Usia Bagi Mereka Hanya Deretan Angka
Mati-matian manusia mencari hal yang tidak bisa dibawa mati, sementara yang pasti dalam kehidupan adalah kematian.
Jika Anda ingat kalimat diatas, seharusnya Anda ingat bahwa kalimat itu merupakan salah cuplikan dialog dalam pementasan teater Nabi Darurat Rasul Adhoc (2012). Tidak terasa, ternyata sudah 10 tahun yang lalu naskah tersebut dipentaskan. Saya sendiri saat itu menonton langsung di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta.
Pada Maiyahan Mocopat Syafaat sebelum pementasan naskah tersebut, Mas Sabrang yang memang terlibat dalam produksi “Nabi Darurat Rasul Adhoc” memberikan beberapa teaser, tentang apa yang hendak disampaikan melalui teater tersebut. Setelah kemudian saya menyaksikan secara langsung, ternyata “Nabi Darurat Rasul Adhoc” adalah sebuah tontonan teater yang cukup “berat”. Teater tersebut penuh dengan dialog-dialog panjang yang juga tidak mudah untuk cepat dipahami. Tapi, itu juga bisa jadi karena sebab yang lain, yaitu karena kebodohan saya saja yang memang tidak bisa mengikuti alur cerita dalam teater tersebut.
Yang cukup membekas bagi saya saat itu adalah momen menyaksikan langsung Pak Joko Kamto berakting di sebuah panggung. Pak Joko Kamto saat itu memerankan Ruwat Sengkolo, peran utama yang selalu muncul dengan dialog-dialog panjangnya. Gugatan-gugatan Ruwat Sengkolo terus terlontar di setiap fragmen. Gugatan-gugatan yang membuat penonton berpikir dan terus berpikir sepanjang pementasan. Saya sendiri merasakan bahwa menonton “Nabi Darurat Rasul Adhoc” saat itu benar-benar melelahkan, karena terus diajak berpikir untuk memahami dialog demi dialog yang muncul.
Selain pak Joko Kamto, dalam pementasan tersebut tampil juga Pak Nevi Budianto yang berperan sebagai Pak Jangkep dan juga Pak Eko Winardi sebagai Alex Sarpin. 3 aktor tersebut memang punggawa Teater Perdikan yang selalu dilibatkan oleh Cak Nun dalam pementasan beberapa naskah. Seperti tahun 2019 lalu mereka juga terlibat dalam pementasan SENGKUNI2019 lalu pada Maret 2022 lalu dalam Reriyungan 3 Generasi Teater Yogyakarta yang mementasakan Mlungsungi di Taman Budaya Yogyakarta.
Bedanya, saat Nabi Darurat Rasul Adhoc, Pak Fajar Suharno bertindak sebagai sutradara. Lalu pada pementasan SENGKUNI2019 dan Mlungsungi, Pak Jujuk Prabowo yang menjadi sutradara. Dan pada pementasan WALIRAJA-RAJAWALI ini, Pak Jujuk Prabowo juga didapuk menjadi sutradara.
Bagi saya, mereka adalah aktor-aktor gaek yang memiliki jam terbang tinggi dalam dunia teater Indonesia. Kepiawaiannya dalam mementaskan naskah teater tentu sudah tidak diragukan lagi. Totalitas mereka dalam pementasan teater sudah sangat teruji.
Keseriusan mereka dalam latihan di Rumah Maiyah Kadipiro terekam dalam beberapa tangkapan kamera. Mereka sungguh-sungguh dan sangat serius. Dalam keseriusan itu, tetap terbalut dalam keakraban dan kehangatan satu sama lain sesama seniman. Secara Bahasa umum, kita menyebut bahwa chemistry mereka sudah benar-benar menyatu. Pak Jujuk Prabowo sebagai sutradara pun tampak sangat telaten mengarahkan gaya, mengoreksi gerakan yang kurang tepat, namun juga tetap menerima masukan jika improvisasi dibutuhkan.
Selain nama-nama tersebut, pada pementasan WALIRAJA-RAJAWALI ini, salah satu aktris teater gaek juga terlibat. Ibu RAy Sitoresmi Prabuningrat yang saat ini berusia 72 tahun. Salah satu jebolan Bengkel Teater besutan alm. W.S. Rendra yang juga merupakan sebuah komunitas teater ternama di Indonesia.
Dan tentu saja, peran Cak Nun sendiri dalam proses produksi WALIRAJA-RAJAWALI ini tak kalah penting. Cak Nun hadir pada momen latihan di Rumah Maiyah untuk juga turut memberi masukan serta usulan improvisasi yang memang diperlukan. Dan hal itu sudah bukan hal yang baru bagi Pak Jujuk, Pak Joko, Pak Nevi, Pak Eko dan yang lainnya. Bahkan tidak jarang, saat hari pementasan nanti, improvisasi bisa saja muncul untuk diusulkan saat ada di back stage.
Rata-rata usia mereka sudah di atas 60 tahun. Bagi kita, usia tersebut adalah usia senja yang seharusnya menjadi momen mereka untuk menjalani hidup lebih santai, berkumpul dan bercengkerama dengan keluarga di rumah, bercanda dengan cucu, menikmati hidup selayaknya orang-orang tua pada umumnya. Tetapi ternyata tidak dengan mereka, usia hanya deretan angka yang sama sekali tidak mempengaruhi produktivitas dalam berkreasi dan berkesenian.
Menyaksikan keseriusan mereka saat latihan, meskipun hanya dari beberapa foto, membuat saya terharu. Betapa mereka sangat serius dalam mempersiapkan pementasan sebuah naskah teater. Ternyata benar, menurut Cak Nun pementasan teater itu bukan sekadar pementasan karya seni, ada banyak hal yang sebenarnya ingin disampaikan melalui pementasan sebuah naskah teater, bukan hanya dari penulis naskah saja, tetapi juga dari para aktor-aktor yang terlibat.
Dan akhir pekan ini, kita akan menyaksikan mereka semua beradu akting dalam satu naskah teranyar dari Cak Nun yang berjudul WALIRAJA-RAJAWALI pada Kenduri Cinta edisi 13 Agustus 2022 di Plaza Teater Besar Taman Ismail Marzuki Jakarta.