CakNun.com
Takziyah Almarhum KH Ahmad Muzzammil

La Muzzammil Illa Muzzammil

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 4 menit
Bangkalan, Madura, Maret 2019.
Foto: Adin (Dok. Progress).

Kiai Muzzammil diangkat oleh Allah dari kerendahan ke ketinggian. Dipindahkan oleh Allah dari tempat yang dikuasai oleh kegelapan ke tempat yang dipenuhi cahaya-Nya. Dihijrahkan dari kegaduhan dan keriuh-rendahan menuju maqam yang amat sunyi sehingga bisa ia temukan secara sangat terang benderang setiap sapuan suara sejati selirih apapun.

Kiai Muzzammil dipanggil Allah untuk bergeser dari ‘Alam Syahadah yang telah sukses menipu berpuluh-puluh miliar manusia sepanjang zaman, memasuki ‘Alam Haqiqah yang memerdekakan Muzzammil sesudah beberapa puluh tahun ia bersabar dan sangat tabah menemani dan mengayomi ummat manusia di sekitarnya di sejauh jaringan silaturahminya yang terjebak oleh tipudaya kemewahan dunia.

Sabrang mengatakan kepergian Kiai Muzzammil seperti dijemput oleh kendaraan yang dulu mengangkut Nabi Muhammad Saw berisra` mi’raj. Super high speed. Kita ngengleng dan nggliyeng. Di bawah sadar kita sukar percaya bahwa ia sudah tidak bersama kita lagi di sini. Kiai Muzzammil terlalu dekat untuk jauh. Kita semua tidak siap untuk meyakinkan diri bahwa ia sudah nun jauh di sana.

Sedulur tua KiaiKanjeng Narto Piul mengkomposisi lagu “Berdekatankah Kita” sekitar 30 tahun silam. Kemudian dinyanyikan oleh Bu Nyai Novia Kolopaking:

Berdekatankah kita
Sedang rasa begini dekat
Tapi berdekatankah kita
Sedang rasa teramat jauh

Seperti langit dan warna biru
Seperti sepi menyeru
O, kekasih, kau kandung aku
Kukandung engkau

Seperti memendam mimpi
Terendam di kepala
Namun sayup tak terkira
Hanya sunyi mengajari kita
Untuk tak mendua

Dengan hati duka Bu Nyai juga mengatakan “Apakah kita punya Muzzammil lainnya? Yang cag-ceg cag-ceg dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan khasanah Islam lainnya. Tidak hanya hapal teksnya, tapi juga tempat, konteks dan maknanya?”

Tidak. La Muzzammil illa Muzzammil. Tidak ada Muzzammil kecuali Muzzammil. Tak ada yang sepadan dengan dia. Tak ada yang ia seutuhnya. Tak ada komposisi harmonis antara ilmu, kesetiaan, dan cinta seperti dia. La Muzzammil illa Muzzammil. Sebagaimana La Syekkh Kamba illa Syekh Kamba. La Pakde Nuri illa Pakde Nuri. La Pak Harwanto illa Pak Harwanto. La Zainul Arifin illa Zainul Arifin. La Pak Ismarwanto illa Pak Ismarwanto. La Bunda Cammana illa Bunda Cammana. La Pak Iman Budhi Santosa illa Pak Iman Budhi Santosa. Apalagi la haula wa quwwata illa billah La Umbu Landu Paranggu illa Umbu Landu Paranggi. Bahkan la Rahmat Mulyono illa Rahmat Mulyono. Juga la-la yang lain: Pak Ndut BBW, Arif Widyatmono MS, Pak Sumitro BBW, Arif Bachtiar KC, Andi Priok KC, Wiwid Malioboro, Saiful Imron, EH Kartanegara, Daryanto MS, Muhammad Hadiwiyono (Mas Yono). Bahkan di dalam keluarga inti saya kami kehilangan transformator dan katalisator-katalisator cahaya itu: Bunda Halimah, Bunda Risnalti Adnan, Bu Ninuk (Istri Cak Nang), Istri Cak Dil, Istri Cak Mief (Ibu Khoirotin), Istifa Ni’ma Ilahi (Anaknya Cak Nas), Pak Soeprapto Kolopaking (ayahanda Bu Nyai Novia).

Belum dua tiga minggu yang lalu saya minta kepada Helmi Progress Kadipiro agar mbijèkké draft buku Fiqih Muzzammily kepada Pangkal utama Marja’ Maiyah, Cak Ahmad Fuad Effendy. Kalau menurut beliau harus segera diterbitkan, kita akan segera terbitkan. Sebagaimana bersamaan dengan itu sudah semakin kita matangkan rencana penerbitan Mushaf Al-Qur`an dan Tadabbur Maiyah Padangbulan dalam 1-2 dua bulan ke depan.

Kita dan Maiyah seperti kehilangan bintang-bintang di langit. Kita seperti penghuni bumi tanpa rembulan. Kita menghuni padang pasir tanpa pepohonan. Kita masih terus butuh dan ingin berenang, tetapi samudera mengering dan sunyi tanpa gelombang.

