Ingah-Ingih, Anyi-Anyi dan Perang Khandaq
Mestinya Jakarta sudah diportal komplet sejak awal Maret 2020. Seperti Perang Khandaq di mana kota Madinah dikelilingi parit yang dalam agar musuh tidak mudah memasukinya. Tetapi Indonesia tergolong Negara yang ingah-ingih dan gojag-gajeg dalam urusan penerapan lockdown atas Covid-19. Informasi, pernyataan dan sikap para Pemangku Negeri pathing blasur, seperti kambing anyi-anyi: kalau dikasih rumput cuma diambus-ambus, antara mau dan tak mau.
Pagi-pagi Mbah Uti Novia Kolopaking kasih saya teks berikut tapi dengan pengantar “Kayaknya itu hoax. Kita tunggu aja berita-berita berikutnya”.
Teguran ini resmi dilayangkan Presiden hari ini, Minggu, 29 Maret 2020. Dalam telponnya kepada para Kepala Daerah tersebut Presiden tak bisa menahan amarahnya, karena Presiden menilai keputusan para kepala daerah tersebut untuk melakukan lockdown tanpa dasar hukum ketata negaraan seperti: 1. Meminta pertimbangan Kepala Negara untuk tingkat Provinsi, 2. Meminta pertimbangan Mentri Dalam Negri untuk tingkat Kota/ Kabupaten, 3. Ada rekomendasi dari Kementrian Kesehatan.
Atas dasar ini, Presiden meminta para Kepala Daerah tersebut mencabut status lockdown atau Negara memberlakukan sanksi INDISPLINER kepada kepala daerah tsb.
Lebih lanjut, Kepala Negara menegaskan bahwa tugas Kepala Daerah melindungi warganya. Sebagai contoh, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat yang melaporkan 5 warganya positif suspect terpapar virus Corona, maka langkah Walikota untuk melindungi warganya bukan melakukan lockdown tapi segera berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Barat untuk menerapkan protokoler kesehatan yang telah di tetapkan pemerintah pusat.
Atas dimuatnya berita ini, maka Pemerintah Pusat meminta kepada warga agar tidak panik, karena Pemerintah Pusat menjamin serta memastikan TIDAK ADA LOCKDOWN DAERAH DENGAN ALASAN DAN PERTIMBANGAN APAPUN, KEPALA DAERAH TIDAK MEMILIKI DASAR HUKUM DAN WEWENANG MENENTUKAN STATUS DAERAHNYA.
Demikian Klarifikasi dari Pemerintah Pusat.
Dan benar Mbah Uti Novia bahwa itu dusta. Tetapi tidak berarti bahwa faktanya adalah sebaliknya. Wakil Presiden bilang lockdown untuk kasus Corona belum perlu.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana untuk menerapkan karantina wilayah di ibukota. Bahkan Anies sudah mengajukan permohonan kepada Presiden Jokowi. Kabar tersebut dibenarkan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Surat yang diterima pemerintah pusat itu bernomor 143 dan diteken pada Sabtu, 28 Maret 2020. “Diterima tanggal 29 Maret 2020 sore. Isinya minta pertimbangan pemberlakuan karantina wilayah,” kata Mahfud saat dihubungi wartawan, Senin (30/3/2020).
Sebelumnya, Anies Baswedan mengaku tengah mempersiapkan sejumlah cara untuk mencegah penyebaran virus Corona atau Covid-19. Salah satunya dengan melakukan lockdown parsial atau karantina wilayah. Namun Anies mengatakan tahapan karantina wilayah masih dalam pembahasan. Kemarin, topik ini disebutnya juga dibahas bersama dengan Pangdam Jaya Mayjen TNI Eko Margiyono dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sujana.
“Ya. Itu (karantina wilayah) semua dalam kajian. Tadi juga sempat dibahas,” ujar Anies di Balai Kota, Sabtu (29/3/2020) sore.
Anies juga mengatakan indikator yang menjadi patokan Jakarta untuk bisa melakukan karantina wilayah juga tengah dibahas. Nantinya ketika semuanya rampung, ia akan segera mengumumkannya.
“Jadi itu (indikator karantina wilayah) termasuk yang sedang dibahas. Nanti kalau sudah final, kita akan umumkan,” kata Anies.
Walhasil, ingah-ingih, anyi-anyi, gojag-gajeg. Ora cag-ceg.
Selebihnya kita malah sibuk dengan bahasa dan istilah. Lockdown, karantina wilayah, darurat sipil — dan bisa diramaikan dengan penambahan kemriyek istilah-istilah lain: portalling, uzlah, gembok, serung, tapabrata, singidan, ngumpet, khandaq atau apapun saja. Mari sibuk bahasa, istilah dan retorika di area abu-abu. Indonesia adalah Bangsa, Pemerintah, Rakyat dan Masyarakat yang merdeka. Artinya, bebas, muter-muter, mubeng-mubeng, tidak kunjung fokus pada satu ketentuan.
