Dari Muroja’ah Sepakbola Menuju Hidup Sungguh-Sungguh
Mocopat Syafaat 17 Januari 2020 kembali sampai kepada pembahasan tentang sepakbola sebagaimana dahulu ketika Coach Indra Sjafri bersama anak-anak asuhnya datang di majelis ini. Kali ini, Pelatih Persebaya Aji Santoso dan mantan pemain timnas dan Persebaya Mustakim giliran bersilaturahmi kepada Mbah Nun dan seluruh jamaah di Mocopat Syafaat.
Kepada kedua beliau, Mbah Nun mengajak jamaah untuk mengetahui apa hal atau masalah paling fundamental dan mendasar dalam dunia sepakbola, terutama sepakbola Indonesia. Hal yang sama juga dimintakan kepada narasumber lain dalam konteks yang lain misalnya kedokteran oleh Dokter Eddot. Dari sana didapat analisis bahwa yang menyebabkan sepakbola di Indonesia tertinggal dari negara-negara lain adalah karena ketidaksungguh-sungguhan dalam membangun sepakbola nasional. Belajarnya tidak benar-benar dan tidak sungguh-sungguh. Demikian kata coach Aji Santoso. Sementara itu, Pak Mustakim menambahkan dua hal: kurangnya fasilitas dan soal intelejensia.
Apa yang disampaikan kedua beliau didistribusikan Mbah Nun untuk direspons oleh Mas Sabrang dan Dokter Eddot dan juga narasumber lain dan jamaah, dan menjadikan Mocopat Syafaat malam itu menjalakan riyadloh berpikir yang melingkar, multidisipliner, dan berparalel dengan gelembung lain yang lebih besar. Penjelasan Coach Aji Santoso mengenai tidak benar-benar dan tidak sungguh-sungguh sangat sejajar dengan apa yang disampaikan Mbah Nun sebelumnya saat memberikan pengantar dalam memasuki Mocopat Syafaat.
Di situ Mbah Nun mengingatkan daya tampung Islam yang jarang disadari, jika terpaksanya seseorang tak punya ekspertasi, Islam masih menampung orang seperti itu sepanjang dia tidak melakukan kejahatan atau kriminalitas. Sementara kalau di dalam sistem di luar Islam, seseorang akan tersingkir manakala tidak punya ekspertasi. Sebab, bagi Mbah Nun, Islam mengajarkan fis silmi kaffah yaitu penerimaan Islam yang luas kepada sebanyak mungkin manusia.
Hal itu Mbah Nun sampaikan sesudah dalam tahap pengantar itu sampai pada kesimpulan bahwa sebenarnya mustahil orang itu melarat di Indonesia, sedangkan sumberdaya alam sedemikian melimpah. Jika itu yang terjadi, berarti ada yang salah dalam teknokrasi kehidupan yang dijalankan. Ditarik ke satu titik mendasar, menurut Mbah Nun ini mengisyaratkan kebanyakan kita tak punya kompetensi dan ekspertasi, dan seakan ini mengafirmasi ungkapan al-Qur’an mengenai manusia yakni aktsaruhum la ya’qilun dan aktsaruhum la ya’lamun. Ketidaksungguh-sungguhan tidak hanya terjadi dalam sepakbola, tapi juga dalam politik, manajemen hidup bersama, dan kepemimpinan.
Inilah salah satu muroja’ah di Mocopat Syafaat tadi malam. Selain itu, kepada jamaah, Mbah Nun juga memberikan pertanyaan fundamental, “Kenapa kalian kok pada ke sini? Nggak bosan ta?” Pertanyaan ini direspons tiga orang jamaah yang masih muda dan semuanya membawa jamaah yang lain mengetahui sedikit unikum dan kesungguhan pencarian mereka akan kesejatian dan hidup yang baik.
Dari pengantar dan pertanyaan Mbah Nun untuk jamaah, kemudian pertanyaan kepada Pak Aji Santosa dan Pak Mustakim beserta narasumber lain, diskusi dan saling respons yang terbangun, musik KiaiKanjeng, puisi Pak Mustofa W. Hasyim, terbentuklah Mozaik Mocopat Syafaat 17 Januari 2020 yang tadi malam berakhir pada pukul 03.15 WIB. (Helmi Mustofa)