CakNun.com

Puji Tuhan atas Keterombang-ambingan

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 5 menit
Image by Mirko Zax from Pixabay

Maunya semua manusia yang bertuhan antara lain adalah Allah menerapkan hukum-hukumnya sekarang ini di dunia atas kehidupan manusia. Tidak harus menunggu akhirat. Dalam kehidupan di dunia yang sekarang ini Allah menerapkan reward-Nya kepada kebaikan manusia dan menimpakan punishment-Nya kepada siapa saja yang berbuat jahat dan buruk, sesuai dengan prinsip aturan Allah.

Misalnya ambil firman yang paling polupler dan sangat dikenal oleh kaum muslimin yang paling awam pun:

فَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرٗا يَرَهُۥ
وَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٖ شَرّٗا يَرَهُۥ

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula.”

Kalau seseorang mencuri, melakukan korupsi, menjahati manusia lain, menyakiti, menipu, menista, menghina atau perbuatan jahat apapun lainnya, sistem di antara manusia menghukumnya, sementara Allah juga menghukumnya.

Allah menerapkan nilainya terhadap manusia sombong atau rendah hati, manusia serakah atau loman, manusia pensyukur atau lalai, manusia pengasih atau pembenci. Dan segala macam yang muncul dari kosmos hati dan psikologi manusia.

Tetapi sebenarnya hari Minggu kemarin saya merasa doa dan jalan pikiran saya itu dikabulkan oleh Allah Swt, dalam kasus kecil dan skala khusus. Petarung MMA (mix martial art) Dustin Poirier bertarung untuk ketiga kalinya melawan Conor McGregor. Di UFC 178 pada 27 September 2014 Dustin di-KO pada ronde pertama. Pada pertarungan kedua, 24 Januari 2021, ganti McGregor di-KO oleh Dustin. Minggu kemarin pertarungan ketiga mereka.

Sebagaimana ketika Gregor tarung melawan Khabib Nurmagmedov, saya sangat serius mendoakan Dustin. “Ya Allah, berpihaklah kepada kebaikan. Menangkanlah manusia yang baik. Jangan biarkan manusia MacGregor yang sombong, tamak dan bermulut sampah mendapatkan kemanangan”. Saya shalat malam, shalat dluha sebelum pertandingan main event UFC 264. Saya ndridil mewiridkan semua sifat maha kuat, maha kuasa, maha dahsyat, maha perkasanya Allah.

Dustin adalah seorang altruis dan dikenal sebagai “pahlawan kaum miskin” yang sangat berat hati kepada kesengsaraan hidup masyarakat miskin di kotanya, bahkan lebih luas dari itu sampai ke Lebanon, sebagaimana Khabib bersedekah sampai ke Afrika. Lewat yayasan yang dia dirikan, Good Fight, teman-teman satu profesinya seperti Max Holloway, Khabib Nurmagomedov, Cub Swanson, Allen Jouban, Eryk Anders, Brendan Allen, dan Sabah Homasi, ia ajak menggalang dana. MacGregor mempermainkan kebaikan hati Dustin dengan menjanjikan akan menyumbang tapi kemudian diberikan kepada Yayasan lain sambil memfitnah bahwa Dustin menghimpun dana untuk kepentingan pribadinya. MacGregor yang disebut “Setan” oleh Khabib, juga menghina istri Dustin, sebagaimana dulu dia menghina Agama, Bapak dan istrinya Khabib.

Sementara Dustin memiliki cara pandang dan kualitas kemuliaan hati sebagai manusia. “Kalau saya berdiri hendak memasuki gerbang Octagon, saya tidak berdoa untuk kemenangan saya, melainkan memohon kepada Tuhan agar kami berdua (: dengan lawannya) bisa keluar dari Octagon dalam keadaan selamat dan sejahtera”.

Sebelum pertarungan di 264 MacGregor mengatakan bahwa ia akan membunuh saya dalam pertarungan. Kill and murder. Sebaiknya kita jangan berbicara seperti itu. Kita semua tahu manusia akan mati, dan kita tidak perlu menjadikannya sebagai ancaman di antara manusia.”