Apakah uraian ini adalah kritik atau kecaman kepada Indonesia dan Pemerintahnya? Sama sekali tidak. Sejak awal kita Jamaah Maiyah tidak menggugat apapun, mempersilakan kedaulatan formal berlangsung, sepanjang tidak menyentuh muru`ah Maiyah. Sepanjang tidak menyakiti martabat dan Daulat Maiyah.
Maiyah berdaulat tanpa mengganggu kedaulatan di luar dirinya. Maiyah tidak merongrong siapapun dan apapun. Maiyah tidak mengurangi jumlah massa, anggota atau warga Institusi apapun. Bahkan Maiyah tidak mempengaruhi siapapun, meski setinggi langit cinta Maiyah kepada bangsa Indonesia. “Innaka la tahdi man ahbabta, walakinnallaha yahdi man yasya`”. Maiyah tahu ia tidak punya daya sedikit pun untuk memberi petunjuk kepada siapapun yang ia cintai, karena Allah yang berdaulat dan bermaha-kemampuan untuk menghidayahi siapapun yang Ia kehendaki.
Bahkan Maiyah sudah lama memahami “innallaha la yughayyiru ma biqoumin hatta yughayyiru ma bianfusihim”. Sesungguhnya Allah tidak mengubah sesuatu pada suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang mengubahnya — dipertanyakan di Sinau Bareng Maiyah: “Siapa subjek utama perubahan?” Bukan suatu kaum, melainkan Allah. Maiyah menyimpulkan pengubah utama setiap keadaan adalah Allah, meskipun Ia menuruti berdasarkan inisiatif suatu kaum untuk mengubah diri.
Jauh sebelum Coronavirus bertamu ke tanah air, Maiyah sudah selalu melakukan lockdown, yang kebanyakan orang tidak memahaminya. Forum Sinau Bareng dibuka lebar-lebar untuk siapapun, nasab dan suku apapun, beragama apapun, banci atau bukan, bertatto seluruh badannya atau hanya berpakaian besi krincing-krincing. Lho, katanya lockdown? Jamaah Maiyah sudah menjalankan totalitas hidup di semesta Tauhidnya, kasih sayang kemakhlukannya, toleransi kemanusiaannya, bahkan lockdown wilayah kematangan dan kedewasaannya menghadapi segala kemungkinan paradoks, dialektika dan keserba-anekaan dan fenomena apapun. Bahkan Iblis, Setan, Jin silakan masuk ke area Sinau Bareng Maiyah — sebab Jamaah Maiyah sudah lockeddown akidah, akhlaq dan mentalitasnya untuk tidak bisa diganggu oleh Setan, Iblis, Jin.
Jamaah Maiyah sangat percaya diri bahwa keterbukaan bahkan mungkin bisa disebut liberalitas forum Maiyah tidak akan bisa menjangkitkan virus apapun, terutama yang bersifat akhlaq, moral, akidah, psikis, mentalitas. Tetapi karena hal-hal yang berkaitan dengan Coronavirus bersifat “ghaib”, meskipun Kenduri Cinta Maret 2020 tetap dilaksanakan, berikutnya Maiyah menghentikan aktivitas massalnya di manapun di seluruh dunia. Pernyataan Allah sangat jelas tentang Corona dll: “Pada sisi Allah lah segala pengetahuan tentang yang Ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia. Dia mengetahui semua yang di lautan maupun daratan. Tiada sehelai daun pun yang gugur kecuali sepengetahuan Dia. Dan tidak sebutir biji-biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak ada sesuatu pun yang kering maupun yang basah, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata, Lauhul Mahfudh”.
Kecuali para ilmuwan dan pakar kedokteran sudah melakukan pengenalan, penelitian atas Coronavirus sehingga menghasilkan suatu pengetahuan yang membuatnya tidak termasuk di dalam kategori yang dimaksudkan oleh ayat di atas.
Rasulullah Muhammad saw bersabda:
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari).
Jangan memasukinya, arti sisi lainnya adalah: jangan dikasih masuk. Lha kita malah memudahkan turis beramai-ramai masuk dengan korting harga tiket dst. “Jangan tinggalkan tempat itu”, jangan bawa penyakit keluar wilayahmu.
Besok-besok kalau Dajjal biologis datang, sembunyilah di rumah masing-masing. Itung-itung sekarang latihan. Ini masih jauh dari Dajjal. Ini masih Ya’juj Ma’juj batuk dan bersin.