QOLAM NUN


Di antara banyak huruf-huruf Hijaiyah, tidak semuanya menjadi fawatihussuwar (pembuka permulaan surat). Allah yang Maha mengetahui pasti mempunyai tujuan yang berarti dalam setiap pilihan huruf, lafadz, dan kalimat firman-Nya.
Tulisan ini mencoba mentadabburi ayat pertama dalam surat al-Qalam yang di awali dengan hurun Nun.
ن ۚ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ
Nūn. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan ( QS. al-Qalam : 1)
ن
Bentuk huruf Nun memiliki gambaran seperti daya tampung yang menuju satu titik arah di atas. Nun memiliki karakter menampung, mengemban, menimang, merangkul, memeluk, ngemong dengan kasih sayang untuk melihat dan meraih satu titik tujuan yang tinggi, luhur dan agung.
Karakter Nun mengajak ke kebenaran sejati dengan cinta dan bijaksana. Prinsipnya adalah kebersamaan menggapai kesejatian. Bukan egoisme dan keserakahan.
Karakter Nun mampu mengayomi semua kalangan manusia. Perbedaan suku, usia, ekonomi, bahkan perselisihan di masyarakat, Nun akan menjadi perangkul yang menumbuhkan persahabatan dan meningkatkan semangat kebahagian kehidupan dengan rahmat kasih sayang Tuhan.
Nun adalah pusaka, dalam kondisi krusial hanya karakter Nun-lah yang mampu meleraikanya. Seperti Kanjeng Nabi Muhammad Saw. yang mampu mempersatukan perselisihan suku di Madinah, dan mampu melembutkan hati kaum muslimin ketika peristiwa Fathul Makah.
Dalam perkembangan zaman yang sudah lumrah dengan kelicikan, kecurangan, dan keserakahan, yang menjadikan ketimpangan sosial dan kerusakan ekosistem kehidupan, maka Karakter Nun-lah yang sangat dibutuhkan di era zaman sekarang ini.
Pada kalimat selanjutnya Allah menegaskan dan menguatkan kesejatian-Nya dengan qosam (sumpah);
وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ
demi pena dan apa yang mereka tuliskan.
Mengapa Allah menciptakan pena dan bahkan sampai bersumpah denganya? Di Lauhil mahfudz, salah satu mahluk Allah yang dimanfaatkan oleh malaikat-Nya untuk menulis semua nasib makhluk di alam semesta ini adalah pena.
Sedangkan di dunia; tumbuhan, binatang, bulan, bintang, matahari dan manusia adalah salah satu dari sekian banyak pena Allah yang ada di dunia. Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakanya adalah goresan tulisan kehidupan yang bisa kita baca dan pelajari untuk menemukan ilmu pengetahuan tentang kebesaran dan kemuliaan-Nya.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
Dia menciptakan manusia dari segumpal darah.
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
Bacalah! Tuhanmulah Yang Mahamulia,
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
Yang mengajar (manusia) dengan pena.
عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dari tulisan kehidupan pena ciptaan-Nya, manusia disuruh untuk membaca dengan mengingat asma-Nya. Allah adalah Sang Maha Penulis sejati. Karya-Nya tidak bisa terhitung, keindahanya tidak bisa tertandingi dan manfaat tulisan-Nya mengarahkan ke kehidupan sejati.
Antara pena, penulis, dan tulisan itu sendiri tidak dapat dipisahkan. Ketiganya adalah kesatuan yang menebarkan manfaat dalam ilmu pengetahuan dan peradaban.
Andaikan dulu al-Qur’an tidak ditulis dan dibukukan, mungkin peradaban umat islam tidak bisa berkembang seperti sekarang.
Mentadabburi ayat pertama surat al-Qolam ini mengingatkan penulis ketika sedang mensyukuri nikmat 72 tahun kelahiran Mbah Nun.
Seperti kita ketahui bersama, hidup beliau selalu ngemong semua golongan lapisan masyarakat. Dari mulai kaum dua’fa, disabilitas, kiai, santri, budayawan, preman, aparat negara bahkan sampai orang yang dianggap masyarakat gila—semuanya itu beliau rangkul dalam kenyamanan, kebaikan,dan keindahan bersama. Yang selalu beliau utamakan dan tawarkan adalah kebersamaan dalam balutan cinta kepada Allah Swt (almutahbbina fillah).
Budaya guru-menggurui yang sering terjadi di lembaga pendidikan dan masyarakat, tidak dirasakan dalam forum Maiyah kita bersama. Keluh kesah, pertanyaan, dan penyataan para jamaah selalu beliau respons dengan kebijaksanaan dalam mencari solusi dan kebenaran dengan kedaulatan jamaah seutuhnya.
Belum lagi jejak kehidupan beliau dalam meleraikan permasalahan yang ada di masyarakat. Kasus konflik, penaganan pasca bencana alam, sampai kasus peralihan kekuasaan kepemimpinan negara, beliau masuki dan obati dengan sikap menduhulukan kemaslahatan bersama.
Namun yang pasti, beliau adalah manusia biasa. Ada kekuranganya itu pasti. Dan karakter Nun yang utuh dan sempurna adalah Rasullullah Saw., Kekasih Allah, pembawa Rahmatan Lil ‘alamin.
Sedangakan mengenai lafadz Qolam (pena) pada ayat pertama surat al-Qolam tersebut mengingatkan saya juga pada tulisan-tulisan Mbah Nun yang sangat banyak jumlahnya. Baik yang dibukukan ataupun juga yang ada di media masa.
Menulis seperti sudah mendarah daging bagi beliau. Berbagai jenis tulisan seperti puisi, naskah drama, artikel, esai dan mungkin masih banyak lagi lainya telah beliau tulis. Tulisan beliau juga mencakup luas berbagai aspek-aspek nilai kehidupan. Seperti nilai religius, sosial, politik, dan lain sebagainya.
Padahal kegiatan beliau sangat dipenuhi menemani dan membersamai masyarakat dari berbagai kalangan jenis, namun menulis tidak terlepas darinya. Sehingga kami sebagai anak cucunya merasa malu, di usia kami yang masih muda, dan waktu kami yang masih longgar, terkadang untuk menulis satu tulisan pun sangat merasa sulit dan sungkan.
Dalam rangka tasyaku ulang tahun ke-72 Mbah Nun sekarang ini, semoga tadabbur pada huruf Nun dan makna Qolam ini menjadi bukti semangat cinta kepada Allah dan Rasulullah, melalui mengingat hamba-Nya yang sangat mencintai kami, yaitu Mbah Nun.
Demi cintaku pada-Mu ya Allah. Dan demi cintaku pada kekasi-Mu Rasulullah. Sehatkanlah, jagalah dan sayangilah Mbah Nun kami.