Maka saya merasa doa saya agar Dustin dimenangkan oleh Allah, adalah sejalan dengan konsep dasar Allah menciptakan manusia dan kehidupan ini. Saya tidak akan tahan menyaksikan kalau sampai MacGregor menang, betapa akan semakin parah kebusukan mulutnya yang berasal dari kepongahan hatinya. Apalagi ia disebut sebagai “the biggests superstar of MMA sport” oleh media internasional secara sangat tidak rasional dan tidak realistis.

Gelar yang tidak berdasarkan prestasi sport-nya, apalagi dipertimbangkan berdasarkan integritasnya sebagai atlet. Ia digelari seperti itu karena “popularitas” adalah parameter utama dari kebesaran manusia. Itu termasuk satu dari sekian hal terbodoh dari peradaban ummat manusia Abad 20-21. McGregor adalah role-model dari irrasionalitas masyarakat kapitalisme industrial yang sangat tidak mendasar pertimbangannya atas nilai-nilai makhluk manusia, padahal mereka selalu meneriakkan “Hak Asasi Manusia”.

Akan tetapi masyaallah la haula wala quwwata illa billahil ‘Aliyyil ‘Adhim, ternyata Allah mengabulkan doa saya. Dustin menghentikannya dengan TKO sebelum berakhir ronde pertama. Bahkan McGregor patah enkel kaki kirinya di akhir ronde pertama.

Tentu saja saya tidak GR bahwa kemenangan Dustin adalah hasil dari doa saya, sebagaimana doa yang sama dulu juga saya panjatkan untuk kemenangan Khabib Nuramagomedov. Tetapi saya mensyukurinya dan menggathuk-gathukkan sendiri antara pertandingan itu dengan doa saya.

Karier MMA McGregor relatif berakhir dengan patah kakinya. Belal Muhammad petarung asal Palestina mengatakan itu “karma” yang menimpa lelaki busuk dari Irlandia itu karena mempermainkan istri Dustin Poirier di Instagramnya. Petarung lain, Rafael Dos Anjos mengatakan: “Dulu saya batal tarung lawan McGregor karena cedera kaki. MacGregror meremehkan dan memain-mainkan cedera saya, dan sekarang dia mengalaminya”.

Melihat McGregor patah kakinya itu saya teringat Ustadz Yasin Hasan Abdullah Pasuruan yang mengeluh kepada Allah kenapa tantara-tentara Amerika yang menguasai Ka’bah dan Arab Saudi tidak “kuwalat”, misalnya “pètor sikilé”. O rupaya sikil pètor itu lah wujud nyata yang dialami oleh McGregor. Dan jangan menyangka bahwa sikil pètor itu akan mengubah akhlaqus-sayyi`ah McGregor, membuatnya belajar sesuatu untuk mengalami perubahan-perubahan dalam kepribadian. Apalagi ideologi media modern, bahkan Dana White, boss UFC, tetap “menabikannya”. Sawa`un ‘alaihim aandzartahum am lam tundzirhum tetap saja la yu`minun. Sebab khotamallahu ‘ala qulubihin wa ‘ala sam’ihim ghisyawah wa lahum ‘adzabun ‘adhim”.

Memamg sih apa yang dialami oleh McGregor dalam pertarungannya dengan Khabib maupun Dustin klop dengan muatan doa saya, meskipun itu tidak berarti bahwa doa saya maqbul. Tetapi di luar itu banyak sekali doa-doa saya yang menyangkut keadaan negeri saya sendiri belum klop dengan yang terjadi selama ini dengan Indonesia, meskipun saya juga tidak berani menyimpulkan bahwa doa-doa saya tentang Indonesia tidak maqbul.

Kita semua yakin bahwa Allah Maha Adil. Bahwa Allah lebih canggih, komprehensif dan teliti perhitungannya atas perilaku manusia, serta atas seluruh rentang dan perspektif muhasabah dunia akhirat. Tetapi seringkali manusia, termasuk saya sendiri, tidak cukup memiliki kesabaran, ketabahan dan keikhlasan ketika harapan-harapan terhadap Indonesia ini tidak pernah klop dengan doa dan harapan kita. Sebagai warganegara dan bangsa Indonesia, saya merasa Allah memberlakukan firman-Nya ini:

ٱللَّهُ يَسۡتَهۡزِئُ بِهِمۡ وَيَمُدُّهُمۡ فِي طُغۡيَٰنِهِمۡ يَعۡمَهُونَ

Allah membalas olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.”

