Satu Langkah Kecil Terhadap Corona
Saya merasakan salah satu reaksi orang membaca seri tulisan Corona ini berbunyi: “Ngurusi Corona aja sudah mau pecah kepala, masih disuruh ngurusi Tuhan, didorong-dorong untuk mencari apa hubungan virus dengan Tuhan”.
Respons atau jawaban terhadap reaksi kritis ini bisa sangat sederhana: “Saya, dan mungkin kita semua, sedang punya masalah berat dan serius dengan Allah. Di setiap tulisan saya terus menggali posisi Allah dalam permasalahan depresif global ini. Itu bisa bermakna saya mencoba meninggalkan kelalaian utama hidup saya, tapi semoga bisa juga bermakna sebagai bentuk permintaan ampun kepada-Nya. Kalau sedikit saja Allah berkenan mengampuni saya dan kita semua, mudah-mudahan outputnya adalah menyelamatkan kita, menyembuhkan kita, merahmati dan memberkahi kita.
Tapi emangnya Corona itu apa, siapa, dari mana asalnya? Dan Tuhan juga siapa? Lebih pusing lagi kalau Kiai Tohar (Toto Rahardjo, Marja’ Maiyah) menyimpulkan: “Bisa jadi ummat manusia adalah hama yang sesungguhnya di planet ini”. Nak luuu… ketika Allah bilang akan menciptakan Adam, para Malaikat bertanya: “Kenapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi orang yang akan membuat kerusakan dan saling menumpahkan darah satu sama lain di antara mereka…”
Tuhan kok dieyeli. Tuhan tidak berposisi relatif dinamis sehingga bisa diajak negosiasi. Ia Maha Mengerti segalanya secara absolut. Penciptaan Adam tetap dilaksanakan, kemudian di antara para Malaikat yang menolak bersujud kepada Adam, dijuluki Iblis oleh Allah. Iblis menyatakan secara radikal bahwa ia akan bekerja keras menyesatkan Adam dan anak turunnya dari pandangan dan pengabdian kepada Allah. Allah juga meladeni tantangan Iblis dengan memberinya tenggang waktu (durasi permainan) hingga hari Kiamat.
Tanpa saya bermaksud secara naif dan sepenggal atau parsial mengatakan bahwa “Iblis itu benar” — tetapi ternyata sebenarnya memang keterlaluan “bego” — nya ummat manusia. Bego tapi kurang ajar dan serakah. Sampai 2020 tahun belum juga menemukan keteguhan rasional tentang absolutisme sejati. Padahal manusia diberi keunggulan oleh Allah dibanding ciptaan lainnya, berupa alat menjalani hidup yang bernama akal.
Adam dihukum, diusir dari sorga. Berarti kita juga bisa diusir dari Bumi. Ya kalau “sekadar” ke ketiadaan, ke kefanaan. Tapi kalau diusir dan di-sel, dipenjarakan, dikarantinakan di Neraka? Ya kalau bareng-bareng dengan sekali ledakan “zalzalah” Kiamat. Tapi kalau satu persatu, dengan jangka waktu pandemik yang entah berapa panjang? Dan melibatkan tidak hanya kita sendirian, tapi juga keluarga kita, istri kita, anak-anak kita, sahabat-sahabat yang kita cintai?
Andaikan kita ini manusia yang dekat dengan Allah tidak hanya dalam arti subjektif kita sendiri, melainkan Allah memang benar-benar dekat ke kita sebagai hamba yang mencintai-Nya dan rajin menyadari “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” — Ada kemungkinan masalah Corona ini hanya memerlukan satu langkah kecil. Ada beberapa fakta absolut dari Allah. Pertama, Ia Maha Tidak Pernah Mengingkari Janji dan ia menyatakan “ud’uni astajib lakum”. Berdoalah kepada-Ku maka Aku kabulkan. Atau presisinya: Sapalah Aku maka Ku-jawab. Dan jawaban Allah, bahkan kabulnya doa kita oleh Allah — tidak ada kewajiban pada Allah untuk berbentuk, berupa atau berwujud sebagaimana yang kita maksudkan dengan Kabul itu. Sebab ada kunci fakta kedua: “innalloha ‘ala kulli syai`in Qodir”, kemauan Allah atas segala sesuatu itu mutlak (sehingga posisi kita hanya mendekat-dekat dan merayu-rayu-Nya belaka).
Fakta ketiga adalah banyak informasi dalam firman-Nya bahwa Kitab Suci Al-Qur`an adalah rahmat dan obat bagi manusia, meskipun konsep tentang rahmat dan obat pada Allah tidak selalu mudah kita pahami dengan keterbatasan akal kita. Tetapi saya mensimulasikan “satu langkah kecil terhadap Corona” itu begini: Anda dekat kepada Allah dan Allah dekat kepadamu, maka Anda tinggal melangkah satu langkah — memohon petunjuk tentang apa obat Corona. Apalagi di tulisan sebelumnya saya mengutip pernyataan janji Allah bahwa “Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya”.
Anda bersihkan hati, pikiran, jiwa, akhlak dan jasad, lantas Anda mengaji Qur`an sebanyak-banyaknya, shalat Hajat lewat tengah malam menunggu “Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya”. Anda lantas (semoga) diperkenankan bermimpi dikasih tahu apa obat Corona. Itu pun Allah tetap berkuasa atas kita dengan ketentuan-Nya: “Man yahdillahu fala mudhilla lah, waman yudhlil fala hadiya lah”. Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah tak ada yang bisa menyesatkannya, dan barangsiapa disesatkan oleh Allah maka tak ada yang bisa memberinya petunjuk. Juga “Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya”. Kita bisanya, sekali lagi, kepada Allah, ya mendekat-dekat, ngrampek-ngrampek, dan merayu-rayu. ***