Mbah, Terima Kasih Telah Mengisi Ruang Kosong di Hidup Saya


Saya pertama kali mengenal Mbah Nun di akhir tahun 2018. Bukan dari pengajian langsung, tapi dari quote-quote beliau yang sering muncul di media sosial. Waktu baca itu, saya langsung merasa dekat. Seolah-olah apa yang saya rasakan selama ini dijawab lewat kata-kata Mbah.
Dari situlah saya mulai tahu tentang Maiyah. Sampai akhirnya di tanggal 13 Juni 2019, saya pertama kali hadir langsung di pengajian Mbah Nun. Kebetulan tempatnya tidak jauh dari desa saya. Waktu itu saya cuma bermodal info barengan. Tapi alhamdulillah, saya malah bertemu teman yang juga sama-sama ingin tahu tentang Maiyah.
Sepulang dari pengajian itu, rasa ingin tahu saya makin besar. Saya cari tahu terus, sampai akhirnya menemukan simpul Juguran Syafaat. Baru sadar, ternyata di tiap daerah ada simpulnya.
Tanggal 13 Oktober, saya nekat datang ke Juguran Syafaat. Nggak nyangka, saya malah merasa seperti pulang. Ketemu teman-teman yang nerima saya apa adanya. Di forum itu saya sering dengar istilah almutahabbiina fillah. Di sini saya merasa jadi bagian dari keluarga.
Kalimat dari Mbah yang paling saya ingat sampai sekarang: “Di Maiyah kamu tidak akan ditanya kamu siapa, apa pekerjaanmu, agamamu apa…”
Di Maiyah, nggak ada yang merasa lebih tinggi. Saya merasa dihargai sebagai manusia. Dulu saya sering minder. Tapi di sini saya bisa duduk bareng siapa saja tanpa merasa kecil.
Salah satu perubahan dalam diri saya setelah kenal Maiyah adalah saya jadi lebih kuat. Dulu saya gampang banget nangis, gampang panik kalau ada masalah. Sekarang saya lebih tenang, lebih berani menghadapi hidup.
Saya masih ingat sekali, waktu ikut Sinau Bareng di Alun-Alun Banjarnegara. Malam itu saya bisa salim ke Mbah Nun. Lalu Mbah meniupkan doa ke kepala saya. Saya langsung terdiam. Hati saya campur aduk.
Sejak itu, saya selalu minta sama Allah supaya bisa duduk di saf depan setiap kali ikut pengajian. Dan alhamdulillah sering terkabul. Bahkan saya pernah dapat kopi sisa dari Mbah. Mungkin buat orang lain itu hal biasa. Tapi saya pernah dengar dawuh: minuman bekas orang sholeh atau ulama itu bisa jadi obat.
Yang bikin saya merasa diterima di Maiyah adalah karena semua orang memperlakukan saya dengan baik, tanpa melihat latar belakang saya. Nggak ada yang menilai saya dari luar. Saya diterima sebagai manusia.
Kalau saya diberi waktu 5 menit bicara langsung dengan Mbah, saya mau bilang: “Mbah… Terima kasih untuk semuanya. Terima kasih sudah hadir di dunia ini. Terima kasih sudah mengisi ruang kosong di hidup saya. Terima kasih atas semua yang Mbah ajarkan. Saya merasa lebih tenang, lebih semangat menjalani hidup.”
Sekarang, di usia Mbah yang ke-72 tahun saya berdoa untuk Mbah Nun. Kami masih butuh Mbah. Kami masih ingin sinau bareng. Kami rindu, Mbah.
Selamat ulang tahun, Mbah. Terima kasih sudah jadi cahaya untuk banyak orang. Termasuk saya.