Alangkah pilu hati saya sebagai rakyat Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari kita melihat orang melakukan kejahatan tingkat tinggi tapi hidupnya aman-aman saja sampai usia tua. Sementara ada orang lain yang berakhlaq mulia, rajin beribadah dan integritas sosialnya memenuhi syarat silaturahmi Islam, namun dibiarkan dianiaya oleh orang lain, dibiarkan susah hidupnya, bahkan secara awam tampak sial nasibnya, susah penghidupannya, tidak sukses sebagaimana banyak orang jahat lainnya.

Saya membayangkan alangkah tenangnya hati kebanyakan manusia andaikan Allah mengimplementasikan kehendak dan hukum-Nya selama kita hidup di dunia, tanpa harus selalu diperhitungkan berdasarkan kehidupan abadi di akherat. Misalnya bahwa siapa saja yang beristighfar dan bershalawat pasti dihindarkan dari adzab-Nya, sebagaimana yang Allah sendiri gariskan di firman-firman-Nya. Semakin saleh seseorang, semakin muthi’ ia kepada Allah, semakin tebal perlindungan Allah kepadanya. Baik dari kesengsaraan hidup. Termasuk dari penyakit. Misalnya wabah virus Covid-19 dengan semua anak turunnya.

Perlakuan Allah selama kehidupan dunia ini berbeda bahkan terbalik antara kepada manusia yang mentauhidi dan mencintai-Nya, dibanding manusia yang menuhankan dirinya dan melalaikan-Nya.

Allah memastikan bahwa manusia yang patuh kepada-Nya berbeda peluang perlindungan dan kesembuhannya dibandingkan manusia yang tidak menomorsatukan Allah, manusia yang menyombongkan dirinya dan tidak berendah hati kepada-Nya. Antara manusia yang menomorsatukan-Nya dengan yang menomorduakan-Nya. Termasuk manusia yang berIslam namun hanya memposisikan Allah sebagai “tempat ampiran” ketika dibutuhkan belaka.

Saya bagian dari bangsa yang tidak menggunakan Al-Qur`an sebagai kitab utama pedoman hidupnya, serta kepustakaan primer dari wacana-wacana kehidupannya. Bahkan justru cenderung mencurigai atau malahan anti Al-Qur`an. Sangat tidak bisa dinalar bahwa mereka disebut dan menyebut diri sebagai negara yang mayoritas penduduknya adalah Ummat Islam.

Bangsa yang tidak belajar apapun dari wabah yang menyiksa mereka. Manfaat pandemi adalah untuk menutupi kebobrokan kepemimpinan mereka dan menyembunyikan berbagai malpraktek demokrasi, ambiguitas modernitas serta irasionalitas birokrasi pelayanan kerakyatan mereka. Bangsa yang dalam hampir semua hal, cenderung memamerkan ketangguhannya untuk tetap sanggup hidup dalam keterombang-ambingan nilai dan keadaan hidup.

مَن يُضۡلِلِ ٱللَّهُ فَلَا هَادِيَ لَهُۥۚ وَيَذَرُهُمۡ فِي طُغۡيَٰنِهِمۡ يَعۡمَهُونَ

Barangsiapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang yang akan memberi petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan.”

Sungguh kita adalah bangsa yang bersyukur puji Tuhan atas situasi keterombang-ambingan. Tetapi kondisi itu tidak mengubah keyakinan Jamaah Maiyah terhadap Allah, tidak mengubah muatan harapan-harapan masa depannya dan bunyi doa-doanya. “Lan atruka hadzal amr”, meskipun “wadla’as syamsa fi yamini wal qamara fi yasari”. Masi gèpèngo koyo ilir, kartu-kartu ketidakyakinan dan keputusasaan tidak akan kita banting ke lantai konstelasi dan arena pencak kehidupan.

Lainnya

Exit mobile version