CakNun.com

Pendidikan dan Masyarakat yang Lupa Memperhatikan Trayek Perjalanan

Catatan Sinau Barng CNKK dalam Rangka HUT Korpri ke-47 di Kemendikbud, Jakarta, 19 Desember 2018
Fahmi Agustian
Waktu baca ± 5 menit

Berbicara tentang pendidikan, para pegawai Kemendikbud diajak mengingat bahwa pendidikan itu potensinya berasal dari Allah. Kita sebagai manusialah yang kemudian mengaktualisasikannya sehingga menjadi manfaat bagi bersama. Misalnya, Allah menumbuhkan padi, manusia kemudian mengolahnya menjadi nasi, bubur, ketupat, lontong dan lain sebagainya. Di situlah fungsli khalifatullahnya manusia berlaku. Manusia sebagai khalifah diberi sedikit hak oleh Allah untuk mengelola kehidupan, sebagai bentuk keseimbangan hidup.

Cak Nun menggambarkan bahwa anak-anak didik yang duduk di bangku sekolah masih memiliki potensi berupa padi, Kemendikbudlah yang selanjutnya mengambil peran mengaktualisasikan potensi anak didik di sekolah sehingga mereka mampu mengaktualisasikan potensinya menjadi prestasi di sekolah mereka, tentu saja melalui guru-guru yang mengajar mereka di sekolah sebagai perantaranya.

Dalam momentum memeringati HUT KORPRI ini, Cak Nun menyampaikan bahwa sejatinya seluruh hidup manusia adalah pengabdian. “Tidak ada secuil pun waktu dalam hidup ini tanpa pengabdian.” Di dalam Al Qur’an, Allah berfirman wamaa kholaqtu-l-jinna wa-l-insa illa liya’buduun. Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku. Sangat terang dan mudah dipahami dari ayat tersebut bahwa hidup kita sebagai manusia ini tugas utamanya adalah mengabdi kepada Allah. Aktualisasi potensi diri kita seumur hidup, sepanjang hayat, semestinya selalu berpedoman pada konsep pengabdian kepada Allah.

Acara Sinau Bareng di Kemendikbud ini sangat terbatas waktunya, nggak seperti di alun-alun atau lapangan bersama masyarakat luas, namun sama sekali tidak mengurangi kegembiraan bersama. Bahkan Pak Menteri Muhadjir yang sejak awal duduk di barisan pertama, begitu serius menyimak paparan demi paparan yang disampaikan oleh Cak Nun. Sesekali juga ia tertawa ketika Cak Nun melemparkan jokes-jokes ringan untuk mencairkan suasana. Pak Menteri membaur bersama para staf, kemudian tertawa bersama, gembira bersama, melalui Sinau Bareng ini.

Ketika KiaiKanjeng mengajak bernyanyi bersama, mereka pun segera ikut bernyanyi. Seperti ketika nomor Medley Nusantara dibawakan, beberapa staf turut bernyanyi bersama. Juga ketika Mas Jijid dan Mas Doni mengajak mereka bernyanyi lagu anak-anak seperti “Burung Kakak Tua”, “Topi Saya Bundar”, “Kodok Ngorek”, “Lihat Kebunku” suasana yang terbangun pun adalah suasana kegembiraan bersama, semua ikut bernyanyi, semua bergembira, dan semua mendapatkan nilai-nilai yang terangkum bersama dari nyanyi bersama itu.

“Jangan lakukan apapun tanpa menghasilkan kegembiraan”, tegas Cak Nun. Apapun saja, yang kita lakukan setiap hari selalu upayakanlah agar menghasilkan kegembiraan. Dalam bingkai kebaikan, sebuah kebenaran jika dikalkulasi dengan baik maka akan mampu mencapai titik keindahan. Semoga prinsip ini bisa diserap ke dalam kesadaran dan penyusunan kurikulum pendidikan di Indonesia, atau sekurang-kurangnya para praktisi pendikan punya kesadaran yang sama yang diimplemetasikan dalam kegiatan pendidikan.

Di akhir acara, Mbak Nia membawakan lagu “Keramat”, yang sejak awal memang secara khusus diminta oleh panitia untuk dibawakan KiaiKanjeng. Menutup acara, Cak Nun membacakan surat An Nur ayat 35 kemudian dilanjutkan doa bersama. (caknun.com-fa)

Lainnya

Kenduri Cinta: 25 Tahun dan Terus Berjalan

Kenduri Cinta: 25 Tahun dan Terus Berjalan

DUA PULUH LIMA tahun adalah waktu yang tidak sebentar. Dalam perhitungan manusia, usia itu biasa disebut sebagai titik awal kedewasaan—masa di mana seseorang mulai menentukan arah hidupnya.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta
Exit mobile version