CakNun.com

Alternatif Bertarekat Menurut Syaikh Kamba

Helmi Mustofa
Waktu baca ± 3 menit
Kenduri Cinta Desember 2018. Foto: Adin. (Dok. Progress).

Hari ini Syaikh Nursamad Kamba meninggalkan kita semua. Allah Swt memanggilnya dini hari tadi. Waktu-waktu terakhir ini beliau sakit dan dirawat di Rumah Sakit, tetapi kiranya kita tidak menyangka secepat itu Allah memanggil.

Di atas kasur saya tadi malam masih tergeletak dummy buku baru beliau yang akan terbit, Mencintai Allah Secara Merdeka. Saya masih membacanya menjelang tidur, setelah sorenya baru selesai membantu menyerahkan kata Pengantar Mbah Nun kepada Mas Farid Penerbit IIMAN.

Sore kemarin itu Syaikh masih berkomunikasi dengan kami via Mas Farid dan merespons pertanyaan Mbah Nun apakah kata pengantar tersebut sudah cukup. Syaikh mengatakan kepada Mas Farid, “Mungkin bisa ditambah statement penutupnya”. Dan, Mbah Nun kemudian memenuhi harapan Syaikh, bahkan sekaligus menambahi beberapa bagian dalam pengantar itu.

***

Sebagaimana jamaah Maiyah pada umumnya, saya menikmati khazanah ilmu beliau utamanya dalam mensyarahi pergerakan Maiyah yang disampaikan dalam berbagai forum Maiyahan. Namun, yang tak kalah penting, saya turut menyaksikan keindahan ukhuwah spiritual antara beliau dengan Mbah Nun dan seluruh jamaah Maiyah.

Berpijak pada khasanah tasawuf, psikologi, dan sejarah peradaban Islam, Syaikh memperkenalkan cara melihat Maiyah sebagai apa yang beliau sebut sebagai “tarekat virtual”. Tentu saja, dalam menjelaskan terminologi baru ini, beliau menguraikan pemahaman mendasar dan rekonstruktifnya mengenai apa itu agama, hakikat tasawuf, melihat tasawuf dari psikologi, dan posisi psikologi terhadap tasawuf. Semuanya baru buat saya.

Untuk sedikit diketahui, Syaikh Kamba adalah orang yang pertama kali memelopori atau mendirikan Jurusan Tasawuf Psikoterapi di lingkungan perguruan tinggi Islam di Indonesia, dan itu di UIN SGD Bandung. Jika berbicara mengenai sejarah dan perkembangan tasawuf di Indonesia dalam konteks masa modern ini, apa yang dilakukan Syaikh Kamba dengan mendirikan Prodi tersebut merupakan sumbangan penting yang selayaknya kita ketahui.

Kembali ke tarekat virtual? Apa itu? Dalam rangka sedikit mendalaminya, saya melakukan riset dan menyajikannya dalam sebuah paper yang saya presentasikan pada Graduate Forum yang diadakan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 29 November 2018, dan kemudian dimuat dalam Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Volume 4, No. 2, 2019.

Dalam menyusun paper itu, saya mewawancarai beliau dengan ditemani Dik Fahmi Agustian. Di rumahnya di Jakarta, beliau menerima kami berdua, dan menyampaikan perspektif (menyangkut tasawuf, psikologi, dan peradaban umat Islam) dan informasi yang saya butuhkan. Kami juga dihidang makan siang dengan penuh rasa keakraban. Hal yang terasa sekali lahir dari kerendahan hati beliau. Aslinya, saya sungkan, segan, dan merasa kurang layak berada di depan beliau mengingat beliau adalah seseorang yang sangat tinggi dan luas ilmunya.

Tentunya tidak hanya sekali dua kali saya turut bertemu beliau, utamanya dalam pelbagai kesempatan Sinau Bareng maupun kegiatan lain yang terkait dengan Maiyah. Dalam salah satu acara di Menturo Jombang bahkan saya diminta Cak Zakki menjemput beliau dari hotel di kota Jombang dan menemani perjalanan menuju Menturo.

Di dalam mobil itulah, saya menyerahkan print out paper saya itu, dan beliau mengapresiasi sembari menyempatkan membolak-balik halamannya, membacanya secara cepat, walaupun saya merasa masih jauh dari layak. Masih banyak yang belum tergali dari pemikiran-pemikiran beliau, terutama syarahnya atas Maiyah. Mudah-mudahan teman-teman lain akan mengerjakannya.

Hari ini saat beliau menghadap Allah, sebagai rasa terima kasih serta hormat kepada beliau dan juga kepada Mbah Nun, saya ingin membagikan di akhir tulisan ini file paper saya berjudul “Tarekat Virtual: Gagasan Alternatif Bertarekat Muhammad Nursamad Kamba” kepada teman-teman semua. Semoga bermanfaat dalam keperluan kita mendokumentasikan perspektif dan jariyah ilmu para Marja’ Maiyah.

Selamat jalan, Syaikh Kamba. Terima kasih. Terima kasih.

Yogyakarta, 20 Juni 2020

Lainnya

Exit mobile version