CakNun.com

Solidaritas Qorun, Sedekah Konglomerat

Corona, 30
Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 3 menit

Sangat banyak hal yang saya tidak tahu dan tidak paham. Dalam hidup ini jauh lebih banyak urusan yang saya tidak menguasai dibanding yang saya kuasai. Dan di antara sangat banyak hal itu, yang saya sangat dan paling tidak tahu, tidak paham dan tidak menguasai — adalah uang dan keuangan.

Tetapi anehnya dalam ketidaktahuan itu bisa-bisanya saya merasa tahu bahwa Indonesia tidak mengalami kesulitan yang terlalu serius jika melakukan tindakan atau keputusan lockdown total untuk mencegah meluasnya penyebaran Coronavirus. Tidak masalah kalau Pemerintah harus ngasih makan rakyatnya 14 hari penuh atau kalau perlu dua-tiga bulan, sebagaimana di Turki, Malaysia, Filipina, atau India. Kita punya empat kekayaan utama. Pertama, tanah air istimewa yang kaya raya yang dianugerakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, nasionalisme yang kandungannya adalah kasih sayang, solidaritas dan toleransi di antara sesama bangsa Indonesia. Ketiga, kita punya ribuan kearifan lokal, sikap hidup dan filosofi untuk saling tolong-menolong di antara sesama rakyat Indonesia. Keempat, kita punya “Indonesian Crazy Rich”, puluhan Konglomerat raksasa, ratusan Taipan-taipan kaya dan ribuan atau bahkan mungkin ratusan ribu penduduk-penduduk kaya, yang kalau semua itu bekerjasama “gotong royong” (:intinya Pancasila), maka lockdown total sekadar dua-tiga minggu atau dua-tiga bulan, bukanlah sesuatu yang tak terjangkau.

Sebut saja 10 besar Qorun-Qorun (istilah saja, tanpa memaksudkan Rajanya adalah Fir’aun dan kelas menengahnya adalah Hamman):

    1. R Budi dan Michael Hartono
      Jumlah kekayaan: US$37,3 miliar (Rp526,11 triliun)
      Sumber: Konglomerasi
    2. Widjaja Family
      Jumlah kekayaan: US$9,6 miliar (Rp135,4 triliun)
      Sumber: Diversifikasi
    3. Prajogo Pangestu
      Jumlah kekayaan: US$7,6 miliar (Rp107,2 triliun)
      Sumber: Petrokimia
    4. Susilo Wonowidjojo
      Jumlah kekayaan: US$6,6 miliar (Rp93,1 triliun)
      Sumber: Tembakau
    5. Sri Prakash Lohia
      Jumlah kekayaan: US$5,6 miliar (Rp78,9 triliun)
      Sumber: Petrokimia
    6. Anthoni Salim
      Jumlah kekayaan: US$5,5 miliar (Rp77,5 triliun)
      Sumber: Diversifikasi
    7. Tahir
      Jumlah kekayaan: US$4,8 miliar (Rp67,7 triliun)
      Sumber: Diversifikasi
    8. Boenjamin Setiawan
      Jumlah kekayaan: US$4,35 miliar (Rp61,3 triliun)
      Sumber: Farmasi
    9. Chairul Tanjung
      Jumlah kekayaan: US$3,6 miliar (Rp50,7 triliun)
      Sumber: Diversifikasi
    10. Jogi Hendra Atmadja
      Jumlah kekayaan: US$3 miliar (Rp42,3 triliun)

Sumber: Barang konsumsi

Atau ambil yang 50 besar. Yang kekayaannya paling rendah adalah 8 triliun Rupiah atau USD 585. Coba siapa-siapa dari Jamaah Maiyah datang ke rumah saya, saya kasih uang 1 Triliun Rupiah saja. Silakan bawa, dengan syarat harus dibelikan krupuk, kemudian digelindingkan semua di semua Jalan Tol dari Surabaya hingga Jakarta.

Cobalah siapa-siapa yang mengerti uang, keuangan dan perhitungan ekonomi, hitung seberapa kemampuan kita untuk berani lockdown. Berapa hari atau berapa minggu atau berapa bulan. Sedangkan per-kampung saja bisa dikelola subsidi silang penghidupan pokok untuk semua penduduk di wilayahnya.

Tapi apakah para Konglomerat yang kaya raya hampir menyamai Allah itu dipaksa oleh Pemerintah dengan aturan atau undang-undang tertentu — agar menshadaqahkan harta dan uangnya demi penghidupan bersama seluruh rakyat Indonesia? Kalau ada kemungkinan untuk itu, kalau ada nyali karena tidak ada utang budi, pasti sudah lahir aturan itu.

Saya punya teman seorang Pengusaha di Korea Selatan yang suatu hari mengeluh kepada saya sesudah ada kecelakaan Kapal yang menyebabkan sekitar 30 siswa SMP meninggal dunia. Pemerintah langsung mengambil sebagian simpanan uangnya di Bank untuk bersama membiayai penanganan akibat kecelakaan Kapal itu.

Tetapi para Konglomerat kita sama sekali tidak memerlukan aturan Pemerintah yang memaksa mereka bershadaqah. Untuk apa dipaksa, wong mereka semua adalah manusia. Bahkan manusia Pancasila, sehingga semua urusannya dengan Bank-bank dan kuasa Pemerintah selalu dimudahkan. Di dalam dada mereka ada kasih sayang dan rasa tidak tega, solidaritas dan kearifan, untuk mendermakan sebagian miliknya kepada rakyat kecil berpenghasilan harian di Negara yang mereka punya peluang mudah dan indah untuk menjadi kaya raya. Mereka akan berinisiatif sendiri dengan memanggil Presiden dan para Menteri untuk merundingkan implementasi shadaqah nasional mereka.

Di luar itu, toh di antara 250 juta rakyat Indonesia ada yang menempuh kehidupan dengan pedoman “man yattaqillaha yaj’al lahu makhrajan wa yarzuqhu min haitsu la yahtasib”. Selalu ada saja rezeki setiap hari dari Allah. Ada yang langsung diantarkan dan disiapkan oleh Malaikat Jibril sebagaimana Siti Maryam Ibundanya Nabi Isa. Ada lainnya yang lewat kurir entah siapa. Mungkin antara lain adalah anak-anak GoFood. “Innallaha ‘ala kulli syai`in Qadir”. Sesungguhnya Tuhan berkuasa atas segala sesuatu.

Lainnya

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Rakyat kecil kebagian remah kemakmuran berupa upah buruh murah, dan negara kebagian remah kemakmuran berupa pajak.

Nahdlatul Muhammadiyyin
NM
Exit mobile version