Kita dan Maiyah, lebih dari terkejut oleh ketetapan Allah itu. Kita semua masih sangat membutuhkan Kiai Muzzammil, “Si Kitab Kuning Berjalan”, yang database tentang semua wacana formal ajaran Islam terjepit di kempitan ketiak ke-Kiai-annya. Kiai Muzzammil yang di forum-forum Maiyah selalu kapan saja saya bikin kaget dengan mencampakkan pertanyaan-pertanyaan formal tentang firman Allah, hadits dan sunnah Rasul, serta segala mozaik wacana mengenai nilai-nilai Islam.

Kiai Muzzammil adalah Mbah Google khusus untuk khasanah nilai-nilai Islam. Sejak kanak-kanak ia adalah pembelajar yang sangat rajin, tekun dan tertib. Ia bersekolah ganda, dobel-dobel, berguru dan mengaji ke Pesantren-pesantren Induk. Ia murid langsung KH As’ad Syamsul Arifin di Asembagus, yang beliau adalah murid langsung dari Mbah Hasyim, Hadlratus Syikh Hasyim Asy’ari. Yang membawa titipan ayat Al-Qur’an dan tongkat dari Syaikhona Khalil Bangkalan untuk disampaikan kepada Mbah Hasyim sebagai tanda restu didirikannya Nahdlatul Ulama.

Kiai Muzzammil pecinta dan pentakjub Allah, sehingga ia adalah pentakdzim Ulama-Ulama besar di eranya. Sampai-sampai ia mengambil segenggam tanah dari halaman rumah dan Pesantren Syaikhona Khalil di Bangkalan, dibawa ke Yogya, ia nikahkan dengan tanah di sebuah desa Bantul Selatan, kemudian diperanakkan menjadi Pesantren Rohmatul Umam yang kini ia tinggalkan menuju alam transformasi berikut atas perintah Allah. Jangan cemaskan ketika harus ditinggalkan oleh yang meninggalkan, sebab Allah tidak akan pernah meninggalkan para pecinta-Nya. Dan Allah Maha Setia mencintainya selama rentang kabadian dan kekekalan waktu. Khalidina fiha abada.

Saya dan Jamaah Maiyah selalu merepotkan Kiai Muzzammil dengan mendadak menanyakan kepadanya “Apa bunyi ayatnya?”, “Bagaimana Allah memfirmankannya?”, “Apa presisi makna kebahasaannya?” serta beratus-ratus pertanyaan mendadak, yang Kiai Muzzammil juga dianugerahi oleh Allah untuk sanggup menjawabnya secara mendadak pula.

Tiba-tiba di ujung hari-hari Ramadlan kemarin beliau merasakan demam di tubuhnya. Kemudian beliau pulang ke Bangkalan Madura. Dan sepulangnya kembali ke Bantul beliau semakin didera oleh kondisi yang semakin buruk, sampai akhirnya ternyata Allah memanggilnya, ketika kita semua berada di puncak cinta dan kebutuhan kepadanya.

Tetapi Allah Maha Lebih Mengetahu apa saja yang kita hanya mengetahuinya sedikit-sedikit, seserpih-seserpih atau sangat sebagian kecil. Dipanggilnya Kiai Muzzammil oleh Maha Pencipta dan Pemiliknya adalah misteri bagi pengetahuan kita. Adalah “ghaib”. Dan Allah jauh-jauh hari sudah menyiapkan mental dan jiwa kita agar menerimanya dengan iman, tanpa mempertanyakannya secara ilmu dan pengetahuan. Alladzina yu`minuna bilghaibi. Dan kita memperbanyak sujud pasrah kepada-Nya. Kita teguhkan “yuqimunas shalat” dan memperluas kemurahan hati “wa mimma razaqnahum yunfiqun” dengan terus memperjuangan kelahiran baru demi kelahiran baru Maiyah.

Sembari Kadipiro bergerak untuk memperhatikan dan siap mengantisipasi kondisi Pesantren Rohmatul Umam sepeninggal beliau, kita melingkar, ndelosor kepada Allah Swt dengan Amin Amin InsyaAllah Amin Amin InsyaAllah.

Lainnya

11 Pertanyaan Sederhana untuk Capres Cawapres 2019

11 Pertanyaan Sederhana untuk Capres Cawapres 2019

Sebagaimana kedatangan Cawapres KH Ma’ruf Amin 14 Oktober 2018 di Rumah Maiyah Kadipiro Yogya, rencana kunjungan Capres Prabowo Subiyanto juga diterima oleh Cak Nun untuk forum diskusi masa depan NKRI, tanpa ada tema dukung-mendukung atau pro-kontra Pilpres 2019.

Redaksi
Redaksi
Amar Maiyah

Amar Maiyah

Tidak hanya polarisasi Pilpres dan konfrontasi Pilpres. Soal apa saja dalam bermasyarakat, bernegara, berkebudayaan dan berperadaban—dalam Maiyahan di Purworejo beberapa hari yll disimpulkan bahwa dikotomi pertentangan utama dalam kehidupan manusia adalah antara pihak yang Dhalim dengan yang Madhlum.

Redaksi
Redaksi
Exit mobile version