CakNun.com

Belajar Upaya Sehat dari Tetangga

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
Waktu baca ± 2 menit

Pada akhir September 2019, saya diundang ke Philipina untuk menghadiri pertemuan regional tentang kerjasama dokter ahli kanker anak. Pertemuan antar negara ‘berkembang’ yang sekarang julukan itu diperhalus dari terminologi ‘developing countries ’menjadi ‘low-middle income country/ LMIC’ untuk Indonesia, dan ‘low income country/LIC’ untuk negara lain yang kondisinya lebih miskin. Sebutan itu dari Bank Dunia, bukan dari saya lho.

Indonesian student, Namu Keeling, Indonesia.
Photo by Yannis H on Unsplash

Kawan-kawan sesama dokter kanker anak yang berasal dari beberapa negara berkembang di Asia seperti Malaysia, Thailand, Myanmar, Vietnam, Nepal, Sri Lanka, dan India juga diundang dalam pertemuan ini, dan tentu tak lupa beberapa delegasi dari tuan rumah sendiri. Namun Singapura sebagai negara maju juga diundang  dalam pertemuan itu sebagai penyemangat dan sebagai sponsor. Pertemuan itu sendiri bertujuan untuk mengetahui kondisi masing-masing negara dalam menangani kanker anak, serta berdiskusi untuk memperbaiki dan mencari jalan keluar dari hambatan untuk merawat pasien kanker anak sebaik-baiknya.

Aliansi ini sebenarnya lahir pada waktu kami menghadiri pertemuan akbar tentang kanker anak sedunia, yang diselenggarakan di Memphis, AS pada akhir 2018. Di situlah awal terbentuknya aliansi ini dan pada akhirnya kami bersepakat untuk menamai kumpulan kerjasama ini dengan ACCA, Asian Childhood Cancer Alliance. Bersama Alen Yeoh, kawan dari Singapura, saya berkesempatan mendesain logo aliansi ini.

Pada pertemuan yang berlangsung Davao Philipina ini kami diajak berkeliling meninjau fasilitas perawatan kanker anak yang berada di wilayah selatan Filipina ini. Mulai dari sarana diagnostik, perawatan, rumah singgah sampai pada perawatan paliatif termasuk fasilitas untuk pasien-pasien yang sudah sampai pada end of life-nya. Tur keliling rumah sakit ini di-guide oleh dokter senior di sana. Dr Mae.

Dr. Mae Dolando adalah sahabat saya yang saya kenal sejak beliau menjalani fellowship di Singapura.

Hampir setiap tahun kemudian kami bertemu dalam pertemuan rutin tahunan yang berlangsung di Singapura. Sebagaimana sahabat saya dari Vietnam, dr. Mae juga banyak membagikan pengalaman beliau di Davao. Kami banyak berdiskusi tentang kekurangan dan kelebihan satu sama lain. Pada waktu awal kita ketemu memang terkesan bahwa perawatan untuk kanker anak yang kita lakukan menjadi contoh dari banyak teman-teman dari negara sekitar.

Tapi setelah tur RS itu selesai, saya harus bilang, bahwa kita harus belajar dari Filipina. Kemajuan yang dicapai ternyata juga diperoleh dari campur tangan negara, pemerintah, dan LSM yang ada di sana.

Saya cukup lama merenung tentang fenomena ini. Apakah kita yang mundur, atau justru mereka maju sangat cepat? Ada sebagian orang bilang bahwa kondisi ekonomi kita sebenarnya enggak buruk-buruk amat. Bahkan mungkin lebih baik, lebih kaya, lebih makmur. Tetapi apakah kekayaan, kemakmuran ini bisa dirasakan sampai ujung masyarakat, atau masyarakat yang di ujung? Saya terdiam, memikirkan hal ini dan berandai-andai. Tidak perlu banyak kasus yang tak tertangani andaikata…, tak perlu banyak pasien meninggal andaikata…, tak perlu orang miskin pusing mencari upaya kesehatan andaikata….

Saya hanya bisa bersedih dan prihatin. Jangankan untuk mencapai pengobatan terkini, jangankan untuk memperoleh akses diagnosis yang canggih, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pokok, kita raih dengan terengah-engah. Harga BBM pun meroket, emak-emak harus antri panjang demi mendapat jatah untuk membeli minyak goreng, beberapa saat yang lalu harga 1 kg cabe rawit yang lebih mahal dianding dengan harga 1 kg daging. Kebutuhan pokok pangan pun masih bermasalah, bagaimana dengan kebutuhan pokok di bidang kesehatan?

Sedih saya tuu….

Lainnya

Pemula Membaca Puisi

Pemula Membaca Puisi

Saya pun semakin menunduk. Belum sempat saya melaporkan apa yang saya lakukan semalam, Simbah sudah lebih dulu memberi ceramah tentang apa kekurangan saya, lewat tatapan mata dan genggaman tangannya.

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
dr. Eddot
Pasca Gua Sophisticated

Pasca Gua Sophisticated

Saya bilang tadi di dalam gua, sempat ketemu Bu Nyai dan ngobrol, dan tak lupa membicarakan rencana Cak Nun yang akan segera keluar dari ‘gua sophisticated’.

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
dr. Eddot
Exit mobile version