CakNun.com

Kesadaran Organisme Maiyah

Toto Rahardjo
Waktu baca ± 3 menit

Sudah sekian tahun, dan mungkin akan demikian ke depannya, Maiyah meniti kesabaran untuk tidak tergoda memadatkan dirinya menjadi suatu identitas komunal tertentu, apakah itu organisasi massa (ormas), perkumpulan, yayasan, perguruan, atau bentukan-bentukan lain. Barangkali tidak sedikit di antara warga/jamaah Maiyah yang berpikir perlunya pemadatan itu.

Dinamika yang berjalan sejauh ini mengantarkan Maiyah memfokuskan diri sebagai Majelis Ilmu, yang berfokus pada upaya-upaya membangun manusia Maiyah yang berilmu, bermartabat, dan bermanfaat. Namun di dalam kesadaran Majelis Ilmu itu, juga terdapat kuda-kuda bahwa sebagai Majelis Ilmu, Maiyah senantiasa terbuka untuk kemungkinan fungsi yang lebih luas manakala situasi membutuhkan. Dan dalam praktiknya, impelementasi dari majelis ilmu itu terus berjalan, bergulir, dan bergerak. Sehingga di dalam pengalaman Maiyah, terasa bahwa kenyataan tidak membiarkan ilmu hanya berhenti sebagai ilmu, tetapi berfungsi dan bermanfaat bagi kehidupan.

Di sini tampak bahwa kesabaran yang ditempuh Maiyah tidak berarti kelambanan atau stagnasi dalam geraknya, bahkan di dalamnya berlangsung pusaran yang lumayan kencang. Dari berbagai segi, jamaah Maiyah merasakan perkembangan-perkembangan Maiyah dari waktu ke waktu makin meningkat. Sebut saja, misalnya, jumlah generasi muda yang mengikuti Maiyahan makin banyak. Tema-tema keilmuan makin mendalam dan meluas. Termasuk tak sedikitnya jamaah Maiyah yang ingin membuat Maiyahan di tempatnya masing-masing.

Untuk bekerjanya Maiyah, hampir dua tahun belakangan ini, Cak Nun memperkenalkan konsep yang diambil dari khasanah tasawuf untuk menjadi pedoman pengelolaan Maiyah: Dzat-Sifat-Isim-Jasad. Dzat melambangkan ilmu/ide/gagasan, Sifat melambangkan pengolah ilmu/ide/gagasan, Isim melambangkan pentransformasi ilmu/ide/gagasan yang sudah diolah Sifat menuju Jasad di mana Jasad akan melaksanakannya dalam praktik, implementasi, pelaksanaan, dan penciptaan.

Namun sebelum itu, di dalam langkah kesabarannya meniti proses, Maiyah juga sampai pada suatu kesadaran mengenai organisme. Bahwa Maiyah bukanlah organisasi, melainkan organisme. Gerak yang nyaris tak bernama, tak beridentitas padat, tetapi terasa pergerakan “nyawa” di dalamnya adalah sebagian dari ciri organisme tersebut. Spirit, nyawa yang menemani dan sekaligus menandai pertumbuhan, seperti yang terjadi pada makhluk hidup lain seperti tumbuh-tumbuhan atau fisik manusia itu sendiri. pertumbuhan itu tak teramati oleh hitungan detik, tetapi dalam skala waktu yang lebih panjang, baru tampak adanya pertumbuhan itu.

Sekalipun demikian pemahaman mengenai organisme ini masih terus perlu disempurnakan. Di antaranya perlu disadari bahwa organisme bukanlah berlawanan dengan ‘organisasi/ pengorganisasian/ penataan’. Tidak bisa dan tidak selayaknya kita menjadikan ‘organisme’ untuk membenarkan langkah-langkah yang berlangsung tanpa terkait satu sama lain. Organisasi dalam arti penataan tetap sangat dibutuhkan dan senantiasa perlu ditingkatkan. Sebab makna lain organisme adalah satu bentuk, struktur kehidupan yang tersusun atas bagian-bagian yang sangat banyak dan saling terkait satu sama lain. Sehingga, salah satu ciri utama dari organisme adalah keterkaitan atau kesalingterkaitan. Setiap langkah diandaikan akan memiliki kaitan atau sentuhan pada bagian-bagian lain, baik kaitan itu bersifat ilmu, moral, maupun nilai-nilai lainnya.

Maiyah adalah organisme karena di dalamnya ada nyawa pertumbuhan, ada berbagai komponen yang berkait, dan terdapat proses-proses transformasi yang berlangsung melalui alur Dzat-Sifat-Isim-Jasad. Bedanya dengan organisme pada alam, manusia hanya ikut serta menanam, memupuk, dan merawat, namun proses pertumbuhannya seratus persen dijalankan oleh Sunnatullah yang sudah sedemikian canggih. Maka dalam hal ini, organisme dapat dikatakan sebagai suatu penataan/berjalannya organisasi yang sudah sedemikian matang dan fixed.

Sementara itu pada semesta budaya dan sosial, fungsi kekhalifahan manusia menyebabkan ‘prosentase’ peran manusia lebih besar. Keikutsertaan dalam penataan, pengorganisasian dan pengelolaan turut menentukan seperti apa wujud dan berlangsungnya organisme tersebut. Silatnas Penggiat Maiyah yang sudah berlangsung dua kali, serta pertemuan-pertemuan sejenis pada masa-masa sebelumnya dapat dibaca dan dipahami dalam konteks ini, yakni pengelolaan menuju matangnya Maiyah sebagai organisme. Proses penataan ini dapat disebut sebagai ‘tadbir’ (penataan).

Menyadari posisi Majelis Ilmu Maiyah seperti itu, justru harus semakin mewujud bentuk relasi antar Jamaah Maiyah, maka pengelolaan kebutuhan koordinasi dan berkomunikasi di tingkat antar Jamaah perlu diperjelas.

Pasca SILATNAS, di Rumah Maiyah Kadipiro menyelenggarakan pertemuan semacam review melihat segala perkembangan. Maka Cak Nun menetapkan bahwa Progress berfungsi tidak hanya mengelola Cak Nun dan KiaiKanjeng, namun juga sebagai Pusat Koordinasi antar Jamaah. Kontak Zakki 0811267362, email: redaksi@caknun.com.

Tentu akan lebih baik bila tema maiyahan bulan ini Kenduri Cinta pada 11 Desember 2015, Macapat Syafaat 17 Desember 2015, Gambang Syafaat 25 Desember 2015, Bangbang Wetan 27 Desember 2015 dan Padhangmbulan 28 Desember 2015 (lihat jadwal lengkap) merespon wahana yang dihasilkan SILATNAS [HM, TR].

Toto Rahardjo
Pendiri Komunitas KiaiKanjeng, Pendiri Akademi Kebudayaan Yogyakarta. Bersama Ibu Wahya, istrinya, mendirikan dan sekaligus mengelola Laboratorium Pendidikan Dasar “Sanggar Anak Alam” di Nitiprayan, Yogyakarta
Bagikan:

Lainnya

Fuad-Ubnu Abi Fuad

Fuad-Ubnu Abi Fuad

Kalau sejak zaman Orde Baru ada jargon “hidup sederhana”, maka Cak Fuadlah yang duduk di shaf pertama kesederhanaan hidup.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Lèt-Mèlèt….

Lèt-Mèlèt….

Coba siapa di antara para penggiat atau Jamaah Maiyah sejak kapan dan tulisan apa yang saya cantumkan dan maksudkan “Untuk Anak Cucu Maiyah”.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Exit mobile version