CakNun.com

Kenduri Cinta Kembali Bersua dengan Teater Perdikan dan KiaiKanjeng

Secara general, Jamaah yang hadir di Kenduri Cinta sebenarnya mengalami turn over yang sangat cepat. Selalu ada wajah-wajah baru yang hadir. Perkembangan teknologi saat ini tidak dipungkiri menjadi salah satu media penyambung mereka yang kemudian mengenalkan mereka dengan Kenduri Cinta. Tidak aneh, ketika beberapa anak-anak muda yang baru datang di Kenduri Cinta, lalu kami tanya asal-muasal mengenal Kenduri Cinta, mereka menyebutkan media sosial sebagai media utama yang memperkenalkan Kenduri Cinta kepada mereka. Dan memang, wajah-wajah baru itu juga didominasi oleh Gen Z.

Tanpa ragu, mereka pun menjawab bahwa mengenal Kenduri Cinta pada awalnya karena potongan-potongan video Cak Nun yang tersebar secara luas di media sosial. Tidak bisa dipungkiri memang bahwa Cak Nun sendiri secara persona menjadi Mega Influencer dari Maiyah itu sendiri. Meskipun pada akhirnya beberapa kali saat mereka datang ke Kenduri Cinta dan Cak Nun tidak hadir, mereka tidak lantas berputus asa, lalu pulang lebih cepat untuk meninggalkan forum.

Teknologi internet saat ini adalah sebuah hal yang lazim dan sangat dekat dengan kita. Terutama dengan anak-anak Gen Z, mereka adalah generasi yang sangat cepat dalam merespons pembaharuan demi pembaharuan yang muncul bahkan setiap detik. Fenomena Citayam Fashion Week di Dukuh Atas, Jakarta hanyalah satu contoh. Mereka yang saat ini mewarnai guliran linimasa media sosial kita. Istilah-istilah seperti fyp, trending topic, viral, engagement dan lain sebagainya begitu akrab dengan mereka. Dan yang terjadi kemudian adalah, generasi-generasi pendahulu mereka yang memanfaatkan apa yang telah mereka capai.

Setidaknya ada 1 hal tentang Kenduri Cinta yang ditangkap oleh Gen Z ini. Bagi mereka, ada satu ciri khas tersendiri yang muncul dari forum Kenduri Cinta ini, yaitu kegembiraan. Kegembiraan untuk berkumpul bersama orang-orang yang awalnya tidak saling kenal, duduk menekun berjam-jam menyimak diskusi yang bahkan tema diskusinya sama sekali tidak menarik, lalu kemudian bernyanyi bersama saat para seniman yang juga hadir di forum membawakan beberapa lagu, sesekali juga tertawa atas lontaran-lontaran jokes-jokes yang dilemparkan narasumber, namun juga tetap bisa khusyuk saat bersholawat dan bermunajat.

Yang menarik dari Gen Z ini adalah bahwa mereka sangat mengagumi sesuatu yang sifatnya otentik. Jadi, bukan hanya unik, tetapi juga otentik, original. Bisa jadi, itulah yang kemudian membuat mereka yang datang di Kenduri Cinta merasa betah, karena mereka menemukan sesuatu yang menurut mereka otentik itu tadi.

Berbicara mengenai otentisitas dan originalitas, pementasan teater kolosal “Waliraja-Rajawali” oleh Teater Perdikan dan Gamelan KiaiKanjeng ini akan menjadi laboratorium ilmu tersendiri bagi teman-teman Gen Z yang baru beberapa kali hadir di Kenduri Cinta. Tidak hanya Gen Z tentu saja, tetapi juga mereka yang memang baru pertama kali hadir di Kenduri Cinta.

Gamelan KiaiKanjeng dan Teater Perdikan bukan baru kali ini saja mementaskan teater maupun repertoar. Sebelumnya, ada Tikungan Iblis, Nabi Darurat Rasul Ad Hoc dan juga Sengkuni 2019. Termasuk juga di Mlungsungi, Teater Perdikan dan Gamelan KiaiKanjeng pun terlibat dalam Reriungan 3 generasi komunitas Teater Yogyakarta itu.

Yang juga menarik adalah, pada gelaran “Waliraja-Rajawali” ini, Teater Perdikan melibatkan salah satu aktor senior; Ibu Sitoresmi Prabuningrat yang saat ini usianya 72 tahun. Bersama Cak Nun, Pak Jujuk Prabowo, Pak Joko Kamto, Pak Nevi Budianto, Pak Margono, Pak Puji Widodo, Pak Eko Winardi dan beberapa aktor lainnya, secara rutin dan terjadwal beberapa minggu terakhir ini mereka begitu bersemangat saat latihan bersama di Rumah Maiyah Kadipiro.

Sepertinya, usia bagi mereka hanya sebuah deretan angka. Dari beberapa momen yang terekam dalam foto-foto saat mereka latihan, mereka sangat khusyuk, sangat bersemangat, ada nuansa kehangatan yang juga tampak dari keakraban mereka sesama aktor teater yang tentu saja masing-masing telah memiliki jam terbang yang cukup panjang, mengingat mereka sudah memulai menjadi aktor teater sejak tahun 70’an. Tentu saja, tidak cukup diceritakan dalam sebuah tulisan untuk mengisahkan perjalanan mereka.

Ketelatenan Pak Jujuk mengarahkan teman-teman Teater Perdikan dalam proses latihan “Waliraja-Rajawali” ini pun patut kita apresiasi. Sebagai salah satu sutradara yang sudah malang melintang dalam dunia teater di Indonesia, Pak Jujuk memiliki segudang pengalaman. Bersama Cak Nun, Pak Jujuk telah dilibatkan dalam beberapa pementasan seperti Lautan Jilbab (1991), Tikungan Iblis (2008) hingga Sengkuni2019 (2019). Pak Jujuk sangat detail, cermat dan teliti dalam menguji dan merasakan para aktor-aktor dalam memerankan perannya masing-masing.

Begitu juga dengan Pak Joko Kamto, Pak Nevi Budianto, Pak Eko Winardi dan Pak Margono. Aktor-aktor gaek ini akan kita saksikan kepiawaiannya dalam berteater akhir pekan nanti. Dengan iringan musik Gamelan KiaiKanjeng, tentu akan semakin membuat semarak pementasan teater kolosal ini. Alunan combo, pukulan gamelan mulai dari demung, saron, dan bonang. Juga tabuhan terbangan akan memberi warna dan nuansa tersendiri pada pagelaran “Waliraja-Rajawali” ini.

Komunitas Kenduri Cinta menyambut gelaran ini dengan penuh semangat dan perasaan haru yang bercampur bahagia. Secara forum, maka kali ini adalah kedua kali KiaiKanjeng hadir di Kenduri Cinta tahun ini. Terasa lebih special karena pada edisi kali ini, KiaiKanjeng akan hadir bersama Teater Perdikan. Persiapan teknis di Jakarta praktis hanya dilakukan kurang dari 3 minggu saja setelah Kenduri Cinta edisi Juli lalu digelar. Sementara di Jogja, teman-teman KiaiKanjeng dan Teater Perdikan sudah sebulan lebih hampir setiap malam berlatih dengan naskah tersebut.

Dan kita hanya tinggal menghitung hari hingga akhir pekan nanti saat “WALIRAJA-RAJAWALI” dipentaskan di Kenduri Cinta.

Lainnya