Rahmatan Lil’Alamin untuk Indonesia
Sebelum malamnya akan ber-Mocopat Syafaat, 17 Maret 2017, bersama KiaiKanjeng dan Jamaah Maiyah dengan tema “Silmul Islam, Islamus Silmi,” sejak pagi hingga sore, di Rumah Maiyah Kadipiro akan berlangsung beberapa agenda.
Pertama, pukul 10.00, Cak Nun akan menerima tamu dari Yayasan Soerjo Modjopahit Mojokerto sebanyak 14 orang.
Kedua, pukul 12.00, shalat Jumat dengan Khatib Redaktur Maiyah, dengan tema Mencari Keseimbangan di atas Kapal Goyang. Karena padatnya agenda dan terbatasnya tempat, kultum Jumat dan Diskusi untuk sementara diliburkan.
Ketiga, pukul 13.00, ada hal yang tidak biasa di Rumah Maiyah, yaitu kedatangan tamu Rombongan Kementerian Koordinator Kemaritiman dipimpin Pak Luhut B. Panjaitan akan hadir di Kadipiro untuk silaturahmi dengan Cak Nun. Tahun 2014 LBP juga datang ke Kadipiro bersama dua Purnawirawan Jenderal TNI, tanpa ada pembicaraan politik. Cak Nun tampaknya sengaja menghindari itu.
Pada kedatangan kedua ini, sesudah tiga kali sebelumnya meminta ketemu Cak Nun dan baru yang keempat ini yang dipenuhi–kita bertanya-tanya. Padahal kita tahu bahwa Cak Nun bukanlah golongan yang berkepentingan terhadap seluk-beluk kepemerintahan. Selama ini yang dipihakinya adalah tertuju untuk keselamatan Bangsa dan berjalannya logika bernegara. Banyak hal yang tidak disetujuinya dan membuat Cak Nun berada di luar semua persoalan-persoalan itu. Tapi, tamu-tamu terus mendesak, merangsek, dan meminta waktu. Rombongan Menko Kemaritiman ini diterima sesudah beberapa tokoh elite politik lain belum ditemui oleh Cak Nun, termasuk Kapolri.
“Saya hidup di tengah pihak-pihak yang berpolarisasi secara hitam-putih, sementara saya tidak pernah bersikap hitam-putih. Negara ini didominasi oleh kelompok-kelompok dengan kepentingannya masing-masing, sementara kepentingan saya ada di tengah itu semua: yakni ‘Rahmatan Lil’alamin untuk Indonesia’”, kata Cak Nun, “Adapun siapa diterima siapa tidak, tentu ada muhasabah dan ruang waktunya tersendiri”.