CakNun.com

Perahu Retak (1996), Temukan di Indonesia Hari Ini

Catatan Majelis Maiyah Mocopat Syafaat, 17 Juni 2019
Muhammad Zuriat Fadil
Waktu baca ± 8 menit

Aslinya Kita Tidak Mampu Idul Fitri

Tak berlama-lama, setelah para JM dilatih tingkat konsentrasinya demi menyimak tuturan Pak Mustofa, Mbah Nun kemudian naik ke panggung bersama Mas Sabrang, Pak Tanto Mendut, Dalang Sih, Pakde Herman, dan Kiai Muzammil. Semua yang di atas paggung kemudian diminta oleh redaktur untuk menjadi juri dari workshop yang para pesertanya masih sibuk berdisksusi di tempat yang layak.

Sapaan dari Mbah Nun kepada para JM selalu dinanti, suara dari yang dirindukan. Suara Mbah pada cucu-cucunya, suara orang tua kepada anak-anaknya, suara sapaan dari kampung halaman terdalam. Singkat dan langsung masuk ke pembahasan, Mbah Nun mengingatkan kita karena ini masih suasana Idul Fitri bahwa “Aslinya kita tidak mampu Idul Fitri”.

Kita diingatkan kembali bahwa aslinya hidup adalah puasa, menahan dari berbagai macam hal. “Puasa Ramadlan itu hanyalah lokalisasi waktu berpuasa,” menurut Mbah Nun. Dan kalau biasanya kita mendengar ceramah atau pengajian yang membahas bahwa puasa Ramadlan adalah perjuangan yang sangat berat, itu patah tanpa bermaksud dipatahkan, dalam babaran Mbah Nun. Justru menurut Mbah Nun lelaku tidak makan-minum dari subuh hingga maghrib adalah semudah-mudahnya bentuk puasa. Itupun kita masih gagal juga, kadang justru pengeluaran makan lebih banyak saat bulan Ramadlan daripada bulan lainnya. Dan kita GR, merasa pantas merayakannya dengan berbagai budaya yang aslinya banyak basa-basi belaka.

Mohon maaf lahir batin itu saja kita jarang mendengar, ada orang yang mengucapkannya sambil memberi konkretnya kesalahan apa yang dimaksud. Di berbagai tempat, struktur sosial yang tinggi malah diberi maaf lahir batin. Kita banyak berjalan kurang presisi, kalau di antara pemerintah dan rakyat siapa yang lebih banyak peluang berbuat salah? Siapa yang mestinya menghaturkan maaf lahir batin? Toh kalaupun nanti ada rezim atau pemerintahan yang melakukannya, bisa jadi juga sekadar fans service belaka, untuk menyenangkan hati fans saja. Sebab pada dasarnya kita mesti selalu husnudhdhon dengan sesama tapi perlu selalu su`udhzon pada kekuasaan.

Lainnya

Sambung Sedulur

Sambung Sedulur

Dua puluh enam tahun adalah jarak waktu yang panjang untuk sebuah perjalanan kebersamaan.

Gambang Syafaat
Gambang Syafaat
Exit mobile version