CakNun.com

Nasib Petani

Toto Rahardjo
Waktu baca ± 1 menit

Sistem monokultur besar-besaran digalakkan lewat Revolusi Hijau merupakan salah satu penyebab utama yang mengerdilkan pertanian, petani, dan sistem kedaulatan pangan kita. Padahal keanekaragaman hayati (dan pengelolaan pertanian tanaman beragam—bukan semata beras) adalah sesuatu yang seharusnya perlu dibudidayakan.

Seharusnya berpihak kepada ilmu pengetahuan pertanian lokal. Seperti “pemuliaan benih” lewat praktik-praktik berbasis komunitas, yang sayangnya, aksi para petani ini disepelekan (karena mereka dianggap bukan ilmuwan oleh kalangan elite). Dan bahkan sering dikriminalisasi dengan tuduhan “praktik pencurian metode” atau “praktik mendistribusikan benih yang tidak bersertifikasi”.

Adalah hak (petani) atas benih. Namun pemerintah, sejak Orde Baru hingga sekarang masih saja menitikberatkan subsidi dan insentif (secara terselubung) kepada perusahaan-perusahaan besar yang selalu mempertahankan kekuatan untuk memonopoli arus produksi dan distribusi (perdagangan) pangan, di samping kelemahan pemerintah di tingkat global dalam menghadapi tekanan yang muncul akibat globalisasi dan perdagangan bebas.

KiaiToHar

Toto Rahardjo
Pendiri Komunitas KiaiKanjeng, Pendiri Akademi Kebudayaan Yogyakarta. Bersama Ibu Wahya, istrinya, mendirikan dan sekaligus mengelola Laboratorium Pendidikan Dasar “Sanggar Anak Alam” di Nitiprayan, Yogyakarta
Bagikan:

Lainnya

Sedulur Tani

Sedulur Tani

Pada zaman yang lalu jika usai panen, sedulur tani dapat membeli sekian gram emas, namun sekarang justru tak ada segram pun emas yang mampu dibeli — sebaliknya malah emas yang ada justru tergadaikan untuk membeli benih, pupuk, dan pestisida.

Toto Rahardjo
Toto Rahardjo
Exit mobile version