CakNun.com

Manusia: Seonggok atau Seorang?

Mukaddimah Majelis Ilmu Padhangmbulan 22 Juli 2024
Achmad Saifullah Syahid
Waktu baca ± 1 menit
Padhangmbulan edisi Juli 2024

Naif benar makhluk bernama manusia. Ia menyangka dirinya ada lalu membangun argumentasi untuk meneguhkan persangkaan bahwa dirinya benar-benar ada. Manusia meletakkan dirinya sebagai pusat segala kehendak. Human oriented bukan hanya menopang “ilusi” keberadaan manusia, melainkan juga menjadikan manusia bebas berkehendak melakukan apa saja.

Manusia tidak merasa cukup dengan ke-ada-an dirinya: ia memerlukan perangkat dan simbol eksistensi untuk menunjukkan bahwa dirinya ada. Eksistensi ini pintu masuk bagi lahirnya manusia-manusia perabot.

Manusia perabot, tentu bukan istilah yang asing, terutama bagi jamaah Maiyah semester lawas. Ini istilah kerap digunakan Mbah Nun untuk menunjukkan antitesis manusia ruang. Manusia perabot dipenuhi oleh ambisi eksistensialisme yang sekaligus menandai dominasi cara berpikir abad ke-19 dan 20.

Manusia perabot hadir di tengah lalu lintas ruang dan waktu tidak terutama sebagai personalitas yang utuh, tetapi memenangi simbol-simbol wadag yang absurd. Manusia adalah kekayaannya, pangkat dan jabatannya, penampilan kostumnya, glowing wajahnya, hingga branded merek sepatu dan kemejanya.

Manusia perabot menjadikan dirinya “seonggok” materi yang tidak lebih mulia dari ayam atau lebih tinggi derajatnya dari tanah, air atau api.

Manusia perabot memadati ruas-ruas jalan, memenuhi ruang kelas pendidikan, mengerumuni algoritme dunia maya, berdesakan di lorong-lorong kekuasaan.

Allah SWT menyatakan, “Apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Q.S. Al-Mu’minun: 115)

Bagaimana kita menyikapi fenomena manusia perabot? Bagaimana kita merespons dan mentadabburi firman Allah di atas? Bagaimana pula kita mengolah diri untuk menjadi ruang bagi tajali Rahman Rahim Allah?

Lainnya

Exit mobile version