CakNun.com

Dekonstruksi Makna Melalui Denotasi Konotasi di #KCJuli

Catatan Kenduri Cinta edisi Juli 2024
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 12 menit
Dok. Kenduri Cinta

Memahami makna dari sebuah kata tidak lepas dari fenomena atau peristiwa, serta momentum saat kata tersebut dimunculkan. Ketika sebuah kata dilontarkan atau diucapkan, seringkali kita harus berfikir ulang untuk merangkai makna yang sebenarnya. Faktanya, sebuah kata mampu mempengaruhi evolusi peradaban manusia. Berlangsungnya kehidupan manusia dalam berbangsa dan berbudaya, melahirkan evolusi yang berlaku sedemikian rupa. Kata teknologi misalnya, ketika hari ini diucapkan maka yang ada di fikiran kita adalah IT, AI, pemrograman, aplikasi, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan dunia digital. Padahal, di awal kemunculannya, teknologi adalah tentang segala sesuatu yang digunakan untuk memecahkan sebuah persoalan. Satu contoh kata tersebut sudah menggambarkan betapa evolusi peradaban manusia mengubah pandangan manusia itu sendiri terhadap sebuah kata.

Denotasi Konotasi, tema yang diangkat Kenduri Cinta edisi Juli 2024 ini ditujukan untuk kembali menumbuhkan kesadaran atas kewaspadaan diri kita. Sebagai jamaah Maiyah di Kenduri Cinta, setidaknya kita harus senantiasa mendayagunakan akal fikiran kita pada setiap informasi yang kita dapatkan. Jika dibandingkan dengan tahun 80’an atau awal 90’an, informasi begitu sulit diakses oleh masyarakat, sehingga penguasa tidak hanya mampu membatasi, tetapi juga memfilter informasi mana saja yang layak didistribusikan kepada masyarakat luas. ”Layak” bagi penguasa tentunya.

Hari ini, pasca Reformasi 1998, banyak orang menganggap bahwa salah satu kemerdekaan yang dirasakan setelah Soeharto lengser adalah kebebasan berpendapat. Pada satu titik, kita memang merasakan kebebasan berpendapat, sehingga kita merasakan bahwa berpendapat di ruang publik tidak lagi dibatasi. Berbeda dengan saat Orde Baru berkuasa, jangankan Maiyahan, untuk membuat forum diskusi publik saja, jika mengumpulkan lebih dari 5 orang, kita harus mendapatkan izin dari aparat setempat. Jika tidak mendapatkan izin dan forum diskusi tetap dilakukan, maka kita akan dianggap subversif oleh penguasa. Mengerikan betul.

Sementara, di era kebebasan berpendapat hari ini, tantangan zaman pun semakin bertambah. Di beberapa tempat, masih terjadi tindakan represif aparat keamanan untuk mengamankan sebuah perkumpulan atau diskusi publik. Selain itu, masyarakat juga diharuskan memiliki kesadaran untuk menyaring informasi yang sampai pada mereka. Tentu ada plus-minus juga era kebebasan berpendapat seperti hari ini. Karena faktanya, semakin banyak corong informasi yang tersedia, semakin membingungkan pula bagi masyarakat untuk menentukan, mana corong informasi yang valid dan mana yang corong informasi yang tidak kredibel. Media sosial yang awalnya disangka akan menjadi media komunikasi untuk menjalin silaturahmi, pada akhirnya justru melampaui ekspektasi kita sebelumnya bukan?

Maka yang dibutuhkan adalah kepercayaan, trust. Kenduri Cinta ini adalah sebuah forum yang dilandasi atas kepercayaan satu dengan yang lainnya. Penggiatnya percaya bahwa gelaran forum ini dalam rangka untuk kebaikan, sehingga mereka memiliki etos kerja dan kesetiaan untuk merawatnya. Jamaah yang hadir juga merawat kepercayaan yang sama. Untuk terus hadir setiap bulan adalah kesetiaan tersendiri. Dan harmoni kebersamaan di Kenduri Cinta ini memang dibangun bersama-sama, atas kepercayaan satu sama lain. Bukan atas pamrih beberapa orang saja.

Dok. Kenduri Cinta

Denotasi Konotasi Dalam Tren Masa Kini

Seberapa sering kita mendengar istilah: mental health, work life balance, healing serta istilah-istilah lain yang saat ini menjadi tren percakapan anak muda Gen-Z dan Millenial, bahkan juga Generasi Alpha? Istilah-istilah yang pada akhirnya juga menjadi konotasi. Semakin menjauh dari denotasinya. Ada contoh, dalam persambungan profesional di dunia kerja lazim terjadi gesekan dan berbeda pandangan saat bekerja, namun ada segelintir orang yang kemudian menganggap bahwa ketidaksepahaman pendapat dalam ruang profesionalisme itu dianggap sebagai toxic relationship. Dan ketika mendapat tekanan atas pekerjaan di kantor, tidak sedikit yang merasa mental health-nya terganggu. Mungkin benar adanya, beberapa yang mengalami itu memang membutuhkan lingkungan yang mendukung agar mentalnya terjaga dengan baik. Idealnya, para kaum pekerja mendapat lingkungan kerja yang mendukung pengembangan karier, saling memahami, tidak terjadi gesekan, karena semua yang bekerja memiliki kesamaan visi misi serta cara pandang, sehingga tidak akan terjadi perdebatan argumen saat berdiskusi secara profesional. Kesehatan mentalnya terjaga. Ideal sekali bukan? Namun, bukan kah hidup justru sering kali berlaku tidak sesuai dengan keinginan kita?

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.

Lainnya

Ijazah Maiyah untuk Sang Metiyem; Umbu Landu Paranggi

Ijazah Maiyah untuk Sang Metiyem; Umbu Landu Paranggi

Setelah 2 hari berturut-turut Mbah Nun dan KiaiKanjeng memenuhi undangan sinau bareng di Mojokerto dan Jember, Mbah Nun dan KiaiKanjeng semalam hadir di Umah Wisanggeni, Denpasar timur, untuk hadir bersama dalam sinau bareng di Masuisani.

Redaksi
Redaksi
Exit mobile version