270 Tahun Kabupaten Blora, Sinau Bareng Spirit Manfaat

Pendidikan dan Pembangunan
Ulang Tahun Kabupaten Blora, bagi Cak Nun, harus disadari esensinya, sehingga bukan dirayakan bentuknya semata. Ia berpesan agar Blora bisa disemai sebagai serambi Madinah. “Maksud saya, bagaimana membangun kabupaten ini sebagai serambi Madinah. Kita harus belajar dari kota Madinah yang dipimpin oleh Rasulullah,” ujarnya.
Kesempatan Sinau Bareng ini termasuk menghayati esensi usia 270 tahun. Kiai Muzammil mengusulkan agar momen tersebut seyogianya dijadikan kesempatan bertafakur. “Bertafakur menuntut ilmu sesaat itu lebih baik daripada ibadah satu tahun. Sinau Bareng itu tiada lain merupakan usaha bersama mencari ridha Tuhan, mencari ilmu, dan menikmati semua proses tersebut,” tuturnya.
Bertafakur, menjaga jarak terhadap distorsi informasi, dan menyiapkan masa depan secara matang harus dilakukan, khususnya bagi generasi muda Blora. Mas Sabrang menjelaskan, “Seorang wali mengatakan, kalau rencanamu setahun, tanamlah padi. kalau rencanamu sepuluh tahun, tanamlah pohon. Kalau rencanamu seratus tahun, didiklah generasi mudamu. Jadi, pembangunan itu harus melihat jangka pendek, menengah, dan panjang.”
Anak muda menjadi subjek aktif di Sinau Bareng malam itu. Salah satu anak muda mengajukan pertanyaan mengenai dunia pendidikan. Ia berkeluh-kesah terhadap nasib pendidikan dewasa ini. Dikatakan kalau pendidikan harus menyeimbangkan antara intelektual dan spiritual. Tapi kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik.
“Memang pendidikan formal di mana pun, bahkan sejak berdiri, sekadar mengajarkan mencari penghidupan, bukan cara hidup. Ijazah itu diberikan untuk mencari pekerjaan. Dalam pelajaran formal tak diajarkan gotong royong, cara ber-serawung, bahkan pula berinteraksi dengan tetangga. Sekolah seharusnya mengajarkan sesuatu yang seimbang. Selain diajarkan mencari penghidupan, sekolah juga harus mengajarkan cara hidup,” jawab Mas Sabrang.
Pendidikan harus mengajarkan keseimbangan, sehingga melahirkan manusia seutuhnya. Senada dengan Mas Sabrang, Habib Anis memungkasi Sinau Bareng. Baginya, Sinau Bareng itu sesungguhnya merupakan usaha sadar dalam membangun sumber daya manusia. Hal tersebut harus dikembangkan betul. “Kita harus terbuka terhadap segala kemungkinan. Untuk itu kita harus bersyukur. Sebab syukur itu meniscayakan keterbukaan. Sehingga kita bisa berdaulat atas diri sendiri,” tutupnya.
Kirun Memuji Sinau Bareng
Di penghujung acara, Kirun, pelawak senior, naik ke panggung. Ia mengaku tak sengaja mendapat kabar kalau Cak Nun di Blora. Lawatannya ke Blora untuk menjenguk cucu, ternyata bernilai plus. Sejak bulan Ramadhan kemarin ia terngiang-ngiang ingin bertemu Cak Nun. Akhir Desember ini baru kesampaian. Ia diberikan kesempatan oleh Cak Nun untuk uda rasa kepada masyarakat.

“Saya ke sini sebetulnya karena ingin mengekspresikan kangen kepada Cak Nun. Terakhir bertemu di Bandara Juanda. Cak Nun pernah mengajak diskusi soal pelawak. Menurut Cak Nun, kalau isi banyolan pelawak itu mekso maka tak berkah. Tapi kalau natural, membuat pendengar senang, maka akan berkah,” kenangnya.
Dalam caranya yang khas Kirun juga menjelaskan pentingnya Sinau Bareng. Dia kagum dan senang melihat bahwa Sinau Bareng itu isinya macam-macam jenis orang dan banyak metode belajarnya, termasuk kelompok-kelompok diskusi tadi malam yang memaparkan pandangannya tentang pembangunan. Kirun mengaku sering menyimak Sinau Bareng lewat youtube.
Semua yang disampaikan Kirun menjadi kesegaran tersendiri namun kesegaran yang bukan untuk banyolan semata, namun segar yang sudah dilandasi oleh kerendahan hati dan apresiasinya kepada Sinau Bareng serta oleh kesadaran penting membangun manusia yang baik. Kesegaran otentik yang menambah khasanah Sinau Bareng tadi malam.
