Orang-orang Pilihan
Selain belajar kepada pasien, saya juga belajar kepada orang tua pasien. Baik itu orang tua biologis mereka, bapak dan ibunya maupun ada juga beberapa yang dikawal oleh kakaknya, pakde atau budenya, atau bahkan kakek-neneknya. Mereka adalah manusia-manusia hebat. Orang pilihan Tuhan.
The choosen people.
Allah tahu pasti kekuatan hamba-Nya. Allah tahu pasti itu. Hanya hamba-Nya saja yang sering lebay, dengan melebih-lebihkan sesuatu. Ada yang menerima dengan lapang dada, dengan menganggap sebagai rahmat yang harus dijalani dengan ikhlas. Ada pula yang menerimanya sebagai ujian. Sehingga, ketika saya jelaskan tentang proses pengobatannya, si ibu sudah mengeluh.
Lalu saya tanya, “Ibu di mana rumahnya?”
“Di situ dekat terminal lama, Dok…”
“Terminal bus lama?,” tanya saya meyakinkan.
“Iya…,” jawab si ibu.
“Terminal bus Yogya?,” saya meyakinkan lagi.
“Iya…,” jawab si ibu lagi.
Saya hanya berpandang-pandangan dengan Kiki, perawat saya. Heran. Saya lalu bilang, “Ibu, Ibu ini rumahnya sangat dekat dengan RS ini, tolong diberi semangat anaknya ya, Bu.” Banyak pasien yang rumahnya jauh dari sini dan harus menempuh perjalanan 6-8 jam. Sebut saja Badruz, Aldi, dan banyak nama lainnya. Dan mereka sanggup. Alhamdulillah mereka berhasil.
Atas kondisi anak-anak mereka, bahkan ada di antara mereka yang menerimanya sebagai balasan atas perbuatan yang pernah mereka lakukan.
Saya beberapa kali meng-upload foto-foto saya dan situasi di poliklinik maupun di bangsal. Bahkan paling sering saya mengunggah foto berdua dengan pasien (baca: guru) saya.
Minggu kemarin saya meng-upload situasi di bangsal perawatan, dengan saya beri sedikit caption, yang entah nyambung atau tidak. Berbagai tanggapan muncul atas unggahan tersebut. mulai yang hanya berkomentar menyebut nama bangsal, “Estella….”
Ada yang mengenang, “Di tempat ini ada bnyk cerita yg nggk mungkin akan km lupa Dok…” Ada juga yang menyatakan kegembiraannya, “3 bln saya berjuang bersama anak saya di RS Sarjito alhamdulilah berhasil terimakasih pak dokter”.
Bahkan saya mempunyai bimbingan seorang calon dokter dari Belanda, namanya Mbak Sri Lestari. Memang dia orang Indonesia, seorang perawat yang bekerja di belanda, kemudian mendaftar ke Fakultas Kedokteran di Amsterdam, yang kemudian mengambil salah satu rotasi syarat kelulusannya dengen bekerja di Indonesia, di Yogyakarta, di bangsal Estella.
Dia bilang, “Di ruangan ini saya banyak belajar tentang banyak kasus Hematologie pada anak2. Kapankah saya bisa balik lagi, dok? Mas Eddot di tempat ini juga saya belajar menjadi dokter yg bijak dan berbuat yg terbaik utk pasien. Jg saya belajar bagaimana menjadi manusia yg bermanfaat utk sesama, specifiek utk anak2 yg punya hak untk HIDUP sehat. Trimakasih dr. Eddot dan dr. Pudjo Hagung supervisor saya.”
Alhamdulillah Mbak Sri sekarang sudah lulus sebagai dokter dan bekerja di sana.
“Ruangan yang mengajarkan keikhlasan, toleransi, dan kebersamaan. Di mana orang yang tidak kita kenal bisa menjadi kakak, adik bahkan orang tua. Ruangan penuh memory.” Ini dari orang tua yang lain.
Berbagai macam kesan dan impresi atas kondisi yang terjadi di ruangan kecil itu.
Suatu hari saya meminta salah satu orang tua pasien, Mbak Wuri, yang putrinya sudah mendahuluinya karena sakit yang dideritanya. Saya minta utntuk menulis sesuatu, kesan, penilaian ataupun keluh kesah tentang apa yang dialaminya selama mendampingi putrinya. Beliau seorang aktivis medsos, maka tentu tidak sulit bagi beliau untuk menulis.
Lalu muncullah di laman Instagramnya.
“Sesuatu yg tidak pernah aku tampakkan atau aku tuliskan di berandaku bukan hal yg tidak spesial. Bahkan ada bbrp yg begitu spesial amat spesial namun cukup di hati aku dan ada tempat tersendiri letaknya yg bisa membuat aku tersenyum sendiri memiliki kekuatan semangatku sendiri bahkan terkadang air mata dan rasa, asa yg tidak dapat diungkapkan...
Salah satunya juga tentang keberadaannya… Putri sulungku: Alm. Reisya Fazia Kirana.
Gelar awal (alm) yg sudah tersemat menghadap Ilahi mendahului aku yg sudah tidak merasakan kehidupan dunia yg fana…. Iya fana, semu, hanya sesaat tidak akan lama, bahagia di Syurga. Selama kurang lebih 2 tahun menghadapi kerasnya kehidupan tidak seperti layaknya usia sebayanya yang dengan kebahagiaan menjalani kehidupan seperti anak anak seusianya di jalur kehidupan yg semestinya.
Sekolah, bermain tidak adanya rasa was-was di tiap detiknya menitnya karena dulu dan bahkan hingga sekarang semua kehidupan anak-anak saat tervonis Leukemia harus sesuai prosedur dr kebersihan makanan dan lain lain.
Namun di balik itu semua ada yg harus aku syukuri di sana, kami memiliki kehidupan sendiri walau tidak seperti kehidupan normal pada umumnya team dokter tenaga medis yg luar biasa bahkan keluarga seperjuangan yg luar biasa juga.persaudaraan dan ikatan batin luar biasa yg masih terasa sampai detik ini...
Hingga yang aku rasakan dunia ini tidak ada apa apanya… (Saat aku mengucapkan kata-kata ini selalu ada buliran air mata yg jatuh aku selalu sertakan kalimat Istighfar… Astagfirullah… AKU pernah melewati masa-masa luar biasa….)
Aku yakin saat itu langkahku dimudahkan dan diringankan Allah SWT dan dikelilingi orang2 baik yg luar biasa juga… Siapa pun itu aku bersyukur memiliki mereka orang tua Bapak Ibu mertua saudara dll yg tidak dapat aku sebutkan satu persatu keberadaannya… Allah Maha Baik mengirimkan mereka… Kekuatan semangat suport selalu mengalir untuk aku yg kurasakan itu...
Akhhh Dokter Eddot buat tantangan yg buat mata serasa ada bawang merahnya…. Untuk menceritakan masa lalu aku yg luar biasa bisa mengenal Dokter dan team medis yg luar biasa juga… Sehat selalu semua dan kebaikannya di balas Allah dengan kebaikan yg luar biasa juga….”
Mbak Wuri hebat, sehebat orang tua yang lain.
Mbak Wuri adalah orang pilihan Allah, yang sudah lulus diuji Allah.
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَاۤ اِنْ نَّسِيْنَاۤ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَاۤ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَا قَةَ لَنَا بِهٖ ۚ وَا عْفُ عَنَّا ۗ وَا غْفِرْ لَنَا ۗ وَا رْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰٮنَا فَا نْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya….” (QS. Al-Baqarah: 286).