangan sependapat.

Yang Di Sini Sedang Membayar Utang, Yang Di Sana Malah Sibuk Utang

Mbah Nun terus membesarkan hati mereka, seraya menunjukkan bagaimana cara beliau melihat keberadaan mereka sebagai warga Lapas ini dengan meletakkannya pada konteks yang lebih luas, dalam kaitan dan perbandingannya dengan faktor dan subjek lain yang lebih makro. Kepada mereka Mbah Nun memperkenalkan makna shaleh. Orang disebut shaleh apabila senangnya adalah ndandani atau membenahi.

Jadi, orang shaleh adalah apabila dia melihat sesuatu yang rusak, dia memperbaiki yang rusak itu; dia lihat ada yang tidak gathuk, lalu dia gathukkan. ”Nah neng kene iki nggon awakmu dandani awakmu, sementara neng njobo malah podo ngrusak. (Di sini tempatmu memperbaiki dirimu, sementara di luar, mereka pada merusak). Dengan cara melihat yang sama di atas, Mbah Nun mengatakan bahwa para warga di sini sedang membayar hutang, sementara yang di sana malah sibuk ngutang terus. Negara juga ngutang.

Para warga Lapas yang duduk lesehan ditemani para petugas menyimak apa-apa yang disampaikan Mbah Nun yang bermuatan membesarkan hati mereka. Penyampaian beliau yang mengandung perspektif komprehensif secara logika mudah dipahami oleh mereka, karena disampaikan sebagai kebijaksanaan dan keluar dari hati yang tulus untuk mereka. Dari sorot mata mereka, tampak mereka mencerna, mengikuti, dan merasakan hati dan apa yang beliau sampaikan.

Mbah Nun mengutip sabda Nabi Muhammad Saw. bahwa ada dua nikmat di mana orang banyak tertipu atau terlena, yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang. Di sini para warga punya waktu yang sangat luang dan kondisinya sehat-sehat semua. Karena itu menurut Mbah Nun dengan bekal sehat dan waktu luang mereka punya kesempatan untuk tenang, jembar, muhasabah, menep, sebab di sini adalah jalan menuju surga, bukan jalan menuju neraka.

Lainnya

Paulus Soegiono Dharmatjipto

Paulus Soegiono Dharmatjipto

Turut berduka cita atas wafatnya Saudara dan Sahabat kami Bapak Paulus Soegiono Dharmatjipto yang ...

Redaksi
Redaksi
Sastra Emha is Back

Sastra Emha is Back

Nanti malam, SastraEmha kami hadirkan kembali. Masih membawa misi yang sama: nguri-nguri karya beliau Mbah Emha Ainun Nadjib.

Ahmad Syakurun Muzakki
A.S. Muzakki
Exit mobile version